Ini sebenernya masih ada kaitannya sama pengalaman saya belajar mengendarai sepeda motor hehe… Iya, yang sampe saya buat berjilid-jilid itu tuh… (cuma 4 jilid doang kok). Mungkin kalau ini dibilang jilid ke-5, saya nggak tau, coba tanya sama tukang fotokopi.
Intinya, setelah agak -sedikit- lancar saya mengendarai sepeda motor di usia yang udah aki-aki ini, saya justru melanglang buana di tengah wabah wahahahah. Serius, ke Meruya, Pantai Indah Kapuk, Tangerang Selatan, hingga Kabupaten Tangerang. Siapa? Si Nanda yang nggak bisa naik motor itu tuh… Saya ngangguk senyum-senyum.
Saya sengaja beli helm full face yang visornya gelap supaya bisa bikin soft prank ke temen-temen dan saudara saya. Dan berhasil bhahahahah.
“Ogut udah sampe nih di roumah yau!”
“Bentar Nan, ane keluar dulu.”
Begitu semua teman-teman saya dan saudara saya keluar rumah, hanya ada hening. Mereka hanya terpaku kepada sesosok alien dari area 51 yang duduk di atas kucing besi, eh kuda besi, menatap kaku kepada mereka.
“Itu si Nanda bukan ya?” Wajah mereka berputar ke atas, ke bawah, ke kiri, ke kanan memastikan bahwa si Alien itu bernama Anandastoon. Gak sia-sia saya beli helm full face dengan dark visor ini, meski mahal dikittt setengah jeti tapi ogut puas mengecoh orang-orang itu hahahah.
Percakapan kemudian terjadi, “Jadi situ baru bisa naik motor udah ke Tangerang dari Jakarta? Sendirian?”
Saya ngangguk secara membabibuta.
Teman saya ada yang bertanya, “Pake maps?”
Saya berganti menggeleng, masih secara membabibuta juga.
“Keren amat luh!”
Di situ saya merasa kepala saya luasnya sudah hampir sama kayak bulan. “YoYoY broh!”
“Tapi selama bisa naik motor udah pernah jatoh?” Pasti ada pertanyaan seputar itu.
“Alhamdulillah sih belum, moga jangan sampe.” Saya menjawab dengan rendah hati, dibumbui dengan sejuta keangkuhan. Wahahah.
“Katanya kalau belajar motor kalo belom jatoh tuh belom lancar.”
Saya mengentengkan, menganggap itu hanya mitos.
Sampai akhirnya saya mungkin terlalu meremehkan ya…
Sore itu saya berencana ngabuburit tengah wabah ke Kawasan Pantai Mutiara. Saya tuh dari dulu ngincer ini tempat soalnya di mana lagi bisa nikmatin pantai gratis di Jakarta? Ancol saya males bayar ini itu hahah. Jadilah saya setelah bersilaturahmi ke rumah saudara, melanjutkan ke tujuan awal.
Sebelumnya, saya mau bilang, eh, tapi bener ya kalau di jalan tuh bawaannya esmosi terus. Berapa kali saya menemukan pengendara dan pengemudi galau di tengah jalan, ya nggak sabaran juga, ya sembarangan juga, sampai akhirnya di jalan menuju pasar Tanah Abang…
Bah! Ini mobil sen kemana mau belok kemana, kecepatannya turun naik lagi. Sebel, sebel, sebel! Saya lihat pengendara sepeda motor lain menyalip dari kanan, sesuai dengan petuah teman saya, yang katanya kalau mau menyalip lebih baik dari kanan. Nice! Saya memacu kecepatan tinggi untuk menyalip mobil galau tersebut.
Saya baru sadar sesuatu.
Mobil tersebut menyalakan lampu sign ke kanan. Dan itu terjadi setelah saya benar-benar di samping mobil tersebut. Dan apa yang terjadi berikutnya? Pengemudi mobil tersebut sepertinya tidak sadar kalau saya ada di sebelahnya, kayaknya bukan di blind spot juga deh. Eh, mobilnya tiba-tiba belok mendadak untuk putar balik. Siap untuk bercipika-cipiki dengan kendaraan saya.
FINE!!! Saya sudah tahu bahwa saya akan tabrakan dan terjatuh. BRING IT ON!
Yup, alien pekaburan dari area 51 tersebut ditemukan sudah dalam keadaan menungging di tengah jalan dengan kendaraannya yang bahkan saya tidak dapat gambarkan bagaimana.
Saya langsung berdiri tegap, mendirikan kembali si pirikidil yang baru mendapatkan pengalaman romantis pertama dengan kendaraan lain di tengah jalan. Eh, tiba-tiba banyak orang yang membantu meminggirkan kendaraan saya. Alhamdulillah.
“Keseleo Bang? Nggak apa-apa?” Mereka dengan peduli menanyakan kondisi saya.
“Eh, itu tuh mobilnya! OOIIII! Tanggung jawab Oeui!” Yang lain meneriakki si mobil.
“Tidak apa, saya yang salah. Tidak apa-apa, salah saya.” Saya berkali-kali menenangkan.
“Ya mobil itu juga salah main belok aja!” Saya dibalas makian oleh orang lain.
Salah satu penumpang mobil tersebut keluar, seorang ibu, yang saya yakin itu istri dari sang pengemudi mobil. Eh, yang nyupir cowok kan? Saya nggak liat pengemudinya hehe…
Bagaimana saya menyikapinya? Kedua belah tangan saya letakkan di depan dada saya, membentuk salam sopan (eh, kira-kira begitu) dan saya meminta maaf kepada pengemudi mobil, berkata bahwa yang tadi tidak apa-apa, tidak masalah.
Wong sama-sama salah kok.
Saya menderita lecet-lecet sedikit di kaki, yang ternyata pas saya buka celana (pas udah pulang ya…) lecet-lecetnya ternyata pada ngumpul di dengkul huhu… untung punya betadin hahah.
“Di sini sering bang yang kecelakaan.” Kata salah seorang penolong tadi.
Ooo… jadi saya ‘tumbal’ yang kesekian ya? Hahah.
Orang-orang mungkin heran kenapa saya begitu lembut kepada si mobil, padahal biasanya pengendara motor kan galak-galak wahahahah. Alhamdulillah juga setelah kecelakaan dalam keadaan tersungkur, saya langsung berdiri dengan mantap sambil menegakkan kendaraan. Mungkin bayangan saya akan celaka sudah diprediksi kali ya, jadi saya mengatur gaya bagaimana meskipun tabrakan tapi tetap cantiQ.
*pose nungging selepas kecelakaan
Akhirnya saya kembali meneruskan perjalanan ke Pantai Mutiara. Wah alhamdulillah di sana airnya manthoel jiwa! Pulau seribu pun terlihat jelas beberapa dari kawasan Pantai Mutiara. Bahagianya bisa tinggal di kawasan ini…
Btw, spion saya ancur.
Malamnya, saya melapor ke teman saya. Dia justru tertawa. Katanya, “Tandanya udah lancar, udah ada capnya.”
Pret!
Teman saya akhirnya bertanya, “Jadi gimana? Jatoh pas bawa motor supaya langsung bisa tuh mitos atau fakta?”
Saya jawab, “Saya maunya citos, enak bisa dicemilin.”