Target Tahunan

Siapa di sini yang target tahun ini banyak yang tidak tercapai???

Akoohhh 🙌🙋‍♂️🙋‍♀️ *cung_uncontrollably

Bagi kalian yang target tahun ini telah mencapai apa yang kalian idam-idamkan, saya ucapkan selamat. Namun saya yakin banyak juga yang ternyata targetnya justru jauh dari harapan.

Saya memahami bagaimana sedihnya sebagian orang yang target tahunannya ternyata sedikit sekali yang dapat mereka centang.

Apalagi kita merasa semakin ke sini, kecepatan putaran waktu seakan semakin tidak terkontrol. Baru juga kemarin mendengar petasan tahun baru, ternyata besoknya sudah ingin mendengar hal serupa kembali.

Apakah target Anandastoon di tahun ini sesuai ekspektasi? Sejujurnya, semenjak 2020 saya sudah tidak lagi menyusun target tahunan, melainkan saya menggantinya dengan hal lain yang serupa.

Apa itu?


Fitur manusia

Kalau kita pikirkan, mengapa banyak orang yang senang menyusun target tahunan? Bahkan sebagiannya lagi telah menganggap itu adalah budaya yang harus mereka lakukan secara turun-temurun.

Istilah “New Year Resolution” yang berarti resolusi atau tekad di tahun baru begitu populer di dunia Barat.

Penyusunan detail rencana yang harus mereka capai di tahun yang baru saja menyapa begitu rinci mereka tuliskan. Dan ini sebenarnya berlaku di seluruh dunia, bukan hanya di negara-negara barat saja.

Pada dasarnya manusia senang menantang diri mereka sendiri dan senang pula menantikan pencapaian-pencapaiannya. Inilah yang kita sebut dengan ‘gamifikasi’.

Jadi tradisi menyusun target tahunan sebenarnya adalah tradisi yang sehat, selama apa pun yang menjadi poin yang tertulis adalah hal yang positif.


Tradisi menjadi pangkal bencana

Hanya saja, setiap kegiatan, apalagi yang sudah menjadi tradisi, tetap harus ada ilmunya.

Masalahnya, berapa orang yang menjadi depresi, pesimis, dan bahkan mengalami gejala trauma saat target tahunannya jarang sekali tercapai?

Atau sebaliknya, beberapa orang lainnya hanya menganggap penyusunan rencana tahunan sebagai tradisi semata. Mereka tidak memahami apa makna tradisi tersebut.

Akibatnya, orang-orang yang menyusun rencana tahunan hanya karena ikut-ikutan tidak pernah memiliki keseriusan dalam menggapai target tahunannya.

Orang-orang itu melakukan hal yang ironi, seperti selalu menyusun rencana tahunan namun semua poinnya sekedar mereka aminkan saja, mirip sedang memutar rolet judi, berharap salah satu targetnya tercapai dengan sendirinya.

Di sinilah kemudian sebuah gesekan terjadi.

Penyusun target tahunan yang hanya menganggap sebagai tradisi akan mencemooh mereka yang gagal dengan target tahunan mereka, karena menganggap terlalu serius.

Sedangkan penyusun target tahunan yang benar-benar serius menanggap mereka yang menyusun target dengan main-main tidak memiliki arah hidup yang jelas dan cenderung madesu (masa depan suram).

Di sinilah peranan sebuah ilmu yang harusnya kita ikut sertakan dalam kegiatan apa pun demi mencegah adanya pergesekan dan kesalahpahaman.

Jadi bagaimana menengahinya?


Perubahan tradisi dalam tradisi

Di bagian awal artikel, saya telah sebutkan kalau saya memiliki rencana tahunan yang berbeda semenjak 2020. Seperti apa?

Sebelumnya, perlu kita ketahui, kebanyakan orang awam akan mengisi poin-poin target tahunannya dengan hasil-hasil yang mereka dambakan.

Seperti, di tahun 2023 mereka ingin punya rumah, menikah, jalan-jalan keluar negeri, dan apa pun yang telah menjadi hasil dari sebuah proses.

Padahal, bukan ranah seorang manusia untuk menargetkan sebuah hasil, itu murni rahasia dari Yang Mahakuasa.

Belajar dari 2020, berapa banyak orang yang terpaksa mencoret poin “traveling ke luar negeri” dari target tahunannya? Bahkan hingga 2021, mereka tetap tidak dapat melakukan kegiatan “travelling” itu.

Begitu pula dengan target-target yang lebih cenderung kepada hasil lainnya, seperti menikah bagi yang lajang atau memiliki sesuatu yang mewah seperti rumah atau kendaraan.

Kita tidak pernah memiliki wewenang untuk mengganti suratan takdir. Apalagi sampai mendikte Tuhan supaya memberikan apa yang kita inginkan di tahun itu.

Semenjak itu, saya tidak pernah lagi menyusun target tahunan berdasarkan hasil. Contohnya, di akhir tahun saya akan turun berat badan dan berotot, umrah, atau memiliki rumah sendiri, dan yang lainnya.

Tidak pernah saya lakukan lagi hal itu.

Lalu seperti apa target tahunan saya?


Realita itu memang klise

Semenjak 2020, saya kemudian hanya memberi tahun dengan sebuah tema.

Saya lupa apa tema yang saya berikan di 2020 dan 2021, namun saya menamai tahun 2022 sebagai “pleasant”.

“Pleasant” itu bagi saya bukan hanya sekedar menyenangkan hati, namun juga menciptakan kesan. Berbeda dengan sekadar menghibur atau membuat riang, “pleasant” lebih dalam daripada itu.

Misalnya, saat saya mengunjungi Singapura 2019 lalu, kunjungan saya ke negara itu benar-benar “pleasant”. Jadi bukan hanya berbahagia semata, namun membangkitkan rasa rindu yang kuat untuk kembali ke negara kecil yang minim SDA tersebut.

Sejujurnya dari sini mulailah saya menyadari bahwa efek dari rasa “pleasant” ini benar-benar bukan hanya menghibur, melainkan juga menginspirasi.

Mulailah saya di tahun 2022 ini saya menargetkan misi-misi yang berkaitan dengan “pleasant”.

Seperti salah satunya adalah, saat ada orang yang bertanya suatu tempat, selagi memungkinkan, saya akan mengantarkannya ke tempat yang ia ingin tuju. Dan tidak lupa pula, selama mengantarkan, saya harus memberikan senyuman dan memperlakukannya seolah-olah ia adalah pelanggan atau customer saya. Lalu berucap terima kasih dengan sangat sopan saat tiba di tujuan.

Lalu saya kemudian melihat kembali kepada sesuatu yang saya miliki, seperti situs Anandastoon yang sedang kalian kunjungi ini. Saya terus memikirkan bagaimana saya dapat memiliki bukan hanya konten, tetapi juga desain dan teknis yang “pleasant” untuk situs Anandastoon ini.

“Pleasant” bukan saya targetkan untuk sesama manusia saja, tetapi juga untuk alam sekitar seperti semenjak 2022 saya menjadi lebih sering menyumbang pohon kepada relawan alam. Bukankah banyaknya lahan hijau dapat menumbuhkan “pleasant”?

Saya tidak pernah lagi menyusun target tahunan berupa hasil, dan itu menjadikan setidaknya salah satu beban hidup telah terlepas dari pundak saya.

Nah, tahun 2023 ini saya menjulukinya sebagai “comfort” atau rasa aman/nyaman. Tantangan saya adalah bagaimana membuat orang merasa betah dengan apa pun yang berkaitan dengan diri saya.

Membuat orang senang itu biasa, namun bisakah saya menantang diri saya untuk membuat orang nyaman? Dan itu tidak terbatas kepada keluarga atau orang-orang terdekat saya saja.

Tetapi… apakah itu artinya saya kemudian tidak lagi melakukan hal-hal yang “pleasant”? Masih dong, dan saya berterima kasih kepada 2022 karena telah menjadi tahun yang melatih saya menjadi orang yang “pleasant”.


Kesimpulan

Jika kalian ingin menyusun target-target, lebih disarankan agar kalian memulai dari sebuah poin terkecil terlebih dahulu.

Misalnya, tahun 2023 kalian wajib turun berat badan atau nge-gym. Namun sebenarnya itu adalah sebuah hasil yang tidak dapat kalian prediksi.

Pertanyaannya, mulai dari mana kalian mencapai target kalian tersebut? Itulah yang harus kalian masukkan ke dalam daftar. Cobalah untuk menuliskan, sebelum tidur saya wajib sit-up sebanyak sepuluh kali dan bertambah lima setiap minggu.

Logikanya, saat kalian mengidam-idamkan sesuatu, seperti menargetkan agar kalian mendapatkan kendaraan baru, bagaimana kalian dapat memiliki kendaraan baru sedangkan uang gaji kalian saja sudah habis di hari kelima?

Mengapa tidak mulai untuk menuliskan, setiap menerima gaji, minimal 10% kalian sisihkan untuk tabungan?

Kemudian kalian dapat berusaha untuk terus meningkatkan performa kerja kalian agar nilai jual kalian bertambah sehingga lebih cepat mendapatkan kenaikan gaji atau jabatan sebab kinerja kalian membuat perusahaan menjadi lebih untung. Jangan lupa untuk menuliskan bagaimana langkah awal untuk melakukan improvisasi kinerja.

Padahal kita semua saya yakin sudah mengetahui bahwa hukum sebab akibat itu berlaku, siapa yang menanam dialah yang menuai. Bahkan muslim seperti saya sudah memahami bahwa Allah Ta’ala akan membalas perbuatan hamba-hambaNya meski masih di dunia.

Maka dari itu agak aneh saat saya melihat beberapa orang yang ingin memiliki hasil-hasil atau kenikmatan yang lebih namun mereka tidak berbuat apa pun untuk itu.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    5 Hikmah Tidak Bisa Naik Motor

    Berikutnya
    Yuk, Kenali Perbedaan Bakat dan Kemampuan


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas