Curug Seribu

Setelah ditelisik, ternyata karyawan saya ada yang sebenarnya senang berdarmawisata alias travelling ke antah-berantah. Wah, bagus buat saya jadiin korban hahah. Saya tawarkan dia untuk pergi bersama saya dengan sepeda motor ke kawasan wisata Gunung Bunder (maaf ya, saya nggak pake angkot hehe), dan jadilah.

Waktu itu September tahun lalu, saya ingin mengajaknya ke Curug Seribu, namun entah mengapa jadinya justru ke Curug Cigeblug, padahal yang saya masuki adalah jalan yang ada plang Curug Seribunya. Yasudalah, not bad kok. 4 bulan kemudian, karyawan saya yang lain tiba-tiba ingin berdarmawisata juga. Ya sudah, saya kembali tembak Curug Seribu. Kali ini saya pastikan ke Curug Seribu hehe.


Akses Menuju

Karena karyawan saya bukan traveller kelas berat, jadi saya cari tempat bagus yang dekat dan medannya super ringan hehe… Ya sudah mau bagaimana lagi, tidak mungkin saya memilih jalan yang bletak bletuk bebatuan. Gunung Bunderlah pilihannya. Sayangnya angkot tidak sampai sini, pangkalan terakhirnya berada 1.5 km dari pintu gerbang. 🙁

Padahal angkoters kek saya bisa ikutan bahagia tuh kalo seenggaknya ada mini shuttle atau feeder aja. 🙁

Oh iya, karyawan-karyawan saya membawa total dua sepeda motor. Yang satu tipe matik 110cc, dan yang satunya lagi gigi keluaran 2011. Dan you know what? Dua-duanya hampir gagal menanjak, terutama saat sudah hampir tiba di plang Curug Seribunya. Wakk.


Curug Geblug

Dulu saat saya ingin ke Curug Seribu, saya salah arah dan menyasar ke Curug Geblug. Tidak paham sih yang benar namanya Curug Cigeblug atau Curug Geblug saja. Tidak paham juga kenapa dinamakan Geblug.  Yasudalah, yang penting ini kali pertama saya outing dengan karyawan saya, hanya seorang saja.

Jarak dari warung pertama ke Curugnya sekitar 800 meter dengan jalanan tanah menanjak dan menurun seperti air terjun pada umumnya. Di tengah itu ada padang terbuka yang jika cerah dapat terlihat 4 puncak Gunung Salak yang menyembul satu-satu dari balik hutan. Oh, di salah satu puncak tersebut ada kawah ratu, 2km dari padang ini.

Curug Geblug

Dari sini jalanan masih menanjak dan menurun lagi. Yah, kira-kira 30 menit perjalanan santai lah, belum termasuk istirahat. Bisa dipangkas jadi 20 menit atau bahkan 15 menit jika jalan cepat tanpa henti. Sampai akhirnya terdengar suara aliran sungai dan kami tiba di…

Yah, air sungainya warnanya merah darah seperti baru saja ada pembantaian sekampung di hulu sungai hehe… Bukan, hanya alga biasa. Karyawan saya seperti kegirangan dan langsung melompat ke air terjun, menikmati pemandangan yang sepertinya baru saja ia temui.

Curug Geblug

Di sini hanya ada payung-payung tanpa ada warung. Jadinya ya sudah, saya dan do’eui hanya menatap sekumpulan air yang pada bunuh diri.

Biaya: Rp25.000 (masuk kawasan, 2 orang 1 spd motor), Rp10.000 (parkir), Rp10.000 (tiket masuk air terjun)

Well, karena saya pun membayari karyawan saya juga, totalnya Rp55.000.


Curug Seribu

Yup tahun depannya, alias empat bulan kemudian di awal Februari 2020, karyawan-karyawan saya yang lain tiba-tiba kesambet setan liburan. Padahal mereka semua orang rumahan. Ya sudah, kali ini saya harus benar-benar tiba ke Curug Seribu.

Akhirnya dengan masuk ke kawasan yang sama, parkir di kawasan yang sama, beloknya saja yang berbeda ternyata. Curug Seribu ternyata harus belok kanan karena kalau lurus ya… ke Curug Geblug lagi hehe…

Oh sebelum masuk ke sesi penitian jalan menuju air terjun ada spanduk yang bertuliskan, “Pengidap asma dan penyakit jantung sebaiknya tidak memaksakan diri ke air terjun.”

