Kemiskinan

Kemiskinan memang telah menjadi problematika masyarakat, baik di negara berkembang maupun negara maju.

Meskipun kemiskinan ini sebenarnya memiliki berbagai ragam, seperti mulai dari fakir, atau mereka yang bekerja namun masih merasa tidak cukup dengan penghasilan mereka untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari.

Miskin atau kaya, memang benar bahwa di ‘tangan’ Allah Ta’ala lah penentu rezeki dari seluruh manusia. Bahkan bukan hanya manusia, melainkan makhluk hidup secara keseluruhan.

Tetapi masalahnya, beberapa pergesekan terjadi antara si miskin dan si kaya. Beberapa kali kita telah menelan kisah-kisah yang menjadikan si miskin sebagai pahlawan dan si kaya adalah antagonis yang rakus, tamak, serta kikir.

Apakah orang miskin sudah pasti mulia dan orang kaya sudah pasti seburuk itu? Bagaimana kedudukan orang miskin dalam pandangan Islam?

Secara cukup mengagetkan, ada hadits yang berbunyi,

Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.
(HR. Abu Na’im)

Bagaimana bisa orang-orang miskin lebih dekat kepada kekufuran? Bukankah orang miskin katanya banyak membantu orang dan lebih banyak sabar?

Perhatian, sebelumnya saya sama sekali tidak menyuruh orang miskin untuk menjadi kaya. Hanya saja, tetap ada beberapa hal yang harus kita perhatikan sebagai manusia, baik kaya ataupun miskin.

Jangan khawatir, saya pernah menjadi orang miskin yang cukup lama. Saya pernah makan dengan lauk garam saja bahkan hingga berpuasa sepanjang hari.


Prinsip SMS

Jika kemiskinan melanda seseorang yang memiliki ego yang tinggi, ia akan kebingungan apa yang harus ia banggakan demi memuaskan egonya.

Bahasa singkatnya, orang miskin namun memiliki gengsi yang tinggi.

Hal ini bisa terjadi karena beragam faktor.

Secara psikologi atau manusiawi, manusia biasanya akan bosan atau bahkan hingga memberontak dari keadaan yang tidak menyenangkan. Apalagi secara terus-menerus.

Contohnya, saya ambil seseorang yang dari kecilnya sudah terhinakan oleh orang tuanya, lingkungannya, dan lain sebagainya, sedari kecil.

Suatu saat bisa jadi orang tersebut ‘gerah’ dengan keadaan yang terus-menerus seperti itu dan ingin menunjukkan sesuatu. Namun sayang, tidak ada prestasi yang dapat ia banggakan.

Akibatnya? Satu-satunya yang bisa ia banggakan adalah mencari-cari kelemahan orang lain agar ia dapat menunjukkan taringnya.

Maka dari itu tidak heran jika seseorang begitu senang melihat kesusahan atau kekurangan orang lain karena secara langsung ia merasa bahwa ia berada di tingkatan yang lebih baik daripada orang tersebut.

Saya sampai iba saat ada kenalan lewat teman saya dulu yang tinggal di pemukiman kumuh. Usianya sudah 30 namun ia masih lajang, seorang perempuan. Dia sampai tidak ingin keluar rumah sebab lingkungannya kerap mengejeknya karena ia belum menikah.

Atau contoh lain, saya pernah tinggal di lingkungan orang-orang yang bagi saya tidak produktif dan progresif. Mereka jarang sekali menebar manfaat bagi dirinya dan orang lain.

Waktu itu saya masih tidak dapat mengendarai sepeda motor. Dan kalian mungkin sudah tahu kelanjutannya, Masyarakat di sana mengejek saya tak henti-henti sebagai orang yang payah hanya karena saya tidak dapat mengendarai itu.

Dan orang-orang seperti itu memang akan ‘kejang-kejang’ jika ada orang lain yang lebih baik darinya. Mereka iri dengan kebahagiaan yang mereka sendiri tidak pernah berusaha untuk meraihnya, jadinya mereka membenci orang-orang yang sedang dalam kesenangan.


Pepesan kosong

Risiko orang-orang miskin adalah kebanyakan mereka ingin mendapatkan gengsi, namun apa daya mereka tidak memiliki sesuatu yang dapat mereka banggakan.

Akhirnya tidak mengherankan jika banyak orang-orang miskin yang mengorbankan kebutuhan finansialnya demi membeli kendaraan mewah secara kredit.

Mereka hanya ingin gengsi atau perhatian di mata masyarakat. Mereka tidak peduli dengan tagihan cicilan yang mencekik dan sarat riba di kemudian hari.

Sayangnya, beberapa orang miskin tidak memahami kaidah-kaidah yang berlaku, bahkan mereka tidak ingin tahu. Jadi dengan kendaraan mewah yang baru mereka cicil tersebut, mereka bertindak arogan di jalanan seakan yang membangun jalannya masih satu jalur nasabnya.

Jejaring sosial pun mereka bombardir dengan foto-foto kendaraan kesayangannya. Bahkan tidak jarang mereka bubuhi dengan caption-caption yang agak mengganggu. Apakah mereka peduli dengan itu? Gengsi telah membutakan mereka.

Tetapi saat mereka sudah bosan dengan barang mewahnya, kemudian kembali menderita karena cicilan-cicilan segunung yang mencekiknya tiba-tiba, mereka kembali membenci orang lain, ingin orang lain merasakan penderitaan mereka pula.

Oleh karenanya, tidak heran jika mereka menjadi semakin sangar dan orang-orang semakin mengutuk mereka.


Mengganggu orang lain

Sebagian kemiskinan terjadi karena mental yang sangat miskin.

Saya pernah membaca artikel di internet tentang sebuah pertanyaan mengenai “Mengapa banyak yang membenci Singapura?”

Jawabannya cukup menohok saya.

Si penjawab bilang, “Banyak negara lain yang ingin maju seperti kami, tetapi mereka tidak (mau) tahu caranya. Jadi yang dapat mereka lakukan hanyalah menyerang kami.”

Jawaban itu membuat saya tiba-tiba teringat tentang banyaknya postingan di jejaring sosial yang menyudutkan orang-orang kaya. Salah satunya seperti ini:

Kurangi Drama

Saya juga pernah melihat postingan-postingan drama dari sebagian serikat buruh yang menyudutkan pengusaha. Bahkan menuduh pengusaha adalah orang-orang jahat yang memeras keringat para buruh demi kepentingan para pengusaha saja.

Lucunya, postingan tersebut masih sempat-sempatnya menambahkan fitnah para pengusaha yang enggan membeli makanan kaki lima, para buruh menjadi pahlawan karena mereka ingin ‘jajan’ di gerobak pinggir jalan.

Seakan para buruh tersebut telah dapat menggaji diri mereka sendiri tanpa perlu pengusaha. Ingin rasanya saya melihat rapor prestasi kerja (KPI) dari para buruh yang berdrama tersebut, apakah kualitas kinerja mereka sudah layak untuk menyerang pengusaha dengan drama mereka?

Saya bahkan pernah lihat seorang postingan pengendara sepeda motor yang menjelek-jelekkan pengemudi mobil bahwa banyak pengemudi mobil yang ‘belagu’. Ia memosisikan bahwa pengendara sepeda motor adalah pahlawan karena banyak menolong pengendara mobil saat kesusahan bermanuver.

Meski saya adalah termasuk pengendara sepeda motor, namun yang sering saya lihat adalah banyaknya pengendara sepeda motor yang tidak ingin mengalah dengan pengemudi mobil.

Betul bahwa ada pengemudi mobil yang brengsek, namun jumlah mereka masih jauh lebih sedikit. Saya yang terkadang menumpang mobil partner kerja hingga memahami stresnya mengemudi di tengah lautan pengendara sepeda motor yang inconsiderate.

Tidak heran jika beberapa orang miskin sangat sulit untuk kaya. Bukan hanya mereka tidak ingin memikirkan cara untuk mencari uang halal secara lebih, mereka bahkan menghina dan mengganggu orang kaya yang mereka damba-dambakan itu.

Sudah tepatlah jawaban orang Singapura di atas tersebut.


Lebih dekat kepada korupsi

Karena sebagian orang miskin ingin memiliki gengsi sebab mereka lelah dengan kehidupan mereka, itu membuat kesempatan menghalalkan segala cara terbuka lebih lebar.

Beberapa orang miskin akan menyerobot cara-cara tersebut dan ketagihan dengan cara itu.

Masing-masing orang miskin akan membela sesamanya. Saat kita tegur orang-orang tersebut bahwa cara yang mereka lakukan tidak benar, beberapa orang justru akan menyuruh kita diam dan mengajari kita bahwa itu adalah periuk nasi mereka.

Sebagiannya lagi bahkan tidak puas dan cenderung mencari penghasilan tambahan. Misalnya, di minimarket yang sudah jelas bertuliskan “parkir gratis” mereka tetap kukuh dan melanggar hal itu, menagih biaya parkir sepihak dari para pelanggan minimarket.

Sisanya menyamarkan sistem pengobyekan mereka dengan istilah biaya “admin” atau “retribusi”.

Atau di bahu jalan yang sudah jelas tulisan “dilarang berjualan”, mereka dengan beraninya melanggar.

Mereka dengan acuh melanggar karena mereka yakin bahwa masyarakat dapat mereka bodohi dengan drama mereka.

Tidak heran jika kita lihat pejabat-pejabat korup, watak mereka hampir sama dengan orang-orang miskin tersebut. Senang menyerobot peraturan, menaikkan harga sepihak, menyerang bila kita laporkan, solidaritas yang menolong dalam kemaksiatan, dan lain sebagainya.

Kemiskinan dapat kita berantas dengan mudah, namun mental kemiskinan adalah hal yang sangat menantang untuk kita hilangkan. Watak itu tumbuh dan akan semakin mengeras dengan gengsi yang telah didapatkan.

Berbeda dengan orang yang telah terbiasa menjadi bermanfaat, mental mereka sudah terlatih untuk itu. Maka tidak heran jika kita lihat banyak orang kaya yang rendah hati dan dermawan, sebab itulah yang mereka tumbuhkan dari kecilnya, entah dahulu mereka dalam keadaan kaya atau miskin.


Lalu bagaimana solusinya?

Sebagai solusi, saya tidak akan menjawab “rajin beribadah” karena kita sudah pasti akan paham itu dan itu adalah hal yang wajib, baik miskin atau kaya.

Bagi seseorang yang berada dalam kehidupan yang sulit, mohon agar tidak sekali-kali menghibur diri dengan menjatuhkan orang lain.

Misalnya seperti, “Biar kita miskin yang penting bahagia, coba lihat orang kaya banyak yang terserang penyakit.”, dst.

Sebab hiburan itu hanya akan semakin mengokohkan ego serta rasa dengki.

Saya pun paham bagaimana sakitnya saat melihat orang lain sudah mencapai tahap yang kita idam-idamkan, sementara kita masih terjerembab di bawah.

Jadi, saat saya iri dengan orang lain, saya ucapkan “inna shalati, wa nusuki, wa mahyaya, wa mamati, lillahi rabbil alamin.”

Artinya, “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Tuhan Semesta Alam.”

Cobalah untuk mengucapkan itu saat kita iri melihat orang lain membeli mobil baru, atau memiliki rumah sendiri. Atau ucapkanlah bagi kalian yang masih lajang saat iri melihat orang-orang yang berbahagia dengan pernikahan. Hingga cobalah untuk mengucapkan itu saat kalian melihat orang-orang sudah dapat pergi umrah jika itu membuat kalian iri.

Jika masih iri, adakalanya menjauh dari sumber iri tersebut sangat dianjurkan. Bukan memutuskan silaturahmi, namun berusaha untuk lebih fokus dengan ruang personal, terutama untuk kalian yang sering bersosial media.

Yang terpenting, sekali pun kalian tengah mengalami kehidupan yang sulit lagi pahit, masih banyak cara untuk menjadi sebaik-baik manusia. Salah satunya adalah menjadi bermanfaat tentu saja.

Fokuslah dengan hobi kalian, dan lakukanlah improvisasi sekalipun kalian pesimis dengan itu. InsyaAllah keistiqamahan akan berujung baik, seperti pepatah “tiada hasil yang mengkhianati usaha”.

Kemiskinan janganlah kalian jadikan tembok penghalang usaha seperti sebagian orang miskin yang telah saya jabarkan di atas.

Jika ingin menjadi pahlawan, jadilah pahlawan seutuhnya. Membuat takut orang lain hanya akan membuat kehidupan kita lebih buruk sebab banyaknya sumpah serapah yang mendarat mulus di kehidupan kita. 😉

Oh iya, kalau dulu kalian pernah tahu sinetron “Rahasia Ilahi” atau majalah “Hidayah”, kebanyakan yang terkena azab justru adalah orang miskin daripada orang kaya.

Semoga Allah Ta’ala selalu memudahkan setiap urusan kita, selama kita terus memperbaiki diri.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Mekkah Menghijau, Tanda Kiamat?

    Berikutnya
    Udah Aminin Aja? Jebakan Doa


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas