Memilah Teman

Tips Lebih Bahagia Ala Anandastoon #34

Memilah Teman

Sedari kita masih duduk di sekolah dasar, terutama pada pelajaran PMP/PPKn, salah satu pembahasannya adalah nasihat agar tidak memilih-milih teman.

Tetapi untuk tips bahagia kali ini kok justru bertentangan? Memilah teman? Bukankah kita harus berteman dengan banyak orang?

Dan apa saya sendiri senang memilah-milah teman? Saya jawab tentu saja. Tapi biar saya jelaskan dengan sedikit panjang lebar di sini mengenai alasannya.

Dalam pikiran sebagian orang, memilih-milih teman erat kaitannya dengan kesenjangan. Misalnya, beberapa dari kita hanya ingin berteman dengan orang kaya saja, atau hanya ingin berteman dengan orang yang jabatannya tinggi saja.

Saya akui, memang berteman dengan orang yang berkapasitas lebih dari kita akan membawa banyak manfaat. Bahkan orang-orang seperti itu dapat dengan mudah kita manfaatkan. Seperti, mereka akan meminjamkan kita uang saat kita membutuhkannya, atau memberikan perlindungan kepada kita, dan lain sebagainya.

Namun bukan itu maksud saya “memilah teman” di sini.

Saya pribadi, bergaul dengan siapa saja, tak pandang bulu dan warna kulit, tak jua pandang bagaimana identitasnya.

Tetapi tidak semua orang dapat saya jadikan teman.

Bagi saya, teman adalah salah satu aset sosial. Mereka saya berikan prioritas, meski lebih rendah daripada prioritas yang saya berikan kepada keluarga.

Yang seringkali saya perhatikan, tidak sedikit orang yang memiliki teman sebanyak pasir di pantai, namun ternyata tidak ada yang benar-benar menemaninya saat mereka sedang berada dalam kesulitan.

Si teman A memiliki alasan untuk menghindar.

Si teman B hanya menyarankan untuk “jalanin aja“.

Dan si teman C ternyata menyepelekan masalahnya.

Begitu juga dengan sisa teman yang lainnya.

Bukan sekali dua kali saya menemukan orang yang saat mereka di dalam kesempitan yang amat menyesakkan, ternyata mereka memilih untuk menyalurkannya kepada orang yang sama sekali bukan orang-orang yang selama ini mereka jadikan teman obrolan.

Sebagiannya lagi justru hanya menangis dalam kesendirian, hampir melakukan hal yang tidak-tidak sebab frustasi.

Kemana teman-teman mereka yang selama ini mereka jadikan tempat berhaha-hihi?

Tetapi sebagian orang ternyata tidak pernah dapat belajar. Nyatanya, setelah orang-orang itu lepas dari masa-masa sulit mereka, mereka justru kembali berteman dengan lingkaran serupa seperti sebelumnya.

Saya hanya tidak bisa seperti itu. Seperti yang saya katakan sebelumnya, teman adalah sebuah aset sosial yang saya berikan prioritas.

Misalnya, di lingkungan kerja, saya bergaul dengan beberapa orang, menyapa dan terkadang bercengkrama dengan mereka. Tetapi tidak semuanya saya benar-benar jadikan “teman”.

Mungkin dari kita ada yang menyanggah bahwa maksud saya teman di sini adalah sahabat. Jadi bukan sekedar teman semata, melainkan sudah menjadi sehabat.

Yah, bisa saya katakan seperti itu. Namun sengaja saya generalisir istilahnya menjadi “teman” saja sebab orang yang hanya menjadi tempat bercengkrama saja belum saya anggap sebagai teman.

Memang apa fungsi teman? Salah satunya adalah memberikan dukungan, bersama-sama membawa masing-masing kepada tahap yang lebih baik lagi.

Sejujurnya saya pribadi tidak melihat fungsi dari seorang teman kepada orang-orang yang hanya ingin bersantai dan bercanda, mengobrol tanpa arah.

Sekali lagi, saya mungkin tetap mengobrol dan berbincang dengan orang-orang itu, tetapi hanya untuk menghangatkan suasana dan melengkapi kebutuhan sosial saja, bukan untuk saya jadikan teman.

Tadi saya katakan, bahwa saya akan memberikan prioritas lebih kepada orang yang saya jadikan teman. Prioritas apa itu?

Orang yang saya jadikan teman bukan hanya saya berikan waktu lebih, namun saya juga benar-benar memberikan perhatian kepada mereka.

Beberapa dari mereka terkadang saya tanya apa keinginan mereka dalam waktu dekat, misalnya seperti ingin belajar sesuatu atau ingin melakukan rekreasi. Saya berusaha untuk memenuhi keinginan mereka itu semampu saya.

Saya juga bersedia menjadi sandaran mereka di saat mereka sedang memerlukannya. Sekali lagi, semampu saya.

Itulah aset, seperti harta yang kita cintai, hampir setiap saat kita memperhatikannya dan merawatnya agar fungsinya tidak pudar.

Teman saya pasti senantiasa saya pinta manfaatnya, seperti minimal menjadi teman mengobrol hal yang serius atau saya pintai tolong akan suatu urusan. Alhamdulillah sejauh ini mereka selalu bersedia meski saya tidak pernah memaksa.

Dan saya pasti selalu memberikan ‘balas jasa’ sebab saya berterima kasih atas manfaat yang saya terima dari teman-teman saya serta berusaha memperlakukan mereka lebih baik lagi dari sebelumnya.

Bagi saya, satu dua orang teman sudah sangat cukup daripada ribuan orang sepergaulan yang tidak pasti kemana arahnya.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Hindari Merespon Curhat dengan 5 Perkataan Ini

    Berikutnya
    Perilaku Anak Muda Semakin Mengkhawatirkan? Cek 5 Sebabnya


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas