Minimalisme

Minimalisme, sesuai namanya, adalah mode atau aliran minimalis yang dapat setiap orang terapkan dalam berbagai aspek keseharian.

Saya yakin sebagian besar kita sudah tahu bahwa minimalisme dapat menjadi sebuah seni. Seni untuk berbicara bahwa sedikit itu sebenarnya cukup atau bahkan banyak.

Seni minimalis ini bukan hanya untuk penataan rumah atau penyusunan anggaran, tetapi juga untuk desain, fotografi, dan lain sebagainya.

Saya sendiri senang dengan kamar yang rapi dan minimalis, alias tidak terlalu banyak barang. Minimalisme dapat membuat ruangan terlihat lebih lega dan memiliki dampak yang bagus bagi batin seseorang.

Dari sedemikian positifnya minimalisme, tentu saja ada dampak lain yang cukup mengkhawatirkan. Atau bahkan… sangat mengkhawatirkan.

Sebelumnya saya tidak anti minimalisme, bahkan berlaku kebalikannya.


Mereka yang menjadi tren

Bukankah kita semua senang melihat sesuatu yang bersih, sederhana, dan rapi?

Inilah kemudian minimalisme menjadi tren yang banyak orang kagum akannya. Beberapa seniman secara blak-blakan menerapkan desain minimal mulai dari logo, pamflet, website, hingga arsitektur.

Saya sendiri percaya jikalau tren minimalisme ini punya kaitan erat dengan tren-tren desain flat. Yaitu desain yang hanya menggunakan satu atau dua warna seperti yang sering kita lihat di desain logo-logo sejauh ini.

Desain ikon aplikasi di layar komputer dan ponsel pun menjadi begitu simpel seakan telah disetrika.

Saya ambil contoh, seperti tampilan ikon Windows 8 yang bahkan hanya mengandalkan satu warna saja.

minimalisme

Saya sendiri tidak keberatan dengan desain-desain tersebut.

Hanya saja, setelah menjadi tren, saya merasa begitu cepat bosan dengan menjamurnya desain yang begitu simpel di jagad maya.

Tidak ada inspirasi, hanya desain yang terkukung dalam satu warna, bahkan harus terikat dalam peraturan tertentu seperti jarak antar piksel, radius, dan lain sebagainya.

Padahal seharusnya, UX tidak melulu harus kaku dan mengekang para desainer. Saya pernah membahas tentang mitos UX ini di artikel saya yang lain.


Kebutuhan tersier yang terlupakan

Sekali lagi, saya tidak kontra dengan tren minimalis. Tidak sama sekali.

Saya perjelas, di artikel ini, saya tidak mengomentari minimalisme, namun saya mengomentari bagaimana para seniman dan audiens menanggapinya. Tentu ada sisi positif dan negatifnya.

Dan sekarang, saya ingin cenderung membahas sisi yang negatifnya, yang justru cukup mengkhawatirkan.

Perlu kita ketahui, manusia memiliki kebutuhan psikologis berupa hiburan. Hiburan di sini tidak melulu harus komedi atau panggung drama.

Bahkan hanya sekadar melihat-lihat karya desain seseorang, dapat menjadi hiburan sendiri bagi beberapa orang. Inilah salah satu alasan mengapa sebagian orang senang pergi ke museum.

Saya sendiri seringkali mendapatkan hiburan dari foto-foto yang telah saya jepret, terutama di artikel Tamasya di blog Anandastoon ini.

Ada efek healing khusus yang mungkin memberi saya sensasi kepuasan tersendiri saat menikmati hasil-hasil karya ‘sederhana’ tersebut.

Misalnya dari fotografi, hasil foto yang saya nikmati tidak melulu harus berwarna dan mencolok. Saya terkadang menikmati hasil foto hitam-putih dan/atau minimalis.

Jadi memang sebenarnya tidak ada yang salah dengan aliran minimalis ini. Saya memilih untuk membahas faktor pendukung minimalisme ini daripada alirannya.


Ancaman dari hal lain

Minimalisme, menjadi aliran yang disukai oleh banyak seniman karena simpel, bersih, dan berfilosofi “Less is More”.

Namun yang sangat saya sayangkan, beberapa seniman justru memilih aliran minimalis ini hanya untuk ego mereka saja.

Maksudnya, banyak para seniman, terkhusus mereka yang amatir, mengambil jalan pintas memproduksi karya seni mereka dengan aliran minimalis ini.

Bagi mereka, membuat karya seni minimalis ini lebih mudah dan lebih hemat waktu. Cukup hanya penambahan satu dan dua warna, kemudian sudah.

Tak heran sebagian audiens menyebut sebagian karya minimalis sebagai karya yang tidak berjiwa dan sangat membosankan.

Karena sebuah karya seni sudah tidak memiliki jiwa, faktor hiburannya telah menjadi nol. Hasilnya bagus, namun tidak membekas apa pun, jangankan memberikan inspirasi.

Apalagi karya-karya minimalis tak berjiwa tersebut telah memenuhi banyak situs portfolio dan stok desain.

Bagi saya, sebagian besar bahkan seluruh desain memiliki tema, warna, komposisi yang sama.

Minimalisme Minimalisme

Ini terjadi beberapa kali saat saya sedang butuh inspirasi untuk mendesain situs web. Seluruh situs portfolio seperti Dribbble dan Behance hanya menyediakan tema website yang sama. Pembedanya hanya gambar latar di headernya saja yang tidak ada hubungannya dengan desain website itu sendiri.

Pernah saya terapkan salah satu tema website yang presentasinya begitu wah dan memukau, yang ternyata hanya menghasilkan website polos mentah setelah saya terapkan tema tersebut.

Saya sendiri hingga tidak pernah lagi mampir ke situs-situs seperti itu karena tidak ada sesuatu yang dapat saya jadikan inspirasi.

Sekalipun masih, seperti Unsplash, saya hanya kunjungi sekadar untuk menempelkan gambar unggulan di situs Anandastoon ini. Sudah, itu saja.

Tidak ada lagi ucapan kagum, pujian, dan sensasi wah yang saya dapatkan dari hasil-hasil karya itu.


Efek domino

Tanpa kita sadari, efek minimalis tersebut telah menjadi efek yang terlalu mudah untuk ditiru setiap orang.

Minimalisme

Seakan anak kecil saja sepertinya bisa menjadi master minimalisme.

Banyak orang yang masih lengah dari efek dahsyat dari fenomena seperti ini, salah satunya adalah membuat para seniman menjadi begitu membludak hingga menghancurkan harga pasar.

Desainer logo yang biasanya mendapatkan penghasilan hingga jutaan dari pembuatan sebuah logo, kini paling tinggi mungkin hanya sepersepuluhnya saja. Secara tragis, para seniman profesional harus bertarung dengan para seniman amatir dalam mempertahankan citra dan penghasilan mereka.

Bahkan karena begitu mudah dan tak berjiwanya, banyak AI dan generator yang dapat dengan kilatnya menyediakan karya seni beraliran minimalis ini.

Saya sudah mendengar banyak desainer dan fotografer mengeluhkan konsekuensi yang terjadi. Jangankan mengenai berkurangnya kesempatan untuk berpenghasilan lebih, keberadaan mereka saja sudah hampir tidak dihargai.

Namun saya tidak lagi peduli dengan keluhan-keluhan itu.

Kebanyakannya, para seniman itu sendiri yang terlalu tidak acuh dengan potensi dari akibat semacam ini.


Horor yang tidak horor

Akhirnya ada banyak penikmat seni modern yang tidak lagi tahan dengan fenomena minimalisme yang membludak ini sebab sudah terlalu bosannya.

Beberapa fans arsitektur bahkan menginginkan desain bangunan yang sempat mereka nikmati sebelum tren minimalisme dan modernisme menjamur.

Bagi mereka, desain modern banyak yang terlalu kaku dan tidak dapat mereka nikmati sama sekali.

minimalisme

Karena banyak seniman yang pada akhirnya menganut minimalisme ini tidak lagi menghargai seni adalah bagian dari hati, tidak heran para audiensnya mengalami dampak psikologi yang buruk.

Rasa bosan ini bisa memberikan akibat yang bermacam-macam, mulai dari berkurangnya semangat, hingga memanipulasi psikologi audiens, ke arah yang lebih buruk. Jadi lumayan bertentangan dengan dampak psikologi positif yang seharusnya didapat dari tren minimalis ini.

Salah satu dampak negatif yang seolah ringan adalah rasa bosan.

Kebosanan tidak bisa membunuhmuβ€”tetapi mungkin ada hubungannya dengan kematian dini. Sebuah penelitian terhadap 7.500 orang dewasa di Inggris menemukan bahwa orang yang sering merasa bosan di tempat kerja lebih mungkin meninggal lebih awal dan 2,5 kali lebih mungkin meninggal karena penyakit jantung dibandingkan mereka yang tidak bosan. Mereka juga melaporkan berkurangnya aktivitas fisik dan kesehatan yang lebih buruk, yang mungkin merupakan hubungan antara kebosanan dan kematian.
– Psychology Today

Kebosanan juga dapat mempengaruhi etika para audiens.

Audiens yang menikmati karya monoton tak peduli sebagus apa pun karya tersebut, para audiens cenderung akan mengalami ‘kekosongan’ jiwa yang membuat mereka menjadi lebih egois dan mudah memusuhi satu sama lain.

Ini masih ada kaitannya dengan pembentukan perilaku fanbase dari hasil karya seniman andalan mereka.

Beberapa seniman yang peka, memperbaiki tren ini dengan hasil yang lebih baik.

Seperti Microsoft, mungkin mereka sadar bahwa desainnya pada versi Windows 8 dan 10 begitu simpel jadi mereka menambahkan beberapa gradasi untuk memperbarui desainnya.

Kita dapat melihat bahwa ikonografi Windows 11 sudah jauh lebih berwarna dengan bantuan gradasi.

minimalisme


Kesimpulan yang esensial

Lagi, saya tidak benci dengan minimalisme, saya bahkan termasuk yang mengagumi itu.

Saya tidak sedang berbicara minimalismenya, tetapi saya sedang membicarakan para seniman yang terjun ke dalamnya.

Mereka yang sedari awal hanya memiliki niat sekadar jalan pintas, seperti desain yang cepat selesai apalagi cepat ‘balik modal’, memiliki efek domino yang tidak menyenangkan sebagai efek berkesudahan yang telah saya bahas di poin sebelumnya.

Minimalisme akan tetap jadi tren yang cantik, selagi berada di tangan seniman yang tepat.

Misalnya, arsitektur modern yang banyak dikeluhkan penikmat desain bangunan karena terlalu polos dan tidak mengena, ternyata dapat menjadi menakjubkan di desainer yang tepat, seperti Zaha Hadid.

Ingatlah, kreativitas adalah sebuah identitas unik yang belum tentu setiap orang miliki. Membuat karya seni tanpa jiwa dan kreativitas sama saja mempersilakan orang lain mempreteli si seniman itu sendiri.

Seni itu bukan hanya sekadar bagus dan rapi, tetapi juga harus memiliki unsur hiburan yang mendapatkan tempat di hati para audiensnya.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
πŸ€— Selesai! πŸ€—
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Motivator Tidak Boleh Sembarangan

    Berikutnya
    Anemoia, Sebuah Teka-Teki Nostalgia


  • 1 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    1. Setuju mas. Dari sisi design, minimalism ini lama2 terasa membosankan. Liat2 gedung2 sekarang yang geometris yang awalnya keren & futuristik jadi terlihat biasa aja.

      Klo orang dulu design minimalis semua, kayaknya gak akan ada tuh bangunan cagar budaya atau kesenian2 yang menarik.

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. πŸ˜‰

    Kembali
    Ke Atas