Hidup Begini-Begini

Tidak sekali dua kali saya mendengar atau bahkan saya sendiri menyaksikan orang-orang yang saat ditanya, “Sekarang hidupmu bagaimana?”, mereka menjawab, “Ya, begini-begini aja…”

Sebenarnya maksud beberapa orang mencoba untuk merendah itu baik, mereka mencoba menjadi orang yang “sudah, syukuri aja apa adanya.”

Tetapi lama-kelamaan, saya seperti melihat sesuatu yang membuat saya mengernyitkan dahi, melihat adanya sesuatu yang sedikit ‘tidak beres’ dari prinsip “hidup begini-begini aja”, atau “yang penting disyukuri aja”.

Saya ingin membahas hal ini dengan pendek dan manis.

Setelah saya memperhatikan banyak hal, saya memahami kebanyakan orang yang lebih memilih berprinsip “hidup begini-begini aja” atau “yang penting disyukuri” memiliki tiga hal kemungkinan.

Yang pertama, mereka yang berprinsip seperti itu dengan murni, dan memang lebih memilih untuk menjadi “orang biasa”.

Yang kedua, mereka yang memiliki gengsi tinggi namun kelelahan dalam usaha demi mendapatkan gengsi yang tak kunjung di dapat. Akhirnya, orang-orang seperti itu menjadi pasrah dan menghibur diri.

Terakhir, orang-orang yang melulu mendapatkan tekanan dari sekitarnya mengenai kondisinya saat ini, hingga akhirnya mereka sudah tidak lagi dapat merasakan sedih dan telinganya sudah kebal dari ocehan sekeliling.

Saya tidak ingin mempermasalahkan yang pertama, saya ingin membahas yang kedua dan ketiga.

Benar bahwa hidup harus disyukuri dan lebih baik kita menjadi rendah diri. Tetapi sayangnya, beberapa orang sedikit mengartikan frasa “hidup begini-begini aja” dan “yang penting disyukuri” terlalu jauh.

Banyak orang yang lebih memilih usaha yang stagnan selama hidupnya, berusaha mengubur rasa bosan yang mungkin mereka sendiri sudah hampir tidak tahan dengan itu.

Ditambah lagi, karena prinsip hidup seperti itu, banyak orang yang tidak ingin memperbaiki kinerja mereka. Entah karena mereka sudah merasa bahwa mengejar dunia sudah sangat tidak penting, atau hanya karena sudah ditelan oleh rasa putus asa.

Padahal, salah satu sumber kebahagiaan yang alami berasal dari usaha ekstra, dan melakukan berbagai perbaikan.

Kita menikmati hidup dengan makanan yang enak dan teknologi yang memudahkan, semua berkat usaha ekstra dari banyak orang.

Bahkan beberapa kemudahan itu kita nikmati secara murah hingga gratis, tanpa bayar sama sekali.

Apa yang kita nikmati itu tidak akan terwujud jika kita hanya melakukan yang “begini-begini aja”.

Padahal, hari ini hampir setiap orang memiliki smartphone, yang secara otomatis di dalamnya ada browser yang dapat digunakan tanpa harus bayar lagi, dan saya yakin setiap orang yang memiliki smartphone sudah barangpasti memiliki paket data.

Namun berapa orang yang dengan smartphonenya itu justru menjadikan hidupnya lebih baik lagi?

Banyak kreator konten yang rela menghabiskan waktunya demi membuat konten ilmu pengetahuan yang dapat memperbaiki kualitas hidup banyak orang, dan konten-konten tersebut dapat diakses secara gratis.

Sangat disayangkan, justru kenyataannya banyak orang yang lebih memilih untuk memantau sosial medianya saja dan menikmati hiburan-hiburan receh yang hanya memiliki sedikit manfaat untuk mereka.

Bagaimana dengan sifat yang seperti itu akan membawa seseorang kepada kebahagiaan?

Apa jadinya jika dunia ini dipenuhi dengan orang yang sudah puas dengan usaha stagnan mereka tanpa adanya keinginan ekstra untuk memberi manfaat lebih?

Saya sendiri menikmati usaha-usaha ekstra yang dilakukan oleh lingkaran saya. Mereka begitu mengorbankan waktu untuk menghasilkan manfaat lebih karena mereka sudah memahami bahwa manfaat itu akan kembali ke diri mereka masing-masing.

Jangan salahkan jika masih banyak pemimpin yang enggan memberikan usaha ekstra kepada rakyatnya karena mereka tidak memiliki ide apa pun untuk membahagiakan rakyatnya.

Para pemimpin itu hanya duduk, kerja di dalam ruangan, mengecek dokumen sana-sini, merokok, ngopi, nongkrong dengan rekan seruangannya, kemudian pulang. Begitu-begitu aja. Apakah kinerja pemimpin yang seperti itu, yang diinginkan oleh sebagian orang?

Dear, setiap dari kalian adalah pemimpin bagi hidup kalian sendiri. Kalian memiliki tanggung jawab untuk membina dan mengarahkan kehidupan kalian ke jalan yang lebih baik.

Mengapa tidak mulai dari sekarang untuk mengeliminasi orang-orang yang tidak memiliki pengaruh bagi hidup kalian dan berpindah ke lingkaran pertemanan yang lebih baik?

Teman yang baik adalah orang yang sama-sama mengajak kepada hidup yang lebih baik, bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga untuk masyarakat banyak.

Setiap orang sudah didesain oleh Sang Pencipta, Allah Ta’ala, memiliki hobi dan bakat yang bermacam-macam. Telusurilah. Allah Ta’ala insyaAllah menyenangi hambanya yang aktif mencari tebaran karuniaNya di bumiNya dan memberikan manfaat bagi sesama.

Coba ingat-ingat lagi apa kegemaran kalian, coba dalami dan pikirkan apa manfaat yang dapat kalian berikan bagi orang lain. Jangan lupa, catat apa saja kemajuan yang kalian raih setiap harinya.

Teruslah lakukan yang terbaik, karena kalian layak mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Tips Lebih Bahagia 18: Menghargai Hujan

    Berikutnya
    Tips Lebih Bahagia 19: Menghindari Gratisan


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas