Kembali Ke Masa LaluJika kalian menyangka ini adalah artikel yang membahas tentang nostalgia, bukan, bukan itu yang ingin saya tulis. Benar bahwa ada beberapa butir yang sedikit sarat nostalgia, namun itu tidak menjadi tema artikel kali ini.

Lagipula, saya sudah pernah menulis artikel tentang nostalgia tersendiri di sini. Jadi artikel ini bukan mengenai pembahasan tentang kejadian sepuluh tahun lalu atau kejadian masa kecil tahun 90-an, ini bahkan masih memiliki rentang waktu yang begitu dekat dengan sekarang ini.

Saya hanya merasa banyak sekali orang-orang yang berpendapat bahwa apa yang terjadi tiga atau lima tahun lalu, ternyata lebih baik daripada hari ini.

Sekarang, apa alasan mereka ingin kembali ke masa lalu? Padahal banyak hal jauh lebih baik terjadi hari ini daripada tahun-tahun sebelumnya.

Perkembangan teknologi sudah semakin canggih dan memudahkan, jalanan sudah banyak semakin teraspal, pembangunan sudah sangat masif, dunia sudah semakin terang, dan pembaharuan secara aktif dilakukan. Lalu apa alasan banyak orang ingin kembali ke tahun-tahun sebelumnya?

Saya ternyata menemukan lima buah alasannya.


Orang-orang terbaik masih sering dijumpai

Belum lama ini saya melakukan polling di Instagram yang ternyata sekitar 80% (saya lupa tepatnya) audiens mengutarakan bahwa sosok favorit mereka tidak lagi seenerjik dahulu.

Bahkan beberapa sosok favorit seperti seniman, penulis, kreator konten, atau orang-orang yang mereka ikuti ternyata telah berhenti berkarya.

Ditambah lagi, sepertinya hari ini mencari pengganti dari sosok-sosok favorit tersebut sudah sangat jarang, tidak sesering dahulu.

Benar bahwa karya orang-orang terdahulu banyak yang buruk, namun jika kita kembali bandingkan, ternyata orang-orang zaman dulu yang kita kenang jauh lebih banyak daripada di zaman sekarang ini.

Maka dari itu tayangan televisi zaman dahulu sangat banyak yang menarik. Saya ingat dahulu ada seri Tuyul dan Mbak Yul yang sangat saya nikmati. Tetapi setelah usai, ternyata ada seri pengganti lain yang tidak kalah serunya seperti Jin dan Jun, atau Jinny oh Jinny. Begitu pula dengan acara televisi lainnya.

Pun sama halnya dengan permainan jadul yang berulang kali kita mainkan, seperti tidak ada bosan-bosannya.

Padahal zaman dulu masih memiliki teknologi yang sangat terbatas. Namun kualitas waktu yang kita dapatkan di masa lalu seakan lebih baik.

Di zaman sekarang ini sebenarnya saya memiliki beberapa Youtuber atau konten kreator favorit. Beberapa dari mereka sudah tidak lagi berkarya dan sepertinya sulit mencari penggantinya. Beberapa dari yang bertahan sudah mengalami penurunan kualitas. Hanya sedikit sekali yang masih mempertahan energinya.

Apalagi jika orang-orang yang kita favoritkan memang ternyata sudah tiada.


Esensi yang semakin meredup

Perusahaan animasi favorit seperti Disney, atau bahkan animasi legendaris seperti Tom & Jerry yang serinya masih berlangsung hingga saya menuliskan artikel ini, ternyata saya mendengar banyak sekali keluhan dari para penggemarnya (termasuk saya juga) bahwa kualitasnya tidak sebaik dahulu.

Bahkan permainan favorit saya, Candy Crush, telah mengalami banyak kemerosotan semenjak 2019. Bonusnya dipersulit, level yang semakin membosankan, harga booster yang semakin mahal, desain yang semakin kaku, minim improvisasi, dan terlalu sering mengalami bug atau gangguan.

Seakan-akan perusahaan tersebut telah membanting stir dari membuat konten karena cinta dan sepenuh hati, menjadi karena uang sebagai tujuan utama.

Hal yang sama pun menimpa bidang lainnya. Dahulu, desain grafis adalah salah satu pekerjaan bergengsi. Namun karena banyaknya newbie dan wannabe yang berbondong-bondong ingin menjadi desainer hanya karena dapat iming-iming gaji yang besar dan kemudahan-kemudahan teknologi yang menjanjikan, esensi desain menjadi anjlok.

Seseorang yang dahulu dapat dibayar Rp10 juta hanya untuk mendesain sebuah logo yang memiliki banyak arti dan filosofi, kini harus bersusah payah bersaing dengan pasar desain yang berlomba-lomba menawarkan jasa desain murah hanya Rp50 ribu saja.

Begitu pun dengan programer, saya hingga kelelahan mencari programer yang murni mengoding karena kemampuan algoritma mereka. Kebanyakan hanya menginginkan gaji selangit namun saat saya beri pertanyaan programing, banyak dari mereka yang kemampuannya baru pantas menerima gaji UMR.

Lebih parah lagi, banyak orang-orang yang menerima pekerjaan yang tidak seharusnya. Tentu saja itu sangat merusak esensi dari pekerjaan tersebut.

Saya pernah menonton dokumentasi sekilas Live Action Disney The Lion King, yang memiliki review buruk dari para komentator. Masalahnya, daripada sebuah film layar lebar, ternyata lebih mirip film dokumentasi.

Akhirnya biang keladinya ada pada orang yang membuat film animasinya menjadi realistis. Ia terlalu fokus dengan kecanggihan teknologi agar filmnya terlihat sangat realistis daripada memasukkan unsur emosi dan drama selayaknya sebuah film. Dan itu seharusnya dilakukan oleh divisi yang berbeda.


Golden Era yang sementara

Sejujurnya, saya tidak tertarik saat kemarin banyak orang-orang dan media massa yang menggaung-gaungkan perusahaan rintisan (startup) yang unicorn. Perusahaan unicorn ini memiliki nilai atau valuasi satu juta dolar atau sepuluh miliar rupiah.

Tetapi karena di tahun-tahun itu istilah unicorn dan decacorn tengah hype, yang mana sedang merupakan masa-masa keemasan perusahaan startup IT, saya menjadi kesulitan untuk mencari orang untuk berdiskusi tentang masalah ini.

Di masa-masa itu, banyak investor yang ‘menghambur-hamburkan’ uang bermilyar-milyar rupiah sehingga menambah valuasi perusahaan-perusahaan startup tersebut. Tidak heran pada masa-masa itu, banyak perusahaan rintisan yang menawarkan diskon besar-besaran kepada para penggunanya. Mereka sedang dalam tahap pembakaran uang.

Di masa pembakaran uang ini, perusahaan startup tersebut bahkan rela menggaji para junior dengan gaji selangit, yang sangat tidak layak jika diukur lewat kemampuan para junior tersebut.

Pada akhirnya golden age startup IT usai, dan akibat dari disonansi mulai terlihat jelas.

Investor mulai menampakkan taringnya dan menagih investasinya berkali-kali lipat, badai PHK di mana-mana, dan perusahaan bekerja ekstra untuk mempertahankan kepercayaan pelanggan karena mereka tidak lagi menyediakan banyak potongan harga seperti kemarin.

Belum lagi para karyawan yang terkena PHK banyak yang sulit melamar pekerjaan sebab mereka mencari perusahaan yang ingin menggajinya sama seperti gaji mereka di perusahaan sebelumnya, yang telah membayar mereka terlampau tinggi.

Itu masih salah satu contoh terhangat dari sebuah ‘tragedi’ paska masa keemasan.

Apalagi saat kita melihat sejarah, banyak sekali kejadian mengerikan seusai masa-masa keemasan tersebut. Sebagian besar terjadi karena banyak orang yang lengah saat itu.

Kita sebaiknya waspada jika kita menemui sesuatu yang sedang dalam masa-masa kejayaannya. Karena jika belajar dari pengalaman sebelumnya, kebanyakan golden age itu tidak pernah bertahan lama.

Namun tetap, bagi saya masa keemasan yang paling banyak saya jumpai justru berasal dari tahun 80 hingga 2000an. Walaupun saya baru lahir di pertengahannya.


Pernah merasakan hikmah sejarah

Jika ada orang tertua di keluarga kita dan beliau masih hidup, mungkin kakek atau nenek kita, beliau mungkin pernah mengalami masa-masa kegelapan saat penjajahan.

Begitu pun dengan negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, dan negara-negara Eropa.

Setelah babak belur dari perang dunia II, Jepang dan negara-negara Eropa belajar sesuatu yang sangat penting dari dampak peperangan, kemudian mereka berbenah dan membuat negara mereka menjadi lebih baik hingga menjadi negara maju.

Singapura pun sama, di masa-masa itu, ia ditendang dari Malaysia tanpa ada asupan persediaan sumber daya alam kecuali sangat sedikit. Kemudian sang Founding Fathernya bangkit dan menyulap negara sekarat tersebut menjadi sebuah negara kecil yang unggul hampir di berbagai bidang.

Bagaimana dengan Indonesia? Kita pun juga kemudian bangkit meski tidak seintens negara maju. Namun intinya kebangkitan ini terjadi karena dipicu oleh kelamnya masa lalu yang tidak ingin terulang kembali.

Sayangnya, generasi yang lahir selanjutnya tidak pernah mengalami penderitaan tersebut, jadi hanya sedikit yang mengerti dan mampu meneruskan perjuangan generasi sebelumnya.

Saya agak mengernyitkan dahi saat beberapa orang Jepang di Quora berkata bahwa Jepang tidak sebersih dahulu. Beberapa anak mudanya lebih sembrono dalam membuang sampah dan tidak jarang ditemukan beberapa puntung rokok di jalanan.

Negara-negara Eropa pun sama, tingkat kejahatan semakin meningkat karena beberapa generasi yang ceroboh dan tidak menghargai perjuangan masa lalu.

Hal inilah yang membuat kualitas sebuah generasi menjadi anjlok, membuat kita berpikir bahwa masa lalu ternyata masih lebih baik.


Masa depan itu menyeramkan

Tidak ada yang lebih mengerikan dari masa depan yang masih abu-abu. Tidak ada yang tahu apakah kita akan sukses atau tidak di masa depan. Bahkan dukun pun sebenarnya hanyalah tipu daya karena mereka sama-sama tidak tahu.

Dahulu sewaktu kita kecil, kita bercita-cita pada usia 25 bahwa kita akan memiliki kendaraan, rumah sendiri, dan menikah. Tetapi ternyata hari ini banyak orang yang sudah hampir berusia 30 hanya memiliki salah satu dari impian tersebut atau bahkan tidak memilikinya sama sekali.

Setiap hari, seseorang semakin dihantui mengenai bagaimana nasibnya di hari esok.

Itu baru masih masalah pribadi. Belum lagi semakin ke sini, berita tentang ramalan atau prediksi masa depan kebanyakan bukanlah berita baik. Pemanasan global, perubahan iklim, resesi, inflasi, krisis, persediaan bahan bakar menipis, dan masih banyak lagi, menghantui setiap lapisan masyarakat.

Pada akhirnya banyak orang yang teringat masa lalunya yang mana kehidupannya pada saat itu masih jauh lebih simpel, lebih berbahagia.


Konklusi

Zaman memang kemungkinan besar akan semakin dan semakin buruk. Namun pilihan yang kita punya hanyalah tetap mempertahankan esensi (hobi dan identitas) kita, tidak panik dan serakah dalam mencari penghasilan.

Kita pun dapat menjadi pahlawan masa kini dengan tetap memberikan edukasi, membuat hal-hal yang mempermudah, melakukan banyak perbaikan, melaporkan segala sesuatu yang membuat kita tidak nyaman, dengan harapan kita akan menjadi teladan dan tetap mempertahankan kemurnian zaman.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    5 Salah Kaprah Masyarakat Tentang Programmer

    Berikutnya
    Saat Psikolog Tak Mendukung Kesehatan Mental


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas