“Bangga! Anak bangsa meraih penghargaan tingkat dunia dalam bidang X!”
Sebuah judul berita yang tiba-tiba meledak memuat seorang anak bangsa yang telah berhasil membuat harum nama negara menjadi primadona di mana-mana. Setiap ranah pers dan media massa, berlomba-lomba untuk membuat sentuhan terbaik di platform mereka masing-masing akan wacana mengenai anak bangsa tersebut.
Setiap orang yang melihatnya seakan ikut merasakan bangga, baik dengan tulus, maupun terpaksa. Saya pun termasuk dari orang-orang yang berbangga, bahkan hingga dalam tingkatan iri, dalam arti iri yang memotivasi, bukan iri untuk membenci. Secara spontan, selama sehari penuh beranda di jejaring sosial dibanjiri berita mengenai prestasi yang bersangkutan.
Namun, karena sudah berkali-kali kejadian, beberapa hari kemudian berita yang baru saja memuat prestasi seorang anak bangsa tersebut tiba-tiba lenyap seakan ada bencana puting beliung di dunia maya yang menghapus habis berita-berita tersebut. Ada apa?
Berbagai prestasi anak bangsa yang kemudian mendapatkan sorotan di mana-mana akhirnya hilang entah kemana. Ya memang kemudian ingin dibagaimanakan lagi? Kita semua sudah tahu dia berprestasi, ya sudah. Ibaratnya, “Cukup tau aja” bahwa negeri kita masih ada yang berprestasi. Setelah itu kemudian masing-masing kembali meratapi nasib hidupnya.
Apalagi hari ini, berita mengenai anak-anak bangsa yang memenangkan penghargaan dari luar negeri rasanya semakin sering digembar-gemborkan. Perlu diakui kita memang bangga dengan semua itu, dan mungkin orang-orang yang berprestasi itu mendapatkan rezeki berupa masuknya mereka ke dalam ranah media massa agar orang-orang tahu bagaimana potret mereka.
Kemudian apa masalahnya? Hal itu lumrah kan? Benar, namun jika hal itu berhenti hanya sampai sana, saya tidak akan tulis artikel ini.
Ada headline berita, “Ada anak SMP yang dilirik oleh NASA.”
Ada headline berita, “Pelajar muda ini membuat sesuatu yang menakjubkan.”
Ada headline berita, “Anak ini menemukan listrik di pohon kedondong.”
Semua situs pers bersorak-sorai. Setiap audiens meniupkan lambang hati ke pada siapapun yang menjadi objek berita. Semua diiming-imingi bahwa sebentar lagi negeri ini akan maju dalam hitungan hari, bulan, atau tahun. Dan semua iming-iming tersebut sudah diucapkan dari beberapa tahun silam seakan kita tidak pernah bosan mendengarnya.
Saya agak-agak tidak nyaman dengan semua euforia itu. Terlebih ketika saya menemukan bantahan dari sang ahli akan penemuan listrik di pohon kedondong, seorang anak negeri juga, yang berkata bahwa hampir setiap orang yang belajar di perguruan yang menjurus kepada pengetahuan alam mengetahui hal itu. Namun karena kapasitas listrik yang dihasilkan terlalu kecil, makanya tidak dipakai.
Saya sendiri pun menilai jika memang anak yang menemukan listrik di pohon kedondong tersebut memiliki interest atau ketertarikan dalam bidang itu seharusnya memang perlu diperhatikan kemudian, bukannya hanya diberitakan sebatas euforia belaka kemudian setelah itu kita tidak tahu apa yang terjadi dengan anak tersebut.
Saya akhirnya menghemat stok ‘bangga’ saya dan sudah tidak terlalu tertarik dengan berita-berita semacam itu.
Keganjilan lain? Saya pernah membaca artikel bagus yang isinya berbicara tentang keadaan bangsa ini versus prestasi yang telah diraihnya. Benar juga, jika kita mengadakan olimpiade matematika di negara lain, maka pemenangnya kebanyakan adalah negara kita ini. Medali demi medali disabet, dan setiap orang bangga. Namun apa yang terjadi dengan kualitas pendidikan di negeri ini? A PISA score says ‘hi’!
Kalian tahu, Programme for International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan dunia setiap tiga tahun sekali untuk mengukur tingkat pendidikan suatu negara dengan mengambil sampel murid secara acak telah menyebutkan, bahwa Indonesia masih jauh berada di bawah rata-rata, bahkan hampir mendekat batas paling bawah. Sedangkan peringkat teratas diungguli oleh Jepang, Finlandia, dan yang baru-baru ini disabet oleh negara tetangga kita yang imut, yaitu Singapura sebagai yang paling unggul di 2015.
Apakah banyaknya prestasi tidak membawa dampak apapun selain hanya dari nama yang tertoreh kemudian kemungkinan sebagian besarnya dilupakan?
Entah kenapa, saya sekarang sedang senang-senangnya melakukan studi banding dengan negara India. Negara kita dengan India memiliki banyak kesamaan, yaitu sama-sama negara besar, memiliki jumlah penduduk yang banyak, sama-sama negara dunia ketiga, dan sama-sama memiliki pemerintahan yang korup.
Namun ada satu yang saya lihat dari orang-orang India di internet, mereka banyak yang ramah dan bijak. Mungkin yang saya ambil adalah sampel kasar, namun memang mereka kebanyakan membahas sesuatu dengan sangat detail di saat kita kebanyakan hanya sibuk mengomentari kulit luarnya saja.
Ketika India dan Indonesia ditanya, apakah negara kalian akan maju di situs Quora, berikut adalah jawaban masing-masing netizen.
Jawaban orang India, yang negaranya sudah dapat membuat kendaraan sendiri bahkan diekspor ke negara kita, yang negaranya sudah banyak menguasai teknologi bahkan ada yang menjadi CEO Google, yang negaranya banyak mendapatkan piagam nobel, yang negaranya terdapat orang paling kaya di Asia, yang negaranya sudah terkenal dengan Bollywoodnya. Apa jawab mereka? Melihat kondisi negerinya yang demikian, mereka berani mengatakan bahwa India masih sangat jauh dari kata maju.
Sedangkan jawaban kita? Yang kebanyakan masih dalam tahap merangkak naik, yang masih hanya mengandalkan satu atau dua anak bangsa yang berprestasi dari masing-masing bidang, yang masih banyak yang memilih untuk berkiprah di negeri orang, yang masih banyak daerah yang tertinggal, dengan bangganya menyebutkan bahwa negeri ini akan menjadi adidaya dalam waktu yang sangat singkat.
Jangan dapatkan saya salah, saya pun berharap negara tercinta ini menjadi negara maju, namun sebelum berharap yang terlampau tinggi, ada baiknya agar kita mulai berbenah dengan membandingkan dengan negara yang sedikit lebih maju, bukan hanya ahli dalam membandingkan dengan negara yang lebih terbelakang.
Kita tidak ingin bangga dengan bayangan semu. Kita senang dengan banyaknya penghargaan yang diraih oleh orang-orang terbaik di negeri ini, tetapi kita sudah memberi titik hanya sampai sana. Melihat kondisi yang seperti ini, dengan sangat hiperbol atau berlebihan saya lampirkan grafik berikut,
Paham dengan grafik sarkastik yang yang saya buat? Di saat negara-negara maju terus berbenah menjadi lebih baik dari tahun ke tahun, bahkan India pun sudah mulai menyusul, negara kita masih dalam tahap merangkak naik dengan dihiasi beberapa momen menakjubkan di mana kita berhasil melampaui negara-negara maju dan itu memang terjadi. Setelah itu? Forget it and back to daily routines. Hal ini terjadi berulang-ulang.
Contohnya?
“Tentara negara kita menjadi juara utama dalam bertanding dengan negara-negara lain.”
Setiap orang bangga, setiap orang mengelu-elukan kesana dan kemari. Kemudian? Ya sudah. Apakah hal itu membuat militer kita menjadi lebih baik? Saya tidak bisa jawab, yang pasti, dalam situs Business Insider saya melihat power index kita adalah 0.3347 dengan peringkat 14 hampir sebanding dengan Vietnam, masih jauh di bawah India yang memiliki power index 0.1593 dengan peringkat 4 (tahun 2018).
Atau yang lebih menyedihkan, adalah banyaknya penghargaan tingkat dunia yang diraih oleh anak-anak bangsa, namun kualitas pendidikan negeri ini masih… saya tidak tahu harus menulis apa. Skor PISA 2012 dan 2015 menunjukkan bahwa Indonesia masih di bawah rata-rata untuk setiap kemampuan yang diujikan. Untuk hasil PISA 2015, kalian bisa cek di sini.
Bukannya saya ingin menyelisihi yang berprestasi, saya bahkan juga bangga dengan para peraih penghargaan tingkat dunia tersebut, namun bukankah suatu hal yang agak lucu jika kenyataan agak terlihat berseberangan dari yang diberitakan?
Dan sebenarnya, saya juga penasaran bagaimana negara-negara maju atau yang mulai maju dalam memperlakukan orang-orang berprestasi di negara mereka. Karena saya tidak tahu apakah euforia yang mereka kibarkan itu seheboh kita atau tidak.
Saya menulis artikel ini tidak lain tidak bukan hanyalah untuk perbandingan dan pengetahuan saja. Saya sejujurnya masih belum terlalu melihat kemajuan yang signifikan dalam setiap bidang pada masyarakat di negeri ini, kecuali dalam bidang infrastruktur. Pun, karena itu beberapa di antaranya adalah desakan dan persaingan antar swasta dalam bidang konstruksi.
Bumi pertiwi ini sudah memiliki masterplan yang sangat baik bahkan dari jauh-jauh hari. Sangat disayangkan eksekusinya yang dapat dikatakan terlambat. Tetapi setidaknya lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali bukan? Lagipula negara ini dikembalikan lagi kepada masyarakatnya, apakah ingin terus berbenah atau merasa cukup dengan keadaan yang biasa-biasa saja dibumbui dengan keluhan-keluhan yang sudah bosan didengar?
Menjadi negara maju sebenarnya tidak begitu sulit, cukup dimulai dengan akhlak yang baik dan manajemen yang intens. Seorang guru di Australia pernah berkata,
“Kami tidak terlalu khawatir jika anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai Matematika. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.”
Benar, cukup upayakan yang itu dahulu saja. Berbeda jauh dengan sikap saling serobot antar kendaraan di jalan raya yang terjadi di negeri ini. Teman saya yang pernah backpacker ke Singapura pun kaget, karena mobil akan langsung berhenti begitu melihat pejalan kali hanya untuk mempersilakan mereka menyebrang terlebih dahulu. Dan yang paling mencengangkan? Meskipun mobil tersebut sedang berada di tikungan!
Kalian dapat mencontoh bagaimana hebatnya akhlak di Singapura lewat iklan-iklan sosialnya berikut. Benar, hanya berbekal akhlak, mereka sudah dapat maju menjadi yang pertama di dunia. Padahal negeri kita adalah negeri muslim terbesar di dunia, namun menjalani perintah ‘dasar’ yang krusial dari Nabi Muhammad saw. mengenai “Jangan marah” hingga beliau ulang sampai tiga kali saja masih belum sanggup.
Yah… ya sudah lah. Bagaimana pun keadaannya, negeri sendiri tetap yang utama. Doa terbaik saya selalu mengiringi perputaran waktu yang selalu menuntun negara tercinta ini ke arah yang lebih baik. Kita masih tetap berbangga dengan generasi penerus bangsa yang terus diharapkan. Kita semua akan selalu berharap sampai kapan pun waktunya…