Dimulai dari saat saya penasaran dengan asal mula banyak meme-meme berkeliaran di internet, jadilah saya cari di Google “Meme Source” dan saya bertemu dengan sebuah artikel yang mendaftarkan sepuluh sumber meme yang menjadi ‘langganan’ bagi para pemburu meme.
Di antaranya adalah Sponge Bob Square Pants, Tom & Jerry, The Office, The Simpsons, dan… Friends.
Saya akui bahwa Friends ini menjadi sumber meme yang paling sering saya jumpai di internet. Karena penasaran, saya mencoba untuk melihat beberapa video Friends yang ternyata itu memang acara sitkom (komedi situasi) sebab kerap diiringi dengan tawa penonton studio atau hanya sekedar laugh track.
Sebenarnya Friends ini berbeda dengan acara komedi kebanyakan karena memang ini ditujukan untuk drama bak telenovela. Jalan ceritanya pun cukup cepat dan tidak terlalu banyak filler. Setiap episodenya memiliki keterkaitan yang bikin bingung jika mulai menonton dari sembarang episode. Seperti saya yang bingung ini lucunya di mana karena alur ceritanya memang harus mengikuti setidaknya dari Season 3.
Intinya, Friends ini tidak seperti Mr. Beans, Tom & Jerry, Mickey Mouse, Spongebob, atau acara komedi dunia nyata yang kita sebenarnya bisa bebas menonton dari sembarang episode karena masing-masing episodenya independen. Friends sebenarnya ‘sinetron’ yang dijadikan sitkom.
Okae, balik lagi ke Phoebe. Bermula dari meme COVID19 berikut yang membuat saya menonton cuplikan yang sebenarnya, yakni saat Joey belajar bahasa Perancis kepada Phoebe.
Di sinilah pertama kali saya melihat si Phoebe yang berteriak “you’re not SPEAKING FRENCH!!!” dan saya terkesan.
Ternyata Phoebe ini memang punya karakter yang menarik, meski si Phoebe ini menjadi salah satu karakter yang paling ‘straightforward’ atau ‘apa adanya’ di acara sitkom tersebut.
Saya sendiri merasa ada beberapa karakter Phoebe yang menggambarkan diri saya atau karakter yang “sebenarnya saya ingin seperti itu”.
Saya menemukan delapan buah. Langsung…!
Banyak orang yang bilang saya penyabar dan lemah lembut (pret!), mereka bahkan tidak percaya kalau saya bisa marah kepada orang lain (super pret!). Nyatanya, saya adalah orang yang tempramental dan mudah meledak-ledak. Makanya saya happy ketika beberapa perasaan saya diwakili oleh si Phoebe ini.
Beberapa partner, teman, dan karyawan saya hingga melihat ke seberang langit saat mereka menyaksikan saya pertama kali mengamuk, seakan mereka masih berada dalam mimpi buruk mereka.
Tapi, tapi… meski demikian saya orangnya berusaha untuk menjadi penyabar kok… 😊
Di saat karakter yang lain masih sering menyembunyikan perasaan mereka karena terlalu ‘tidak enakan’, Phoebe Buffay tidak. Saya menilai si Phoebe ini kalau dia sedang ‘A’ ya ‘A’, ‘B’ ya ‘B’. Meskipun memang, beberapa episode saya menemukan Phoebe berbohong karena memang alasan yang begitu manusiawi.
Saya sejujurnya masih agak sulit untuk terbuka secara langsung tanpa banyak alasan saat saya menghindar dari orang lain yang pada akhirnya orang tersebut justru semakin malas dengan saya yang kerapkali menyembunyikan perasaan saya meski mereka telah meminta saya untuk jujur apabila saya sedang tidak bersedia. Saya ingin belajar dari Phoebe ini.
Berapa kali saya melihat episode ketika Phoebe dengan berucap “Sorry” dengan ekspresi penyesalan saat dia melakukan kesalahan. Terutama di episode di mana dia memalak Ross saat Phoebe masih berusia 14 tahun.
Yang paling saya tersentuh adalah ketika Phoebe menjewer Ross untuk meyakinkan bahwa dirinyalah yang memalak Ross, dia seketika langsung menepuk dengan lembut telinga Ross yang ia telah jewer untuk memastikan telinga Ross baik-baik saja. Bahkan ia berulangkali meminta maaf hingga Ross pada akhirnya memaafkannya tanpa ada paksaan.
Meskipun Phoebe bukan dari kalangan yang berpendidikan, namun dia menjadi salah satu yang terbaik saat ia mencoba membantu mengatasi masalah teman-temannya. Ia selalu memberi apa yang temannya minta dan tidak pernah mencoba menjerumuskannya.
Misalnya saat Chandler gugup dengan masalah kesan pertama saat ia ingin diinterview kerja, Phoebelah yang memberikan pokok masalah dan mencoba untuk melakukan beberapa latihan.
Saya terkesan dengan episode di mana dia bekerja sebagai Customer Service untuk toner printer namun berakhir ia menghentikan rencana bunuh diri dari calon pelanggannya. Mungkin apa yang ia lakukan di luar jobdesc utamanya, namun atas nama kemanusiaan, siapa yang peduli? Lagipula apa yang dia lakukan tidak melanggar etos kerja.
Di sinilah saya belajar bahwa saya tidak perlu terlalu kaku dengan pekerjaan saya. Jika seseorang ternyata dapat menjadi teman dalam hidup saya di luar lingkup kerja, mengapa tidak?
Saya tipikal orang yang senang melayani customer atau pelanggan saya dengan pelayanan terbaik yang mungkin. Dan saya adalah tipikal yang paling ketat untuk urusan pelayanan terhadap pelanggan. Namun justru ada satu lagi karakter Phoebe yang “menang” untuk hal ini.
Saat partner katering Phoebe, si Monica yang biasanya ketat di apartemennya, begitu segan untuk meminta bayaran dari layanan katering mereka sebab pelanggannya selalu menolak dan mendramatisir keadaan agar tidak membayar jasa katering dari siang hingga malam lagi, Phoebe akhirnya turun tangan dan melakukan penagihan.
Yang saya suka dari sini, Phoebe masih menggunakan kata-kata maaf dan terima kasih serta tersenyum meski dalam keadaan marah kepada pelanggannya. Sesuatu yang berani saat melakukan penagihan jatuh tempo kepada pelanggan tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka.
Saya sebenarnya agak menyayangkan mengingat si Phoebe ini hampir-hampir tidak memiliki kemistri dengan lima tokoh utama lainnya seakan membuat Phoebe hanya menjadi pemeran pendukung. Hampir setiap episode, kehadiran Phoebe seakan-akan tidak memiliki efek apa pun dengan jalan cerita yang berlangsung.
Namun di sinilah tantangannya, si Phoebe harus memiliki ‘skill’ khusus untuk dapat membaur dengan kubu sosial yang ia jalin. Dan kabar baiknya, si Phoebe cukup berhasil menjadi filler yang berkesan. Saya sampai sekarang masih ngakak menonton Phoebe yang bernyanyi bersama instrumental bagpipes yang dimainkan Ross secara gagal total.
Phoebe memiliki masa lalu yang sangat tidak menyenangkan. Ibunya bunuh diri, ditinggal ayahnya, masa kecilnya terkatung-katung di jalanan. Memang benar sifat buruknya masih sering menempel mengingat dia bukan dari kalangan orang-orang yang mengenyam bangku sekolah, namun si Phoebe hanya ingin menjadi dirinya sendiri.
“Apa yang kalian lihat, inilah saya.” Begitu kira-kira. Tetapi bukan berarti dia menjadi keras hati dan tidak ingin dinasehati orang lain, dia hanya… tidak berusaha untuk memiliki gengsi.