Siapa yang tidak ingin mengambil jalan pintas? Selain dapat menghemat waktu, kita juga dapat terbebas dari hal-hal yang tidak kita inginkan jika kita melalui jalan utama.
Biasanya saya mengambil jalan pintas yang lampu lalu lintasnya lebih sedikit hehe…
Bahkan kita lebih memilih jalan pintas untuk menyelesaikan urusan kita agar dapat selesai lebih awal. Apalagi di masa kini, banyak sekali metode jalan pintas berupa kemudahan-kemudahan yang ditawarkan untuk membuat aktivitas kita lebih efisien.
Saya sendiri misalnya jika bekerja di depan komputer sebagai programmer atau bahkan menulis artikel ini, salah satu hal yang paling saya pedulikan adalah ‘jalan pintas’.
Misalnya, saat ingin menebalkan teks tulisan, daripada saya ‘capek-capek’ mengklik ikon Bold, cukup saya tekan CTRL + B dan urusan saya bisa sepuluh kali lebih ringkas dengan beberapa jalan pintas tersebut.
Namun ternyata, jalan pintas tentu saja dapat memberikan dampak yang begitu negatif tanpa disadari. Mungkin yang terlintas dibenak kita, mencari kekayaan atau popularitas dengan jalan pintas itu kebanyakan dengan cara yang tidak baik.
Tetapi saya akan lebih membahas efek negatif dari jalan pintas yang sebenarnya lebih dekat dengan kita, yang masih dalam lingkup ‘halal’.
Berapa kali saya lihat para pemula yang begitu bernafsu ingin mendapatkan impiannya dengan cepat, mereka benar-benar memburu berbagai jalan pintas apa pun dan darimana pun.
Saya hanya memberitahu, ada satu rahasia untuk meraih itu semua dengan efisien. Rahasianya adalah “tidak ada rahasia”.
Ini adalah bahayanya jika para pemula lebih memilih mempelajari sesuatu langsung ke jalan pintas. Mereka tidak merasakan bagaimana nikmatnya perjuangan untuk memulai yang benar-benar dari awal.
Mereka tidak akan pernah menguasai bidang yang mereka dalami itu.
Sama seperti kita dulu belajar matematika, jika seorang siswa hanya ingin belajar lewat cara cepat untuk menyelesaikan suatu soal, suatu saat mereka mungkin akan kebingungan jika disajikan soal yang berbeda meski masih dalam satu tema.
Jika seseorang memahami konsep suatu bidang atau hobi dari awal, memang akan memakan waktu yang lebih lama, namun ia pada akhirnya akan jauh lebih menguasai bidang yang ia gemari tersebut dibandingkan dengan mereka yang merebut ‘gelar master’ lebih awal.
Salah satu kesalahan terbesar senior dalam memasarkan ilmu mereka kepada para junior adalah memberi embel-embel “cara cepat” dalam teknik mengajar mereka.
Sebenarnya memberikan tips dan trik bukanlah suatu hal yang salah, jika para senior hanya berbagi ilmu hanya kepada para senior lainnya.
Mengapa para senior hanya dapat berbagi jalan pintas kepada para senior semata? Simpel, karena para senior dianggap sudah menjiwai aktivitas mereka.
Jika para junior melulu disuapi oleh beragam jalan pintas dalam menguasai hobi mereka oleh para senior, jangan salahkan jika suatu saat para junior tersebut merusak esensi dari hobi itu sendiri.
Salah satu akibat dari kelalaian senior yang sembrono membeberkan deretan cara cepat untuk menguasai hobi dalam sekejap kepada para junior adalah menjadikan para junior memandang hobinya sebelah mata.
Jangan salahkan para junior jika pada akhirnya mereka berkata, “Ah, itu kan cuma gitu doang…”
Hal itulah yang jua membuat saya ‘mundur’ dari dunia desain.
Misalnya, seorang pengendara merasa lelah karena setiap hari harus bergelut dengan kemacetan setiap ingin berangkat kerja. Kita berasumsi bahwa tidak ada angkutan umum yang efisien dari rumah si pengendara menuju kantornya.
Bagaimana posisi kalian jika menjadi si pengendara tersebut? Minimal kalian kemungkinan besar akan bergumam, setidaknya sekali.
Bahkan kalimat “sudah biasa dengan kemacetan” ternyata tidak benar-benar membuat seseorang sepenuhnya terbiasa. Apalagi jika suatu saat ia temukan kemacetan yang jauh lebih mengular dari biasanya.
Sekarang bayangkan, jika suatu hari si pengendara diberitahu temannya bahwa ada jalan pintas yang bebas macet dan dapat menghemat waktunya hingga setengah jam.
Kemudian saat esoknya ia coba, ia dapat tiba ke kantornya lebih awal, bahkan jauh sebelum rekan-rekan kerjanya terlihat.
Si pengendara akan sangat berbahagia karena dapat terlepas dari rutinitas horornya berkat jalan pintas tersebut.
Sekarang bayangkan jika si pengendara menemukan jalan pintas tersebut dari awal, mungkin tidak akan ada rasa syukur yang terlintas di benaknya karena telah selamat dari kemacetan.
Inilah mengapa seorang pemula tidak disarankan menggunakan cara cepat dalam memulai hobi mereka. Manisnya perjuangan mungkin akan dengan mudah mereka lewatkan.
Hari ini begitu banyak orang-orang yang ingin kontennya viral secara instan, mendulang para penontonnya seperti menimba air sumur.
Semuanya berlomba-lomba agar dapat menjadi populer secara cepat, berbagai cara pun mereka lakoni seperti membeli likes, viewer, dan beberapa bot.
Mungkin konten mereka akan mendapatkan lirikan secara lebih cepat. Namun konten instan tersebut biasanya akan cepat tergantikan dengan konten serupa dari pemburu popularitas lainnya.
Seseorang biasanya terburu-buru untuk memoles konten mereka di awal untuk menjaring popularitas, namun konten-konten berikutnya justru mengalami penurunan kualitas.
Pada akhirnya beberapa orang menyadari bahwa konten-konten yang dilahirkan oleh para artis dan seniman terdahulu ternyata lebih solid dan mengena. Inilah mengapa banyak sekali konten ‘reborn’ dan ‘remake’.
Para kreator konten menyadari bahwa para seniman masa lalu mengalokasikan waktunya lebih banyak untuk konten mereka daripada untuk popularitas mereka.
Bukan berarti seniman zaman dahulu tidak ingin terkenal, hanya saja mereka lebih menghargai proses karena mereka memahami bahwa karya mereka adalah untuk para penggemar mereka, bukan untuk nafsu mereka.
Orang yang terlalu berambisi untuk meraih mimpi mereka lebih awal akan merasa lebih sakit saat jatuh sebab minimnya persiapan yang dilakukan untuk menghadapi kegagalan tersebut.
Sedangkan orang yang telah memahami konsep atau esensi dari hobinya, dengan mudah mereka akan memiliki rencana lain setelah menemui kegagalannya.
Hal ini disebabkan para pemula yang mengambil jalan pintas kebanyakan hanya memilih satu cara termudah. Tak heran mereka tidak memiliki cara lain setelah itu. Mereka buntu.
Terlebih kemudian, banyak sekali para pemula yang bukannya belajar dari kegagalannya dan mulai menghargai hobinya, mereka justru lebih memilih menerjuni hobi lain dan tetap mencari jalan pintasnya.
Jika mereka ternyata kembali gagal, mereka akan kembali menemukan kebuntuan, begitu seterusnya hingga waktu mereka terbuang dan mereka kelelahan sendiri.
Apakah dari mereka kemudian pada akhirnya ada yang mengalami depresi? Saya yakin banyak.
Para pemula yang menjadi ahli karena jalan pintas, mereka kemungkinan besar akan enggan membagi ilmunya kepada para junior mereka. Atau mereka akan membagi ilmunya, namun hanya dengan takaran yang sangat terbatas.
Berbeda dengan para senior berpengalaman yang sepertinya mereka tidak ‘sayang’ dengan ilmunya yang mereka terus bagikan kepada para junior mereka tanpa henti, bahkan hingga ke akarnya.
Para ahli karbitan hanya menguasai satu teknik, jadi mereka khawatir junior mereka akan dapat dengan mudah menyalin teknik yang dapat menggerus citra mereka.
Di lain sisi, para senior berpengalaman menguasai teknik yang berlimpah, jadi mereka tidak khawatir jika membagikan ilmu teknis sebanyak yang mereka mau. Lagipula para senior menyadari, bahwa sekali pun para junior telah mendapatkan ilmu yang cukup, mereka perlu waktu yang tidak sebentar untuk meraih hasilnya.
Ini merupakan jawaban mengapa guru yang baik begitu bangga jika murid-muridnya berhasil sesuai dengan harapannya. Ilmu yang baik dengan komplektivitas tinggi memang pada akhirnya harus diwariskan.
Thank you bro, tulisan lo seakan nampar gw. Sayang banget websitenya underrated. Terus berkarya dengan sepenuh hati. Semangat!
Terima kasih telah berkomentar dan supportnya. 🤗
Siap, saya akan terus mengupdate blog Anandastoon ini. Tetap kunjungi Anandastoon ya… Kalau ada saran atau request artikel, saya dengan senang hati mendengarkan. 😉