Tenang Saja, Itu Hanya Imajinasi

urban legend by : anandastoon

kripikpasta

sumber: inet

Kalian tahu, anak-anak memiliki daya khayal yang sangat tinggi. Mereka cenderung kreatif, dan banyak mendapatkan hal-hal baru. Dan hal-hal baru tersebut selalu berputar di kepala mereka setiap hari, setiap jam, bahkan setiap detiknya. Membuat siapa pun termasuk orang tua mereka sendiri tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran mereka.

Contohnya yang paling sering dilakukan oleh anak-anak yang membuat mereka sering meminta ditemani tidur, diantarkan ke kamar mandi, dan semacamnya, adalah mereka senang membuat makhluk imajinatif. Sekarang kalian mengerti mengapa di antara anak-anak atau bahkan kalian sendiri mengalaminya, setiap ingin tidur kadang meminta diperiksa oleh orang tua mereka apa yang berada di bawah tempat tidur mereka, dan para orang tua bahkan terkadang melakukannya sehingga membuat para makhluk imajinatif itu seolah benar adanya.

Namun biasanya anak-anak akan mulai meninggalkan kebiasaan itu ketika mereka beranjak remaja, tepatnya mulai usia 10 tahun. Bahkan mereka sendiri menganggap itu adalah aktivitas konyol yang seharusnya tidak terjadi lagi di usia mereka.

Tetapi tidak denganku. Mungkin karena terlalu seringnya aku menciptakan monster-monster imajinatif, aku bahkan menganggap mereka benar-benar ada, meskipun hari ini usiaku sudah menginjak 23 tahun. Tentu saja itu membuatku depresi, karena setiap harinya aku dapat terkejut dengan suara apapun yang muncul secara tiba-tiba. Atau aku merasa trauma dengan sekat-sekat yang dibuat tanggung antar dinding. Begitu juga dengan lubang, bayanganku atau bukan selalu saja muncul di sela-sela itu.

Semenjak bekerja di Jakarta, aku tinggal di sebuah apartemen di kawasan Kalibata, sendirian. Untung saja tetanggaku adalah teman baikku dari kecil yang bersedia tinggal bersebelahan denganku sehingga dia adalah orang pertama yang akan aku ganggu ketika aku merasa ketakutan. Kebetulan dia baru pulang dari luar negeri dan ingin bekerja di tempat yang dekat dengan apartemen ini. Aku benar-benar berutung. Namun hal itu tidak terlalu banyak membantu. Hal ini terjadi ketika aku makan malam dan temanku belum pulang dari kerjanya, ada suara menderak dari lantai kamar mandi yang tiba-tiba terdengar. Seperti biasa aku membeku mendengar hal itu, mengingat aku tinggal sendiri di kamar. Dan sial, aku membiarkan pintu kamar mandinya terbuka.

Tak lama, sesuatu nampak keluar dari kamar mandi itu, aku tak dapat bergerak sedikit pun. Entah karena takut atau penasaran, mataku seakan dibiarkan menatap makhluk yang sebentar lagi keluar dari kamar mandiku itu. Dia perlahan keluar hingga akhirnya wujud aslinya tampak. Tangannya hanya memiliki tiga jari, hitam berlendir. Tubuhnya tak begitu jelas bentuknya, mukanya hitam lonjong seperti alien, hidungnya tidak ada, hanya lubang di tengkoraknya, juga tanpa mulut, rata dengan wajahnya dan mata yang hanya terbuka sebagian… sambil menatapku.

Menyadari aku sedang menatapnya kembali, dia perlahan-lahan mendekatiku dengan kakinya yang panjang, kurus, dan juga hitam berlendir. Langkahnya meninggalkan bekas air berwarna kecoklatan seperti minyak yang sudah dipakai beberapa kali di lantaiku. Aku tiba-tiba bergetar ketakutan mengingat aku dan makhluk itu hanya tinggal sekitar 1 meter dari tempatku duduk. Aku lihat dengan jelas tangannya yang basah dan lengket itu mulai bergerak ke arah wajahku. Spontan aku memalingkan wajah dan berteriak.

“Tenang, itu hanya imajinasi” Bisikku. Dan benar makhluk itu sudah tidak ada lagi, berikut jejak lendirnya. Aku tahu itu bohong, hanya imajinasiku. Namun aku tidak mau begini terus, aku menganggapnya seolah-olah nyata. Apalagi aku tidak dapat membiasakan diri dengan kejadian-kejadian aneh tersebut. Siapa di sini yang tahan dengan sebuah makhluk yang tiba-tiba datang dan ingin mencengkeram wajahmu? Meskipun itu hanya imajinasimu, aku yakin tidak ada yang mau. Aku sengaja tidak bercerita kepada siapapun karena aku pikir mereka akan menganggapku konyol.

Malam itu aku ingat bahwa temanku lembur hingga aku benar-benar sendirian di lantai apartemen ini. Aku mematikan lampu kamar dan membiarkan lampu lorong menyala sambil menghibur diri, mereka tak ada, jangan dibayangkan, semua akan baik-baik saja, ayo, pikirkan hal yang positif. Semua kupikirkan berulang-ulang hingga aku mengantuk dan tertidur.

“kreek… kreek”

Baru aku terlelap, kemudian aku terbangun dengan suara aneh itu. Aku langsung menyadari bahwa sesuatu berdiri di pojok kamarku dengan bentuk yang aneh. Oh tidak, jangan lagi. Sesuatu yang kutebak sebagai tangan makhluk itu sedang menggosok-gosokkan kukunya ke dinding. Ternyata suara tadi berasal dari sana. Tiba-tiba dia menoleh cepat kepadaku seperti menyadari aku yang tengah memperhatikannya dan mulai tersenyum lebar, sangat lebar melebihi volume mulut orang-orang normal, menampakkan gigi-giginya yang keseluruhannya adalah taring, tanpa ada gigi seri dan geraham. Sambil tersenyum, makhluk itu perlahan menuju ke arahku.

Seperti biasa aku membatu, tak dapat bergerak. Bukan karena sesuatu yang mirip tindihan atau semacamnya. Tidak tahu kenapa, aku seakan-akan dibuat penasaran agar terus menatap makhluk ‘karya’ku sendiri itu. Aku juga tidak mengerti mengapa mereka sama sekali tidak memiliki unsur ‘hantu Indonesia’, yang ada justru lebih mirip hantu luar negeri. Mungkin sebabnya karena aku lebih sering menonton film horor Barat.

Tanpa sadar makhluk itu sudah ada berada tepat di depan ranjangku, yang kulihat adalah tubuhnya cokelat mengkilap seperti guci tembikar, sedang mengangkat tangannya yang ternyata dia tidak memiliki jari, hanya kuku yang mencuat dari sela-sela ujung tangannya, yang juga mengkilap seperti tembikar. Aku tersadar, makhluk itu ingin membunuhku! Aku teriak keluar ruangan sambil mengetuk pintu kamar tetanggaku yang sekaligus temanku itu dengan keras. Dia akhirnya membukakan pintunya, dan untung dia mau diganggu olehku.

Setelah temanku bertanya ada apa, aku hanya jawab sesuatu yang sangat menyeramkan baru saja terjadi. Temanku sudah paham dan dia bersamaku mengecek kamarku itu. Sebagaimana biasa, kosong. Monster itu hanya imajinasiku. Namun aku tetap ketakutan dan meminta menginap di kamar temanku. Temanku menyanggupinya. Dia benar-benar teman yang baik, mungkin suatu saat saya akan membalas jasanya.

Malam berikutnya aku agak sedikit trauma untuk tidur kembali di kamarku itu. Aku tidak tahu makhluk apa lagi yang akan datang untuk menggangguku malam ini. Aku sejujurnya rindu tempat tinggalku bersama orang tuaku. Aku damai bersama mereka tak peduli aku diganggu sedemikian rupa oleh makhluk-makhluk yang tidak dikenal. Sayangnya jarak dari rumahku ke kantor terlalu jauh hingga terpaksa aku tinggal di apartemen, karena rumahku berada di luar pulau. Baru tinggal sekitar 4 hari di sini aku sudah sangat tidak betah. Walaupun aku memiliki tetangga yang nyata-nyata temanku sendiri serta mengerti bagaimana keadaanku, namun dia tidak selamanya ada untukku.

Aku mencoba memejamkan mataku malam itu. Aku mencoba untuk tenang dan mencoba memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Tak kusangka, malam itu damai, tenang, mungkin aku akan tidur lelap malam ini. Tapi tunggu, aku tiba-tiba merasakan sesuatu, naluriku mengatakan bahwa aku harus membuka mataku, sekarang! Aku menurut, kubuka mataku dan sudah kutebak, ada makhluk lagi.

Namun kali ini telah ada 2 makhluk, yang setelah aku perhatikan, makhluk itu bukanlah makhluk baru, melainkan makhluk yang telah kulihat kemarin-kemarin. Iya, yang satu makhluk yang berlendir cairan seperti minyak itu, dan tentu saja, makhluk aneh yang berkuku layaknya tembikar. Lebih parah lagi, mereka sekarang berdiri tepat di depan ranjangku, memberikan gerakan ancang-ancang yang terlihat seperti ingin membunuhku. Aku teriak, melompat dari tempat tidur keluar ruangan menggedor kamar temanku. Sialnya, tidak ada jawaban.

Aku tak mau membuang waktu, makhluk-makhluk tersebut masih ada di kamarku, menatapku dengan senyumnya yang mengerikan. Aku berlari keluar dari apartemen secepat mungkin memakai tangga. Persetan dengan lift! Begitu keluar kebetulan aku menemukan taksi yang sedang parkir, segera aku memasuki taksi tersebut dan pergi mencari psikolog terdekat. Aku ingin terapi! Hingga akhirnya sekitar 3 km dari apartemen yang kutinggali aku menemukan tempat tinggal dokter psikolog. Karena mungkin sudah malam, aku hanya konsultasi sebentar dan dokter psikologi itu mengizinkan aku untuk tinggal di rumahnya.

Paginya, setelah aku berkonsultasi, aku merasa lebih tenang. Aku melanjutkan hariku setelah itu dengan berjalan-jalan di taman. Kebetulan hari itu hari Sabtu, aku sedang libur kerja. Aku kemudian duduk di kursi taman, menikmati hari sambil mencoba melupakan trauma-trauma yang kualami kemarin. Psikolog itu berkata, aku masih harus rutin mengunjunginya 3 hari sekali sampai traumaku hilang. Aku senang.

Kemudian karena merasa bosan, aku mencoba menghubungi teman baikku yang sekaligus tetangga apartemenku itu. Tetapi suatu yang sangat ganjil terjadi. Yang mengangkat telepon temanku justru ibunya, dan ketika aku mengatakan bagaimana kabarnya sekarang, ibunya memberikan jawaban yang mungkin takkan pernah aku lupakan sekalipun berkali-kali aku mengunjungi psikolog tersebut.

Ibunya berkata, “Mohon maaf baru mengabarimu sekarang, ibu lupa…”

Sang ibu terisak sejenak, sepertinya sedang mulai menangis. Lalu melanjutkan perkataannya, “Anakku sudah meninggal dibunuh. Hingga saat ini pembunuhnya belum diketahui identitasnya. Yang ada hanyalah beberapa barang bukti di dekat mayat anakku pada saat itu kata polisi. Yaitu bercak-bercak minyak dan beberapa buah potongan tembikar…

…dia ditemukan tewas di apartemennya sewaktu dia masih di luar negeri seminggu yang lalu.”

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Kripikpasta 4 : Kencan Online

    Berikutnya
    Kripikpasta 6 : Bayiku Tercinta


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas
    Pakai tema horor