Taman yang Angker
urban legend by : anandastoon
Paijo, 23 tahun, tinggal di daerah Cisauk, adalah sebuah pemuda yang baru saja merauntau dari Kebumen untuk mencari penghidupan mandiri di kota. Kesehariannya dia pulang dan pergi dengan kereta komuter menuju kantornya di Jakarta. Hingga suatu saat ketika di kereta, dia duduk bersebelahan dengan seorang penumpang wanita, yang kemudian tiba-tiba dompet wanita tersebut terjatuh. Paijo langsung mengambilkan dompet wanita tersebut pada waktu wanita itu mulai menyadarinya. Wanita tersebut berterima kasih kepada Paijo karena telah repot-repot mengambilkan benda berharganya tersebut.
“Kerja di mana mas?” Tanya wanita itu terlebih dahulu.
Paijo tentu saja terkejut mendapat sapaan tiba-tiba dari lawan jenis. Sepertinya wanita itu memang senang berkomunikasi. Ditambah lagi wanita tersebut lumayan cantik. Paijo semakin gugup. Mungkin inilah yang disebut dahsyatnya pandangan pertama.
“A…aku… kerja di PT. ABG di gedung anu daerah Menteng.”
Kemudian pembicaraan tersebut berlanjut hingga diketahui ternyata wanita itu bernama Tukiyem, kantornya berada di daerah Salemba, namun tak disangka, dia juga tinggal di Cisauk. Bahkan hingga stasiun terakhir, pembicaraan masih tetap dilanjutkan di angkot. Akhirnya Tukiyem turun duluan. Rumahnya tidak terlalu jauh dengan kontrakan Paijo.
Besoknya ketika Paijo berangkat kerja, dia bertemu lagi dengan Tukiyem. Wah, apakah ini jodoh? Paijo memikirkan hal itu mungkin terlalu awal. Tukiyem pun kaget melihat Paijo lagi. Maka pembicaraan yang lain pun dimulai kembali. Pada saat itu Paijo mengatakan mungkin jika di sini pembicaraan mereka tidak maksimal. Tukiyem sepertinya paham maksud Paijo, lalu Tukiyem memberikan kartu namanya ke Paijo.
“Di sana.” Tukiyem menunjuk ke arah sudut kartu namanya, “Ada nomor teleponku.”
Paijo pun gembira, tak diduga mendapatkan teman, eh, mungkin bisa jadi pacar baru untuk mengisi hari-harinya yang sendiri di kontrakannya. Sorenya Paijo mengajak Tukiyem bertemu lewat pesan singkat. Karena ternyata Tukiyem sama dengan Paijo, maksudnya sama-sama mengontrak, dia mengiyakan. Kebetulan malam ini malam Sabtu, tak masalah karena besok kantor libur. Sewaktu bertanya di mana lokasi bertemunya, Paijo memberi usul di taman sebelah lahan yang tidak terpakai dekat sebuah danau di Cisauk.
Sebenarnya Paijo tahu taman yang dia usulkan itu sudah tidak pernah disentuh oleh warga sekitar setiap malam hari karena memang dulunya banyak kasus pembunuhan yang terjadi di pojok taman dan sekitar semak-semak. Semua pengunjung taman yang dibantai setiap malam harinya, selalu ditemukan tewas pada pagi harinya dengan kondisi tubuh yang sudah terpisah-pisah. Tidak pernah diketahui identitas pembunuhnya dan taman itu dibiarkan kosong bertahun-tahun hingga menjadi tidak terawat seperti kebun tanpa pemilik. Namun pada siang harinya, taman itu dilalui warga sekitar yang beraktivitas meskipun tidak banyak. Bahkan petugas kebersihan terkadang terlihat sedikit membersihkan taman angker tersebut. Taman ini hanya benar-benar sepi di malam hari.
Rupanya Tukiyem mengetahui taman tersebut, dan Tukiyem menyanggupi. Paijo tidak tahu apakah Tukiyem mengetahui cerita mengenai taman itu sebelumnya, tapi ya sudah lah. Malam itu setelah konfirmasi dengan Tukiyem, Paijo bersiap untuk mengunjungi taman yang telah dijanjikan.
Sesampainya ke Taman tersebut alangkah terkejutnya Paijo melihat Tukiyem telah menunggunya di sebuah bangku taman yang langsung menghadap danau. Paijo menghampiri Tukiyem untuk memastikan bahwa itu benar-benar dia. Khawatir itu adalah sosok hantu orang yang tewas dibunuh di taman itu dan menyamar sebagai Tukiyem. Ketika baru beberapa meter Paijo melangkah tiba-tiba Tukiyem mengalihkan wajahnya ke Paijo. Paijo sangat kaget melihat Tukiyem yang tiba-tiba itu. Namun Tukiyem kemudian memanggil Paijo dengan suaranya yang biasa.
Oh, syukurlah. Tukiyem asli. Paijo langsung duduk di sebelah Tukiyem dan keduanya bersama menatap pantulan rembulan di permukaan danau.
“Alasanku mengajak kamu kemari adalah karena pemandangan yang sangat indah pada malam hari.” Sapa Paijo memulai pembicaraan. “Tetapi apa kau pernah mendengar cerita yang berhubungan dengan taman ini sebelumnya?”
Tukiyem menggeleng, “Tidak belum, aku cukup baru di sini. Memang ada apa?”
Paijo mulai bercerita mengenai taman ini yang sering memakan korban pada malam hari. Para pengunjung seperti dibunuh oleh seseorang, dan hingga saat ini belum ditemukan pembunuhnya. Karena seringnya kejadian tersebut akhirnya taman ini selalu sepi pada malam hari.
Tukiyem yang tiba-tiba merinding langsung menyanggah, “Kalau begitu segera tinggalkan tempat ini. Aku takut terjadi apa-apa.”
Paijo menenangkan, “Tenang, kejadian itu hanya legenda berpuluh-puluh tahun yang lalu. Aku saja belum pernah melihat bukti yang nyata selain dari mulut orang-orang.”
“Benarkah?” Tukiyem mencoba memastikan.
“Lihat, kau aman kan sedari tadi menunggu?”
Tukiyem akhirnya mulai dapat sedikit tenang. Lalu berbicara kepada Paijo, “Sekalipun benar hal itu terjadi, mungkin pembunuhnya sudah tidak ada lagi. Karena katamu hal itu telah terjadi beberapa puluh tahun lalu bukan?”
Paijo mengangguk. Akhirnya mereka berdua menatap indahnya pantulan rembulan di permukaan danau dengan tenang.
“Jika terjadi sesuatu padamu, tenang, masih ada aku.” Kata Paijo mantap. Tukiyem terlihat memerah karena tersipu.
Paijo kemudian melanjutkan perkataannya dengan lantang, “Aku berani bersumpah, malam ini kita aman, karena aku yakin tidak ada sesuatu yang berbahaya apapun, termasuk pembunuh. Dengarkan aku, tidak akan ada yang namanya pembunuh.”
“Apa kau yakin?!” Aku yang sedari tadi bersembunyi di semak-semak keluar menuju mereka dengan sebilah golok tajam terhunus di tanganku sambil tertawa sembari melihat mereka berdua terkejut ketakutan.
Malam ini korbannya langsung dua.