Salah Kaprah Masyarakat

Semenjak ‘tren’ mengenai perusahaan-perusahaan rintisan IT yang merebak beberapa tahun lalu, semenjak itu pula mulai muncul keterbukaan masyarakat akan profesi programer yang seringkali di angkat ke media-media mainstream.

Saya hanya merasa, waktu itu lowongan pekerjaan menjadi programer begitu tersebar di banyak tempat, terutama situs-situs web. Begitu juga di media-media sosial yang gencar mengampanyekan ‘seruan’ untuk menjadi programer dengan segudang benefit.

Tetapi tentu saja sedari dahulu, programer seringkali disalahpersepsikan oleh banyak orang, entah dari orang-orang awam, atau pun dari programer itu sendiri.

Sebenarnya saya ingin menulis ini dari beberapa tahun lalu, namun lupa. Baru teringat lagi setelah saya memublikasikan beberapa lowongan pekerjaan untuk programer baru yang akan menjadi karyawan saya.

Memang apa saja salah kaprah masyarakat mengenai programer? Saya temukan lima.


Programer adalah coder

Benar bahwa sebagian besar waktu dan tugas programer itu dikerahkan untuk mengoding. Tetapi merupakan salah kaprah anggapan bahwa programer sudah pasti tukang ngoding.

Lho, memang apa seharusnya?

Programer, sesuai namanya, sudah jelas adalah orang yang memrogam sesuatu. Programer memrogam sebuah mesin agar menjadi sesuatu yang dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Kata kuncinya adalah memrogram, atau menyusun, mengatur, merancang.

Jangan lupa bahwa ada sebuah kata sakti yang membuat seseorang menjadi programer sejati. Kata itu adalah “algoritma” yang dapat diartikan sebagai susunan dan skenario akan sebuah peristiwa yang kemudian ditanam ke sebuah alat lewat koding.

Programer bahkan sering disebut sebagai Software Engineer, yang artinya perekayasa perangkat lunak.

Seorang programer seharusnya memang mengalokasikan waktunya untuk fokus merekayasa, bukan untuk mengoding.

Merekayasa itu seperti bagaimana teks yang berada di dalam gambar bisa diekstrak, atau dipisahkan menjadi teks yang dapat disalin dan diubah-ubah. Atau bagaimana sebuah barang dapat dilacak berapa stok yang tersisa saat ada barang masuk dan keluar.

Semua itu perlu algoritma, yang mana algoritma itu kemudian diterjemahkan lewat koding agar dipahami oleh mesin.


Programer adalah orang IT

Ini adalah anggapan salah kaprah yang sering terjadi di kalangan masyarakat awam. Bahkan banyak sekali meme-meme yang bertebaran di Internet, menyinggung hal ini.

Misalnya, programer dianggap sebagai orang yang ahli seluruh lingkup IT, sehingga mereka diberi tugas untuk memperbaiki printer rusak, wifi yang lemot, hingga memasang kabel-kabel. Padahal itu jauh sekali dan tidak berhubungan sedikit pun.

Programer hanyalah seorang spesialis. Sama seperti dokter spesialis yang hanya menangani bagian tubuh tertentu sesuai keahliannya saja.

Kita tidak pernah menyuruh dokter ahli gigi untuk memeriksa kandungan. Atau kita tidak pernah menyuruh guru matematika untuk mengajar bahasa Arab. Kecuali jika mereka memiliki keahlian sekunder, dan itu adalah hal yang sangat tidak umum.

Programer, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, adalah perekayasa perangkat lunak.

Artinya sudah jelas hanya di lingkup perangkat lunak (software) saja batasan keahlian programer. Dan itu pun perlu dipersempit lagi menjadi perangkat lunak di bagian apa. Tampilan kah? Pemrosesan data kah? Keamanan kah?

Bahasa pemrograman yang dikuasai apa? C++ kah? Python kah? Java kah? PHP kah? Ingat ada puluhan pemrograman di luar sana yang dipakai.

Bahkan masih bisa dipersempit lagi apakah spesialisnya hanya di Android atau iOS atau website. Komputer desktop atau HP (mobile)?


Programer bergaji tinggi & bergengsi

Beberapa orang berbondong-bondong ingin menjadi programer saat banyak perusahaan menawarkan gaji yang tinggi, minimal dua kali di atas UMR.

Padahal, untuk mendapatkan gaji tinggi tidaklah semudah itu.

Banyak perusahaan yang berani membayar programer dengan gaji yang terlalu tinggi dan tidak semestinya kebanyakan karena mereka berada di tahap ‘pembakaran’ uang dari investor. Bahkan programer junior yang harusnya hanya layak digaji 4 juta saja, bisa hingga dua digit (10 juta ke atas).

Apakah itu hal buruk? Ya, tentu.

Sebab programer junior yang mendapatkan gaji terlalu tinggi, ia akan kesulitan melamar ke perusahaan lain karena ekspektasi bayaran yang terlampau jauh di atas yang seharusnya.

Apalagi jika sebuah perusahaan menggembar-gemborkan kerja programer yang santai dan dapat dimana saja. Meski itu benar, namun bagi programer junior, itu akan menumbuhkan egonya dan dapat menghancurkan kordinasi antar tim.

Bisakah programer mendapatkan gaji tinggi? Sangat bisa.

Sama seperti pekerjaan lain, semakin tinggi pengalaman dan jabatan seseorang, semakin tinggi pula bayaran yang harus ia terima. Begitu pun dengan programer.

Apalagi kualitas programer ditentukan oleh kemampuan mencetuskan algoritmanya. Itu adalah kemampuan mahal yang menentukan seberapa besar seorang programer harus dibayar.

Kemampuan manajerial programer pun menjadi salah satu yang sangat krusial. Karena berapa banyak programer yang mengaku sudah senior/ahli, namun cara mengodingnya masih sulit untuk dipahami antar tim.

Jadi jangan sesekali seseorang yang baru bisa mengoding aplikasi ringan seperti kalkulator kemudian berharap gaji selangit.


Programer kerja santai depan komputer

Benar bahwa programer kerja di depan komputer seharian. Sudah jelas karena tugas mereka adalah mengoding.

Tetapi untuk “santai” itu adalah hal lain.

Banyak orang yang tidak memahami bahwa menyusun algoritma itu adalah hal yang melelahkan. Masalahnya membuat program itu tidak semudah satu tambah satu sama dengan dua.

Contohnya, saat seseorang membuat aplikasi menyediakan stok barang, itu tidak semudah memasukkan angka stok barang kemudian sudah.

Banyak algoritma tambahan yang perlu diperhitungkan misalnya dalam kasus yang nyata, ada pengguna yang memasukkan angka terlalu banyak sehingga selisih stok menjadi nol dan menyebabkan program error dan merusak kerja pengguna lainnya karena sistem tidak bisa membagi dengan nol.

Atau ada pengguna yang tidak sengaja memasukkan huruf ke dalam jumlah stok hingga membuat perhitungan total stok menjadi kacau.

Itu masih lingkup stok, belum pengelompokan barang masuk dan keluar, permintaan dan order pembelian, hingga keuangannya.

Seluruh algoritma alur yang dibutuhkan harus diterapkan satu per satu dengan hati-hati agar program bukan hanya dapat dijalankan, namun juga dapat diandalkan.

Saya sudah banyak sekali menemukan orang yang mengaku-aku sebagai programer dengan angkuhnya menguasai ini dan itu namun programnya justru bahkan tidak dapat menampung data hingga ribuan.


Programer bisa merangkap hacker

Beberapa orang yang kenal saya sebagai programer kadang meminta saya untuk ngehack akun Facebook mereka karena lupa password.

Saya kasih tahu saja bahwa ada tulisan “Lupa Password” di bawah kotak isian password agar diklik.

Menyamakan programer dengan hacker merupakan sedikit penghinaan bagi programer itu sendiri. Karena hacker itu sendiri sudah jelas berarti meretas, membobol, dan istilah sepadan lainnya yang tidak mengenakkan.

Hacker ini bahkan lebih tepat disebut maling. Mereka mengambil sesuatu dari properti orang lain tanpa izin pemilik.

Meski ada istilah ‘ethical hacker’ atau hacker yang beretika, itu sebenarnya lebih mengarah kepada para petugas keamanan/security di programming, mereka membuat sistem mereka kuat dengan menginspeksi seluruh celah yang mungkin dalam sebuah produk IT.

Betul bahwa programer bisa menjadi hacker, namun kebanyakan tidak berminat untuk itu.


Bonus: Programer bergantung dengan tools

Yang terakhir inilah yang membuat saya kesulitan mencari programer yang benar-benar matang. Kebanyakan programer langsung mengaku menjadi programer hanya karena ia ahli dalam menggunakan tools/framework/plugin/library tertentu.

Ini sama seperti seorang desainer yang langsung mengaku ahli desain padahal ia hanya hafal ikon-ikon yang ada di Adobe Photoshop saja.

Saya sudah sangat lelah mencari programer yang benar-benar memiliki jiwa sebagai programer sebab hal ini. Saat mereka saya beri pertanyaan algoritma, mereka kalang kabut.

Saya sendiri tidak pernah menguasai istilah-istilah yang berkeliaran di seputar programing. Saat saya perlu salah satu istilah tersebut barulah saya pelajari. Kecuali saya guru programing yang dituntut untuk menguasai banyak istilah programing.

Intinya ingat, programer adalah pahlawan, sama seperti profesi lainnya.

Tanpa guru, kita tidak dapat ilmu.

Tanpa dokter, kita bingung mencari orang yang dapat membantu menyembuhkan.

Tanpa petugas kebersihan, kita akan kerepotan dengan setiap sampah di jalanan yang juga dapat menjadi sumber penyakit.

Tanpa programer, kita tidak akan menikmati setiap kemudahan dan hiburan-hiburan via teknologi dalam genggaman.

Terkhusus, tugas programer itu sangat berat karena bukan hanya membuat software atau program/aplikasi/game/website yang dapat digunakan semata, melainkan juga memudahkan dan membahagiakan penggunanya dengan setiap fitur yang disediakan.

Untuk apa membuat aplikasi yang hanya untuk melakukan registrasi saja justru sudah membuat penggunanya kebingungan?

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Tips Lebih Bahagia 25: Satu vs Seribu Dolar

    Berikutnya
    5 Alasan Banyak yang Ingin Kembali Ke Masa Lalu


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas