Tawa Jahat

urban legend by : anandastoon

Tawa Jahat

Sintia terjerembab malam itu, di salah satu sudut rumah yang telah terbengkalai.

Ia babak belur, tersungkur dalam gelap, mengaduh kesakitan, menangis dan memohon agar Melania mengasihani dirinya, dengan mulut yang terikat.

Sintia adalah seorang siswi yang cerdas di sekolah, seorang yang hiperaktif dan pandai bersosial. Melania pun sama-sama cerdas, namun jauh lebih pendiam dan misterius.

Melania berbadan besar, dan jarang bergaul. Ia lebih senang menyendiri di pojok ruangan, sering terlihat sedang melihat-lihat apa pun yang ada di layar ponselnya, sambil sesekali menyeringai.

Sintia pada malam itu baru saja selesai belajar bersama untuk ujian nasional. Ia pulang berjalan kaki melewati jalan setapak di sebuah desa yang tidak terlalu padat.

Melania yang telah mengetahui agenda Sintia, berhasil memukul Sintia dengan batu besar dari belakang dan pingsan. Dengan sarung tangannya, Melania menyeret Sintia ke sebuah rumah besar yang telah dipenuhi alang-alang yang tinggi.

“Tanpa kehadiranmu, hidupku bisa jadi lebih tenang. Selama ini aku merasa risih kau selalu mendominasi kelas.” Ucap Melania kepada Sintia sesaat setelah ia tersadar dan disungkurkan Melania.

‘Jleb’, sebuah pisau besar ditancapkan berkali-kali di area jantungnya, mengabaikan teriakan Sintia yang teredam keheningan malam. Melania hanya mengeluarkan tawa jahat, dan itu adalah hal terakhir yang didengar Sintia.

Darah mulai mengalir, diiringi dengan Sintia yang tidak lagi bernafas. Melania dengan segera menyingkirkan jenazah Sintia, dan mengubur sarung tangannya di tanah yang dalam, beberapa ratus meter dari rumah terbengkalai tersebut.

Dengan berharap-harap cemas, Melania pulang dan secara diam-diam masuk rumah lewat jendela kamarnya. Bertepatan dengan itu, ibu Melania mengetuk pintu kamar Melania dan membukanya.

“Kau sudah selesai belajar?” Tanya sang ibu saat melihat Melania sedang menutup jendelanya. Melania mengangguk.

Beruntung orang tuanya tidak curiga dengannya, Melania setelah itu membersihkan dirinya dan alas kakinya di kamar mandi, menyemprot ruangannya dengan pengharum.

“Untung lampu kamar sudah kumatikan sebelumnya.” Melania tertidur lelah setelah itu.

Esoknya warga desa gaduh sebab hilangnya Sintia. Berhari-hari dilakukan pencarian, barulah mayat Sintia ditemukan telah membusuk dengan pisau di tangannya.

Orang tuanya histeris, polisi beserta warga langsung menyimpulkan kalau Sintia bunuh diri. Melania yang ikut menyaksikan memeluk orang tuanya, berpura-pura syok.

Sepeninggal Sintia, beberapa siswa mulai mendatangi tempat duduk Melania untuk bertanya seputar pelajaran. Melania merasa bahagia karena lampu sorot kini mengarah ke wajahnya, setelah tiadanya Sintia.

Malam itu Melania membayangkan saat teman-temannya mulai menjadikannya andalan. Ia terkikik bangga sembari duduk di atas kasur.

Saat terkikik, bayangan kepala Sintia muncul di hadapannya, di atas meja belajarnya. Kepala tersebut memiliki mata merah, dengan darah yang mengalir keluar dari air mata.

Tersirat kepala Sintia tersebut mengeluarkan emosi amarah bercampur kesedihan.

Melania terdiam, membeku, bertatap-tatapan.

Sejenak kemudian, sosok kepala Sintia tersebut tiba-tiba tersenyum lebar dengan cepat, cekikan dan tiba-tiba menghilang. Melania tak sadarkan diri.

Besoknya Melania sakit panas, meriang, menggigil. Orang tuanya melihatnya sesekali terkekeh. Melania langsung dibawa ke dokter.

Ia masih terkekeh-kekeh. Sekilas dokter hanya menganggapnya entah karena suhu tubuhnya yang sudah terlalu tinggi, atau ada masalah kejiwaan saat melihat Melania yang terkadang terkekeh secara tiba-tiba.

Setelah pulang, Melania semakin sering terkekeh, sesekali tertawa keras sebentar. Orang tuanya hanya menganggap itu sementara saja.

Esoknya, suhu tubuh Melania sudah mereda. Namun ia tidak masih berhenti terkekeh. Bahkan frekuensi tertawanya semakin tinggi. Orang tuanya kebingungan, mempertanyakan apakah anaknya memiliki masalah kejiwaan.

Sang ayah mengetes anaknya dengan berbagai pertanyaan, dan Melania dapat menjawab sempurna, sambil terkekeh dan tertawa terbahak-bahak.

Sementara ibunya melihat sesuatu yang lain, ia melihat kalau Melania memiliki tatapan mata yang sedih, seakan mengisyaratkan kalau anaknya sebenarnya tidak ingin tertawa. Air mata terus mengalir dari mata Melania. Sesekali Melania bergumam di tengah tawanya bahwa ia tidak gila, hanya saja ia tidak dapat berhenti tertawa.

Kemudian orang tuanya bersegera mencari-cari info mengenai dokter spesialis, dengan sayup-sayup terdengar suara tawa anaknya yang tak kunjung berhenti dari dalam kamarnya.

Sesaat kemudian, suara tawa terhenti.

Penasaran, sang ibu segera mengecek kamar Melania dan berteriak histeris. Anaknya telah terbujur kaku dengan mulut terbuka sangat lebar hingga sedikit menyobek kulit pipinya hingga darahnya membasahi pipinya.

Matanya melotot lebar seakan hampir keluar.

Akhirnya warga desa geger paska kematian Melania dan menghadiri upacara pemakamannya yang dikuburkan di samping kuburan Sintia.

Angin semilir dengan atmosfer yang terasa tidak biasa mengiringi proses penguburan jenazah Melania.

Beberapa detik setelah upacara penguburan Melania selesai, orang tua Melania secara tiba-tiba mulai terkekeh tanpa henti, diikuti dengan seluruh warga yang hadir.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Saat Dora The Explorer Berubah Menjadi Kelam

    Berikutnya
    10 Pengalaman Mengerikan Bersama Mayat


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas
    Pakai tema horor