Mood, atau suasana hati, seringkali menjadi salah satu komponen terpenting dalam menentukan kualitas aktivitas manusia sehari-hari. Semakin baik mood atau suasana hati seseorang, semakin produktif pula ia pada hari itu. Mood terkadang menjadi sebuah motivasi sendiri bagi kebanyakan orang dalam meningkatkan performa kerja mereka.
Inilah mengapa saya sebutkan bahwa mood atau suasana hati baik seseorang sangatlah mahal, hampir tidak tergantikan layaknya waktu. Namun tidak dapat dipungkiri, manusia memang sebenarnya memerlukan saat-saat dimana moodnya menurun drastis sehingga menyebabkan ia menjadi stres atau bahkan depresi.
Alasannya, sebab hal ini diperlukan untuk menyeimbangkan ‘sirkulasi’ hormon dalam tubuhnya, atau dari segi manfaat klasik, mood yang buruk membuka peluang untuk membantu seseorang untuk menjadi lebih dewasa sebab ia seakan dipaksa untuk menjadi lebih banyak memikirkan banyak hal sehingga dapat membuat seseorang menjadi lebih bijak dalam menghadapi masalah saat suasana hatinya sedang kacau.
Bahkan, tetesan air mata saat mood sedang dalam kondisi terendahnya, memiliki segudang manfaat yang tidak pernah ia rasakan saat ia senang.
Seseorang bisa jadi tidak dapat berkonsentrasi saat bekerja jika mood atau suasana hatinya sedang parah. Jika hal ini terjadi, banyak kemungkinan buruk yang mengintainya karena produktivitasnya sedang dalam tahap yang paling rendah. Bisa jadi atasannya akan menegurnya dengan keras karena ia ‘lamban’ dalam bekerja pada hari itu, atau pelanggannya yang akan memarahinya karena pelayanannya buruk.
Mood baik ini sebenarnya dapat datang dengan sendirinya, namun karena pada dasarnya beberapa dari kita memerlukan penyemangat untuk memaksimalkan aktivitas-aktivitas kita pada saat itu, maka yang kita lakukan jika mood kita sedang buruk adalah mencari hiburan untuk menyegarkan diri.
Karena inilah banyak dari kita yang mengunjungi alam liar saat weekend, duduk di depan air terjun dan mendengarkan suara deburannya yang menenangkan, menghirup udara pengunungan, atau meski hanya duduk-duduk di sebuah kafe mewah. Semua ini dilakukan hanya untuk memperbaiki mood yang akan kita kuras habis sebagai bahan bakar kita dalam beraktivitas di hari kerja.
Tetapi tidak sedikit pula suasana hati kita berubah drastis di tengah-tengah karena kita mengalami suatu kejadian yang sangat menyenangkan di mana mood baik kita terkuras habis disebabkan oleh kejadian tersebut. Untuk memperbaiki mood yang rusak di sela-sela aktivitas kerja, tidak mungkin kita bolos dari tempat kerja untuk mencari tempat yang tenang dan jauh dari perkotaan. Dari sini, pertolongan pertama untuk menyelamatkan mood kita adalah mencari mood booster darurat untuk menambal kebocoran mood kita dan memompanya untuk kembali stabil.
Yang biasanya kita lakukan untuk memperbaiki mood darurat tersebut adalah dengan mencari teman untuk menghibur kita, membuka situs web untuk mencari konten hiburan, atau mendengarkan musik hingga membaca buku.
Dari sini kita memahami betapa mahalnya sebuah mood, sesuatu yang jarang kita ketahui sedari kecil.
Saat saya pergi ke Singapura yang merupakan sebuah negara maju, beberapa kali saya menemukan hal yang benar-benar memperbaiki suasana hati saya secara tidak main-main, bahkan masih membekas hingga saat artikel ini ditulis.
Seakan jika boleh saya katakan, setiap langkah kaki yang terpijak di negara itu, mood saya semakin membaik.
Bagaimana tidak? Saya disambut ramah oleh bandara, ya benar, oleh bandara, belum petugasnya. Kemudian pihak imigrasi tersenyum kepada saya dan bahkan seperti mewajibkan saya untuk memberi peringkat seberapa memuaskan layanan pihak imigrasi tersebut.
Seluruh layanan di Singapura begitu jelas dan tidak perlu ada biaya tersembunyi yang menghantui. Jika suatu tempat indah tidak terlihat biaya masuk, artinya tempat tersebut benar-benar gratis. Rekan saya bertanya suatu alamat yang masih terhitung dekat, maka seseorang ada yang mengantar hingga tiba persis di depan alamat tersebut.
Ketika saya berbuat kesalahan di sana dan saya meminta maaf, ‘petugas berseragam yang cukup menakutkan’ justru kembali berucap maaf kepada saya.
Setiap titik di Singapura benar-benar dikelola maksimal, setiap komplain didengar, setiap kesulitan dimudahkan. Benar-benar sebuah negara yang benar-benar ahli dalam menjaga mood seseorang sehingga tidak heran begitu banyak turis yang berkunjung ke negara tersebut meski Singapura tidak memiliki kekayaan alam yang dapat dibanggakan.
Hanya karena Singapura pandai menjaga mood, hampir setiap orang bercita-cita untuk kembali menjadi turis negara tersebut.
Sangat disayangkan jika sebuah negara yang katanya menjunjung tinggi sifat ramah tamah, namun sebagian besar warganya tidak paham bagaimana menjaga mood seorang manusia.
Di sinilah saya sadar, bahwa mood benar-benar sebuah barang yang begitu mahal. Tidak heran mengapa seluruh perusahaan mewajibkan karyawannya untuk melayani pelanggan mereka dengan ramah karena dengan pelayanan yang dapat meningkatkan mood seorang customer, besar peluangnya customer tersebut untuk menjadi pelanggan tetap.
Bahkan, customer yang puas akan menjadi seorang marketer bagi perusahaan tersebut dengan sendirinya.
Jika kita bertanya, mengapa sebuah sektor usaha begitu tidak diminati oleh banyak orang, barangkali karena faktor mood bermain di dalamnya
Sekarang bayangkan sebuah tempat indah yang begitu meningkatkan mood setiap orang-orang yang mengunjunginya. Namun di satu sisi aksesnya buruk, pengelolanya tidak ramah, tarif masuk tidak memiliki standar, dan kebijakan yang membingungkan pengguna. Pada akhirnya, orang-orang akan memilih tempat lain, tidak mengapa lebih mahal yang penting mood mereka dapat terjaga di sana. Ini baru contoh dari sektor pariwisata, belum dari sektor lainnya.
Jadi jangan pernah meremehkan sebuah pelayanan meskipun dengan senyuman, karena akhlak yang baik dapat meningkatkan mood seseorang. Dan perlu diingat, kita perlu membiasakan untuk memperbaiki perlakuan kita kepada orang lain, karena kita sendiri tidak ingin merepotkan diri kita untuk menggantikan mood seseorang yang telah kita rusak.
Jika terlanjur kita merusak mood seseorang pada hari itu, cepatlah perbaiki. Mungkin kita telah terbiasa menerima perlakuan seperti itu dari orang lain, namun orang lain bisa jadi mendapatkan trauma atas tindakan kita kepadanya.
Kenyataannya, masih banyak pekerja yang lupa bahwa mendapatkan pelayanan adalah hak pelanggannya. Banyak pekerja yang ingin hak mereka dipenuhi, namun hak kepada customer yang menjadi ‘pintu rezeki’nya sendiri justru disepelekan.
Beberapa orang menggandrungi bidang seni dengan tujuan dapat menghibur para pemirsanya. Namun sayang, tidak semua pelaku seni dapat memperbaiki mood seseorang.
Ketika kita mendengarkan sebuah musik, belum tentu musik tersebut dapat memperbaiki suasana hati seseorang, karena ada beberapa karya seni yang justru memperparah mood hingga meningkatkan depresi. Dari beberapa musik ceria yang kita dengar, belum tentu juga semuanya dapat meningkatkan mood.
Ada musik yang hanya menggunakan melodi yang upbeat namun tidak dapat memperbaiki suasana hati seseorang. Dari sinilah akhirnya kita menyadari bahwa untuk bermusik bukan hanya memerlukan seseorang yang dapat bermain musik atau hanya sekedar menemukan melodi-melodi indah namun hanya akan berakhir membosankan selang waktu sehari atau dua hari.
Dengarlah musik-musik zaman dulu yang banyak melegenda, lihat bagaimana mereka berhasil dalam memotivasi seseorang hingga para pendengarnya dapat melupakan konflik mereka dalam sesaat dan membantu memulihkan suasana hati sebagian besar orang yang menyimak.
Tidak sedikit pula orang yang menawarkan dirinya hingga memasang harga hanya untuk membantu meredakan masalah seseorang, menjadi teman curhat, dan mengobati suasana hatinya. Karena sekali lagi mereka paham, bahwa mood itu bukanlah barang murah.
Mengapa begitu banyak orang yang tega menghancurkan mood seseorang dan menganggap enteng hal tersebut? Padahal kemungkinan terburuk dari suasana hati yang rusak adalah pemutusan hubungan kerja hingga bunuh diri.
Saya sendiri tidak ingin mendekati orang-orang yang tidak pernah memahami masalah orang lain.
Bagi seseorang yang relijius, membaca kitab suci sudah jelas dapat meningkatkan mood karena Tuhan kita adalah Maha membolak-balikkan hati.
Terkadang jika saya sedang lelah dengan pekerjaan atau suasana hati saya sedang muram, cukup saya ke tempat ibadah dan melakukan ritual ibadah seperti salat dan berzikir di musala, itu sudah dapat meningkatkan mood saya di samping niat utama saya untuk beribadah kepada Tuhan saya, Allah Ta’ala.
Bahkan Tuhan saya berfirman bahwa dengan mengingatNya, hati dapat menjadi tenang.
Bahkan Nabi saya yang teramat mulia, Nabi Muhammad saw., berkali-kali beliau menggalakkan setiap umatnya untuk senantiasa berakhlak baik.
Mood itu mahal dan berharga, jangan sampai dirusak. Tersenyum dapat merupakan ‘sedekah’ kepada seseorang untuk memperbaiki mood mereka, apalagi jika kita memudahkan urusannya.
Mengapa tidak untuk berkontribusi untuk memasang petunjuk arah di fasilitas umum, membersihkan sampah-sampahnya, memberikan informasi dengan detail dan tidak membuang-buang waktu?
Semuanya mudah untuk kita lakukan, namun sayangnya banyak dari kita yang mengerjakannya tidak sepenuh hati sehingga masih belum dapat dikatakan untuk memperbaiki mood seseorang.
Saya ingat sebuah pepatah, “Berbaik-baiklah kepada seseorang, karena mereka mungkin sedang ada dalam masalah mereka masing-masing.“