Salah satu kegiatan saya saat piknik adalah berburu air terjun. Saya sendiri sudah mengunjungi sekitar 50-an air terjun, terbanyak di Bogor.
Kemudian suatu hari muncul pemikiran iseng entah dari mana. Dari 37 provinsi di Indonesia, hanya provinsi DKI Jakarta saja yang tidak memiliki air terjun. Bahkan provinsi Kepulauan Riau saja punya.
Intinya, di mana ada dataran tinggi, di situ biasanya ada air terjun.
Jakarta, kota metropolitan yang kata beberapa orang begitu boring karena konturnya terlalu datar.
“Puncak tertinggi” dari provinsi DKI Jakarta adalah kelurahan Cibubur, hanya 84 meter di atas permukaan laut.
Yang kita tahu, air terjun itu ya sesuai namanya, air yang jatuh dari tempat tinggi langsung ke tempat rendah. Jatuh ya, bukan mengalir.
Tetapi sayangnya, tidak ada standar yang pasti mengenai berapa ketinggian jatuhnya aliran air sehingga dapat masuk ke dalam kategori air terjun.
Fakta menarik: dalam bahasa Sunda, air terjun memiliki dua kata. Curug dan Leuwi.
Curug, artinya air terjun yang tingginya lebih dari tinggi manusia rata-rata (ukurannya cuma via perasaan 🤣)
Sedangkan leuwi, adalah kebalikannya, yakni air terjun yang tingginya lebih rendah dari tinggi manusia rata-rata.
Berikut foto leuwi yang pernah saya jepret di daerah Babakan Madang, Bogor.
Pendek kok, tinggi leuwi bagian atas hanya sepinggang, dan leuwi bawahnya hanya selutut.
Meskipun hanya leuwi, namun banyak yang menjadi tempat wisata yang cukup ramai. Banyak warga dari Jakarta yang mengunjungi leuwi di daerah Sentul dan Babakan Madang di akhir pekan.
Kembali ke pembahasan utama. Apakah di Jakarta ada air terjun?
Saya jawab, ada. Bahkan bukan hanya satu, tapi beberapa.
Yah, meski semuanya bukan termasuk kategori “curug”, melainkan hanya “leuwi”.
Dan perlu kita catat, seluruh “leuwi” di Jakarta bukanlah tempat wisata.
Kesimpulannya, di Jakarta ada air terjun, tetapi semuanya hanyalah leuwi dan sama sekali bukan tempat wisata.
Kenapa bukan tempat wisata? Yaiyalah bukan, pemandangan pinggir kali banyak yang tak sedap, air sungainya juga kelam, dan kebanyakan diberi tanggul beton.
Saya pernah melewati perempatan Penas Kalimalang, belok kiri menelusuri Kalimalang di bawah tol Becakayu. Waktu itu saya ingin ke kafe.
Lalu saya mendengar deburan air. Meski saya sedang mendengarkan musik pakai headset, namun deburan air dari sungai di sebelah saya ternyata masih terdengar dengan jelas.
Saat saya melihat ke kanan, ke arah sungai, wow ada leuwi dan itu cukup besar. Maksud saya, leuwinya cukup tinggi.
Sayangnya, saya tidak ada waktu untuk memotret, jadi saya coba ambil dari Google Street View saja.
Seperti yang kalian lihat, “air terjun” yang saya lihat pada saat itu bukanlah tempat wisata. Tidak ada tempat untuk menikmati sang leuwi, kanan-kiri dipagari. Jangan harap sampai ada tiket masuk apalagi ada hamparan rumput untuk gelar tikar.
Kemudian leuwi lainnya (jika masih masuk hitungan, karena memang terlalu rendah), ada di daerah taman Rasuna Epicentrum.
Yah seenggaknya meski para pengunjung taman dapat menikmati suara debur sang leuwi, namun tetap saja hal itu sangat, sangat tidak leluasa.
Saya tidak tahu lagi jika ada leuwi-leuwi lain di daerah lainnya di Jakarta.
Saya ingat partner saya dulu bercerita kalau dahulu mereka masih sempat merasakan sungai di (pinggiran) Jakarta yang masih jernih dan masih dapat mandi di dalamnya.
Akses ke sungainya juga masih bebas, belum memiliki tanggul-tanggul beton atau tertutupi pemukiman ilegal yang kumuh di pinggirnya.
Sebenarnya leuwi-leuwi di Jakarta bisa menjadi tempat wisata. Faktor penentunya ada dua, warga dan pemerintahnya tentu saja. Dan wajib keduanya, bukan hanya warga atau pemerintahnya semata.
Bahkan negara Singapura yang juga sama sekali tidak memiliki air terjun, ternyata pemerintahnya sampai membangun leuwi buatan yang warganya dapat menikmatinya secara gratis.
Ada di sungai penghubung Kingfisher Lake, Garden By The Bay. Meski buatan, namun berasal dari sungai alami.
Belum lagi kemudian para warganya banyak yang menjadi relawan untuk membantu pembangunan dan merawat ‘keasrian’ leuwi buatan tersebut.
Artinya, DKI juga bisa memiliki tempat wisata dari leuwi sungai. Tidak perlu leuwi buatan, dari leuwi yang sudah ada juga bisa.
Tetapi masalahnya, keraguan datang dari pemerintah yang mungkin minim kemauan dan warganya yang minim kesadaran.
Masalahnya air terjun di Bogor yang sudah ada saja banyak yang tidak terawat atau sudah tidak lagi alami… jadi what do you expect?😏
Padahal, deburan air dapat membantu menyegarkan pikiran, terutama untuk warga ibu kota yang rawan terkena stres karena pekerjaan atau jalanan.
Jadi yaa… hal yang pertama harus kita lakukan ya kita memang perlu memberi edukasi kepada rekan-rekan dan ‘menyadarkan’ mereka kalau mereka sedang hidup di negara yang sangat indah ini. 😉
Wkwkwk Kirain beneran ada curug yg hidden gem di Jakarta. Tapi kayaknya bagus juga tuh bikin curug buatan kayak di SG atau PVJ bandung lah. Jadi klo mau healing tipis-tipis gak usah jauh-jauh
Hahai, iya. Kalau di SG sebenernya ada juga 3 curug buatan yang tinggi banget. Sebenernya kayaknya bisa banget Jakarta bikin begituan kalau pemerintahnya niat, prefer sih di daerah Jagakarsa/Srengseng Sawah masih banyak yang seger2. 😆