Dari sini saya tahu jika medan yang akan kami lalui sedikit tidak main-main.

Perjalanan ke Curug Seribu berbeda dari air terjun-air terjun yang pernah saya jabani. Jalanannya merupakan tangga berbatu yang terus-menerus menurun. Waduh saya khawatir dengan perjalanan pulangnya, pasti karyawan-karyawan saya yang sedang asyik vlogging dan buat status itu bakalan banyak yang mengibarkan bendera putih nanti.

Apalagi beberapa mereka baru pertama kali kesini. Wah wah.

Mana kondisinya baru selesai hujan, batu-batuan banyak yang super licin untuk dipijak. Belum lagi di sampingnya ada jurang. Akhirnya saya mau tidak mau memimpin karyawan-karyawan saya untuk meniti mana yang harus dipijak di antara batu-batu licin tersebut.

Curug SeribuAda beberapa tempat istirahat, jadinya kami tidak khawatir jika kami nanti kelelahan atau kehujanan, tapi, ya… jalanannya terus menurun hingga kami menemukan air terjun bayangan.

Wait what? Saya pikir ini adalah air terjunnya, karena gemuruhnya terdengar dari kejauhan. Ternyata ini adalah yang mereka sebut dengan Curug Sawer.

Curug Seribu

Karyawan-karyawan saya pada mencuci muka di sana, sebelum akhirnya menyebrang melewati bebatuan dan lanjut ke sisi satunya. Btw, sesi menyebrangnya hanya di sungai bayangan karena air terjun tersebut kok hehe…

Karyawan saya agak kaget begitu membaca di tiketnya bahwa perjalanan ke air terjun ‘asli’nya memakan waktu 1 jam, namun setelah dari Curug Sawer itu hanya beberapa ratus meter saja kami sudah mendengar gemuruh yang luar biasa, yang kemudian kami lihat bahwa itu…

Curug Seribu

Waaahamdulillah!

Baru deh semua karyawan saya itu berhamburan mencari tempat selfie masing-masing. Wajar sih, mereka jarang menemukan ini hehe. Kemudian saya suruh salah seorang dari mereka saya suruh berdiri di sebuah batu sesuai keinginan saya dan bergaya apapun sebelum akhirnya saya, cekrek!

Curug Seribu

Curug Seribu

Saya tebak foto profil whatsappnya akan berubah seketika itu juga hehe…

Kami akhirnya turun ke warung-warung dan memesan p*pmie untuk 4 orang. Salah seorang karyawan saya bahkan ada yang membawa tikar untuk digelar. Wah, benar-benar piknik. Karyawan saya akhirnya bicara,

Oh, jadi ini rahasia kenapa Kakak kalo ngoding tuh buset, cepet amat!

Iya dong! Hidung saya memanjang, kepala saya membesar. Hahahah.

“Ayo dong Kak, buka laptopnya, ngoding di sini!” Pinta karyawan saya yang lain. Wah, siap! Saya keluarkan si Lappy dari tas dan mengoding dengan bantuan internet tethering yang sinyalnya masih 4G. Hebat. Dan ternyata, kecepatan internetnya (kartu ind*sat) sampai menyentuh 2MB/s, padahal di indekos saya di tengah kota, dapat 90KB/s aja udah bahagia banget huhuhu…

Akhirnya kami pulang 1 jam kemudian, dengan…

Nah bener kan, semua pada hampir mati lemas di setiap anak tangga karena jalanan pulang terus menanjak. Akhirnya saya bantu mereka dengan memberi pegangan dan cara mudah mendaki agar tidak mudah capek, yakni dengan mendaki zig-zag.

Dari sana karyawan saya lebih menghargai saya even more hahah. Akhirnya ketika jalanan sedikit mendatar kami benar-benar melepas penat di tengah pemandian keringat.

Curug Seribu

Begitu sampai atas setelah ‘berhasil menerbangkan gajah’, saya pesankan minuman hangat dan air mineral untuk para junior saya yang seperti habis berlari sehari penuh sepanjang jalan Raya Bogor.

Biaya: Rp25.000 (masuk kawasan, 2 orang 1 spd motor), Rp15.000 (parkir), Rp10.000 (tiket masuk air terjun)


Galeri

Curug Seribu Curug Geblug Curug Seribu

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    5 Cerita Horor di Kantor Yang Pernah Saya Dengar

    Berikutnya
    Indonesia Itu Indah, Tapi Mengapa Banyak Liburan yang Keluar Negeri?


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas