Sewaktu menggeser-geser beranda sosial media, saya menemukan postingan yang bertuliskan, “Roda kehidupan itu terus berputar, yang kaya tiba-tiba bisa jadi miskin, dan yang miskin tiba-tiba bisa jadi kaya.”
Saya yang telah terbiasa kritis, langsung berhenti menggulir, mengernyitkan dahi. Saya membatin, “Apa iya begitu cara kerja roda kehidupan?”
Tentu saja hal yang disebutkan di postingan di atas bertentangan dengan pernyataan masa kini yang menyebutkan bahwa “yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”.
Di sini mungkin kita akan bingung bagaimana roda kehidupan bekerja.
Tetapi di artikel ini saya ingin mencoba membagikan hasil pemikiran saya dengan pendek dan manis.
Sebenarnya tidak ada sesuatu yang disebut dengan “roda kehidupan”. Yang kita pahami sebagai roda kehidupan di sini adalah waktu yang terus berjalan, dan keadaan yang terus silih-berganti.
Kemudian beberapa sastrawan yang puitis menyebutkan fenomena tersebut dengan “roda kehidupan”.
Disebut roda karena memang yang roda lakukan hanyalah berputar. Ada satu titik di mana posisinya selalu di atas dan di bawah seiring perputarannya seiring berjalannya waktu.
Titik sebuah roda yang kadang di atas dan di bawah itu sebenarnya memiliki kaitan erat dengan takdir.
Manusia, yang pada kenyataannya adalah makhluk yang istimewa karena memiliki akal, tentu memiliki roda kehidupan yang berbeda dengan makhluk lain.
Makhluk hidup yang lain, semisal pohon, memiliki roda kehidupan yang sangat statis. Jika suatu saat ada kebakaran hutan, maka pohon tidak dapat melakukan apa pun selain terlindas roda kehidupannya sendiri, membiarkannya terlalap api.
Begitu pun dengan hewan. Allah yang Maha Kuasa telah menakdirkan jika hewan ini akan menjadi mangsa hewan lain sebagai siklus makanan dan kecil sekali bagi hewan tersebut untuk mengelak dari takdirnya.
Sedangkan manusia, yang merupakan satu-satunya makhluk yang memiliki tanggung jawab mengelola alam di BumiNya Allah Ta’ala ini, memiliki takdir yang dinamis sebab fitur akalnya yang makhluk lain tidak memilikinya.
Sayangnya, masih sedikit sekali yang ingin mengetahui bahwa hidup di dunia ini tidak semudah satu tambah satu sama dengan dua.
Titik-titik roda kehidupan manusia tidak semudah berada di atas dan di bawah.
Memang benar seluruh takdir manusia pun telah Allah tetapkan dari semenjak ia berada di dalam kandungan, sama seperti makhluk lainnya.
“Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Tetapi ada keistimewaan tersendiri yang manusia dapatkan dengan adanya fitur akal yang Allah Ta’ala berikan eksklusif hanya kepada manusia.
Manusia bisa membedakan baik dan buruk bukan hanya secara insting atau naluriah, melainkan dengan akal dan pembelajaran.
Dengan akal, manusia dapat merancang, mengekstensi, dan memodifikasi roda takdirnya sendiri.
Misalnya, ada manusia yang Allah takdirkan menjadi orang kaya, rezekinya tersebar di mana-mana yang mungkin melebihi makhluk lainnya. Namun karena ia malas mencari rezeki tersebut, maka sampai kapanpun ia tidak akan mendapat rezekinya tersebut.
Betul bahwa rezeki ada yang datang tidak kita sangka, namun apakah kita hanya duduk berpangku tangan mengandalkan rezeki dadakan?
Bahkan untuk beberapa kasus, rezeki yang tidak kita sangka itu datang karena ada perbuatan kita yang mendukung untuk mendapatkan rezeki tersebut.
Contoh, karena kita berusaha untuk terus berbuat baik hingga Allah Ta’ala menilai kita pantas untuk mendapatkan rezeki dari arah yang kita tidak bisa duga, maka kita akan mendapatkan rezeki tersebut. Seperti, ada tetangga yang tiba-tiba datang memberikan bingkisan, dan sebagainya.
Karena takdir manusia begitu fleksibel, yang menjadi tantangan untuk manusia itu sendiri adalah ia memiliki tuntutan untuk menentukan pilihan takdir yang tepat.
Contoh yang paling mudah, saat seorang murid ingin menjadi juara kelas, ia memiliki dua pilihan, apakah ia ingin menjadi murid yang rajin atau malas.
Istilahnya dalam pemrograman itu adalah IF dan ELSE. Jika seseorang bekerja, maka kesempatannya untuk mendapatkan rezeki itu lebih besar daripada yang hanya duduk-duduk tanpa melakukan apa pun.
Kemudian algoritmanya menyempit menjadi, jika seseorang yang bekerja dengan gigih dan sepenuh hati, kesempatannya untuk mendapatkan rezeki akan jauh lebih besar daripada pekerja yang hanya sekedar menyelesaikan pekerjaan saja.
Selalu dua jalan, selalu dua pilihan. Manusia memiliki tuntutan untuk memilih di antara dua jalan itu, mana baginya yang dapat membuatnya lebih baik.
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.”
(QS. Al-Balad: 10)
Tetapi justru pemutusan pengambilan jalan inilah yang cukup rumit. Bahkan di perusahaan-perusahaan, orang yang dapat mengambil keputusan dengan tepat memiliki bayaran yang sangat tinggi.
Pengambilan keputusan ini termasuk skill atau kemampuan mahal, yang sayangnya sedikit sekali manusia yang menguasainya.
Bagaimana tidak? Terkadang dua pilihan itu sangat menipu. Ada yang terlihat indah namun kenyataannya di dalam keindahan itu terdapat penderitaan. Dan di lain kesempatan, terkadang yang terlihat indah itu memang benar-benar indah dan menyenangkan.
Saya ambil contoh sekali lagi, dahulu sewaktu profesi menjadi Youtuber sangat menggiurkan, beberapa orang dihadapkan dua pilihan. Ingin meninggalkan pekerjaannya yang sekarang dan menjadi Youtuber atau bertahan. Mana yang akan kalian pilih?
Roda kehidupan pun bisa kita retas atau kita hack. Tetapi risikonya sangat tinggi karena bisa merusak roda kehidupan itu sendiri.
Inilah mengapa mendatangi dukun atau cenayang, atau ikut perjudian itu sesuatu yang sangat dilarang dalam Islam. Sebab tentu potensinya dapat membuat rusak roda takdir.
Bahkan ancamannya tidak main-main,
Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.”
(HR. Muslim)
Orang yang ingin dengan cepat memutar roda takdirnya agar ia berada di atas sebelum waktunya tentu akan membuat roda takdirnya menjadi sangat tidak stabil, bahkan perputarannya bisa kacau.
Akibatnya, perputaran roda takdir yang telah kacau akan menyiksa seseorang tak henti-hentinya jika ia tidak segera melakukan perbaikan.
Di antara siksaannya adalah, manusia yang memiliki roda kehidupan yang telah rusak akan selalu dihantui rasa takut dan cemas akan sesuatu yang tidak berdasar. Ia juga akan tersiksa oleh rasa haus akan gengsi yang tidak akan ada habisnya.
Kemudian siksaan lainnya adalah keadaan emosional yang akan menjadi tidak stabil karena sedikit sekali orang yang mau mendengarkannya saat ia susah. Belum lagi teman-temannya hanya menjadi pelampiasannya seketika, tidak dapat membuatnya lebih baik sedikit pun.
Tidak heran, jika orang-orang yang merusak roda takdirnya sendiri seperti mendatangi tukang ramal, berjudi, korupsi, mengambil pekerjaan yang bukan keahliannya, dan sejenisnya, kebanyakan memiliki akhir hidup yang mengerikan.
Beberapa orang mungkin sempat khawatir jika dirinya mungkin tidak akan pernah menjadi orang kaya, atau jodohnya mungkin tidak akan menyenangkannya, atau kematiannya mungkin tragis.
Sebenarnya kecemasan itu adalah wajar dan manusiawi. Maka dari itu Allah Ta’ala telah memberi obat untuk kecemasan ini dengan berdoa kepadaNya.
“Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat.”
(HR. Ahmad & Ibn Majah)
Pada dasarnya, manusia itu mendapatkan takdirnya dengan cukup. Tidak berlebih dan tidak kurang.
Sama seperti tumbuhan, ada yang memang harus hidup dengan air yang sedikit dan akan mati jika mendapatkan banyak air. Begitu pun sebaliknya.
Seluruh takdir meski telah Allah tetapkan, insyaAllah semuanya dapat berubah termasuk rezeki, jodoh, hingga kematian sekali pun.
Jika kematian adalah takdir yang tidak dapat diubah, maka orang yang bunuh diri tidak akan masuk neraka.
Jadi sebenarnya tugas manusia itu adalah mengais rezekinya sendiri dengan profesional dan sebaik-baiknya. Tugas manusia pula untuk selalu melakukan perbaikan dengan harapan Allah akan memberi rezeki lebih.
Mulai sekarang agar tidak bertanya lagi mengenai “kapan saya akan kaya”, melainkan mulai memikirkan kapan kita akan memaksimalkan rezeki yang kita dapat.
Namun hati-hati, apabila rezeki seseorang telah sempurna, artinya ia sudah lebih dekat dengan ajalnya.
“Janganlah kalian putus asa dari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati kecuali telah sampai genap rezekinya yang merupakan bagiannya…”
(HR. Al Hakim)
Wallahu A’lam Bishshawab