Ini adalah artikel saya seri pembahasan masalah sosial yang saya tidak bahas sepanjang artikel-artikel pandangan sosial saya yang biasanya.
So, I’ll keep this short and sweet.
SARA everywhere. Agama sepertinya menjadi salah satu penyumbang konten SARA terbesar di negeri ini. Bahkan budaya nilai-menilai yang sudah kerap kali memicu kesenjangan sosial karena penilaian yang dilakukan terlalu jauh hingga menyinggung salah satu SARA pun sudah menyebabkan banyak kasus kemanusiaan setidaknya adalah perang tulisan di media sosial.
Misalnya, tidak jarang terjadi karena kelakuan negatif seseorang, orang lain dengan serta merta menilai bahwa ajaran agamanya lah yang ikut serta berperan dalam membentuk sifatnya. Akhirnya, agama dia pun menjadi bulan-bulanan. Sehingga, orang lainnya yang masih satu agama dengan dia pun tidak terima dan membuat sebuah statement,
Jika seseorang berbuat salah, salahkanlah dia, jangan salahkan agamanya.
Saya setuju dengan statement tersebut, namun saya khawatir pernyataan tersebut akan menjadi tameng bagi seseorang dalam melancarkan aksinya.
Bayangkan jika seorang alumni melakukan sebuah hal buruk secara terang-terangan, maka secara alami orang-orang sekitarnya juga turut menyalahkan almamater bahkan sekolah dia dulu. Inilah mengapa adanya tanggung jawab dalam “Menjaga Nama Baik”, termasuk keluarga, negara, bahkan agama.
Kita yang mengerti, lebih baik meminta maaf kepada orang yang menilai tersebut atas kelakuan saudara kita yang telah mencoreng agama kita sendiri, kemudian jelaskan secara baik-baik, dengan harapan semoga si penilai paham dan bahkan bisa jadi mendapatkan hidayah.
Beberapa dari kalian pun kadang menilai agama orang lain dari perilaku orang tersebut bukan?
~AST2017