Curug Cikoneng

Serius, dari jaman kapan saya sebenarnya ingin ke air terjun ini. Jujur, ketika saya mengacak-acak Google Maps saat jam BeTe kerja, saya bertemu dengan landmark aneh yang bertuliskan Curug Cikoneng. Apa? Air terjun lagi? Saya lihat sepertinya air terjunnya masih belum banyak terjamah makhluk-makhluk yang bernama manusia, bahkan setelah googling sedikit saya tahu memang yang membahas air terjun ini sangat sedikit dan masih benar-benar belum dikelola.

Berapa saya hitung jaraknya dari tempat pemberhentian angkot terakhir?

3,5KM! Astaghfirullah!

Saya masih sayang dengan betis kaki, makanya saya lewati. Meskipun saya senang berjalan kaki, namun tiga setengah kilometer itu saya yakin bukanlah jarak yang dapat ditempuh dalam waktu singkat, apalagi medannya naik turun. Bisa gempor saya pas kerja besok. Wah, wah… Akhirnya air terjun ini masuk ke dalam daftar wishlist saya, belum sampai ke add to cart.
*nanti pengirimannya mau pake JNE apa TIKI? Ada GO-SEND sama J&T juga lohh…

Ok, stop that nonsense.

Karena semakin jarang olahraga terutama lari pagi, lama-kelamaan kalo naik busway saya malah dikasih duduk di bangku prioritas melihat perut saya yang sekarang ini. Alamakk! Akhirnya terpaksa saya harus mengunjungi air terjun ini sebagai program diet saya.

3,5KM! I’m comingggg!


Gak punya niat

Alarm telah dipasang menandakan jam 8 saya harus cusss. Well, saya akhirnya berangkat jam setengah sepuluh. NOOO!!!! Kenapa begitu telat??! Ngumpulin niat menghadapi tiga setengah ka’em, tentu saja.

Saya membuka lagi peti harta karun saya, Trafi, yang katanya dari pemberhentian angkot terakhir saya harus berjalan selama 41 menit. Seperti biasa berbekal KRL ke Bogor, sambung angkot ke Terminal Laladon, kemudian sambung lagi angkot ke Leuwiliang, dan terakhir saya naik angkot 57 ke Puraseda. Aksesnya benar-benar sama dengan perjalanan saya dulu ke Curug Lontar.

Sudah pukul setengah satu, saya ngemil susu dan roti di angkot 57 yang ngetem. Kata Trafi saya akan tiba 14.07, ya ampun sore ‘kali… itu pasti gegara insiden pengumpulan niat yang berlangsung selama hampir 1 jam waktu pagi tadi. Sebel.

Berangkat juga akhirnya. Eh, itu Curug Lontar! Halo curug yang dulu pernah kusinggahi… sekarang you jadi mantan. *yaampun

Okay, tiba di Jalan R. Puraseda ta lompat dari angkot. Ongkosnya Rp10.000. Sebentar, Jalan R. Puraseda? R. di sini maksudnya apa? Raya? Raden? Rapopo?

Curug Cikoneng

Oke Nanda, tarik nafas dalam-dalam dan mulailah bermeditasi demi menghadapi 3,5 kilometer. Pusatkan pikiran, tenangkan badan, rilekska… “Jang, ojeg jang!”

Tidaaaakkkk! Pikiranku berantakan. Eh, tapi bisa nggak ya ojeg sampai langsung ke air terjunnya? Saya tidak mau ambil resiko, langsunglah saya menyebrang dan masuk jalannya. Oh, tak lupa saya pasang program kegiatan olahraga dari S*msung Health dan saya atur jaraknya ke tiga kilo. NOW!


Tidak begitu buruk, bahkan sama sekali tidak buruk

Jalanannya hancur tidak ya? Saya lihat dari Google Sattelite itu memang jalanannya membelah pesawahan, semoga jalannya… eh! Aspal lho… Mulus! Alhamdulillah.

Sekarang kanan kiri saya pemandangannya cantiQ kek aQQuh… *uoeeekkk! Tapi beneran, kapan lagi saya menikmati suasana pedesaan seperti ini? Adakalanya mata yang lelah menatap layar digital seharian perlu dipijat refleksi oleh pemandangan yang masyaAllah ini. Alhamdulillah Bogor lagi cerah, jadi saya lihat banyak awan yang menyemangati program bakar lemak saya ini.

Curug Cikoneng

One kilometer reached! Total calories 46 kilocalories, estimated total time 12 minutes 36 seconds, average speed is 4,4 km/hours…

Sudah satu kilometer, ayo teruskan jalannya. Lumayan asik ya piknik sambil jalan sehat hahah. Btw, mataharinya terik sumpah, untung saya sudah luluran tadi jadi saya aman dari gangguan sinar UV A dan UV B yang menyebabkan kulit… stop! Ini bukan iklan. Kita kembali ke gad… get!

Sampai akhirnya saya tiba ke sebuah pertigaan, yang memang sudah dipasang rambu-rambu. Warga sudah paham mungkin banyak yang bertanya di mana curugnya jadi mereka tempel papan petunjuk arah sendiri di tiang listrik.

Curug Cikoneng

Treknya mulus beraspal namun jalanannya naik turun. Tidak curam sih, namun cukup sering bergelombang. Pada akhirnya, betis saya mulai gempor di kilometer dua. Saya ingat saya belum shalat zhuhur, jadi saya tanya seorang bapak.

“Pak, masjid di mana ya?”

“Oh itu jang nanti ada gang, masuk…”

“Makasih pak… Kalo ke curug masih jauh?”

“Masih, nanti ada tanjakan terus turunan, dari sana sudah kelihatan curugnya. Sekitar 2 km lagi.”

What?! Dua kilo lagi??? Aplikasi saya bilang 800 meter lagi! Yang mana yang benar… alamakkk…!

Coba tebak? Di masjidnya pun tidak ada air, terpaksa saya harus jalan lagi. Yaampun, sudah jam dua teng! Kesorean gak ya?

Benar saja, sekarang di depan saya tanjakan tinggi dan saya cukup menderita menanjaknya. Masih aspal sih dan tidak curam-curam amat, tapi saya sudah jalan lebih dari 2 kilo dan itu tuh terasa sumpah pegalnya. Saya lihat di atas banyak monyet-monyet pada terbang dari satu ranting ke ranting yang lainnya. Lihai ya? Moga-moga rantingnya nggak ada yang tiba-tiba patah hahah.

Okay, tanjakan selesai. Sekarang tinggal turuu… naaannn! Pinter… dan setelah turunan ada…?

Curug Cikoneng

Yeeeeyyyy!

Ya sudah, kini masuk ke jalan yang lebih sempit, tinggal ikuti jalan, banyak petunjuknya kok…

Curug Cikoneng

Ada masjid, akhirnya saya shalat Zhuhur dulu. Jam berapa ini? Ya ampun, 14.25. Well, airnya cuma netes. Tapi yasudalah.


We meet again!

Dari masjid sudah tinggal kepleset ternyata. Alhamdulillah! Saya ditagih goceng sama pengelola, tiketnya sudah memiliki karcis sendiri. Nice!

“Teu nyandak mobil motor A?” (Nggak bawa kendaraan A?)

“Saya jalan kaki dari Puraseda…”

Sekali lagi kejadian banyak orang yang terkaget-kaget melihat sesosok anak manusia yang berjalan kaki dari mana rimbanya menuju tempat wisata mereka. Yaampun, apakah 2030 spesies pejalan kaki akan punah? Entah.

Tapi bomat, air terjunnya sudah terlihat jelas di depan mata… ‘Reeee!!!

Curug Cikoneng

Saya langsung duduk, melepas lelah dan memandang sekeliling. Fasilitasnya lumayan lengkap, ada kamar mandi, hingga minuman dingin yang isinya hanya Teh Gelas dan air mineral saja. Ada kolam ikan juga… Well good! Minus mushala, sayang.

Ternyata ramai juga ya? Bahkan di atas air terjunnya banyak yang sedang touring pakai sepeda motor trail. Di sana juga ada jasa sewa guide untuk mengantar ke curug ke tujuh. Apa? Jadi air terjunnya ada tujuh kek Cilember gitu?

Curug Cikoneng

Saya mulai mengeluarkan kamera saya dan berkeliling, terutama ke tingkat dua air terjunnya. Saya melewati jembatan bambu yang telah dibuat pengelola dan di bawahnya ada tempat berendamnya juga. Nice.

Jadi air terjunnya bisa dicapai dari dua sisi, saya jadi teringat Curug Luhur. Pengelola yang baik hati telah menyusun banyak tangga jadi aksesnya dinamis alias dari mana saja boleh. Good.Curug CikonengTerlihat ada bangunan yang sedang diselesaikan, saya tidak tahu untuk apa itu. Mungkin mushala? Saya akhirnya sampai ke air terjun tingkat dua dan saya lihat banyak orang-orang turun dari atas. Hah? Ternyata pintu masuknya bisa dari mana saja kek yang punyanya Doraemon?

Curug Cikoneng

Lagipula kenapa ada rumah bagus di situ?

Di tingkat dua, air terjunnya juga bisa dipakai berendam. Saya hanya duduk diam menyeimbangkan alunan musik dari hape saya dengan suara riuh air-air yang sibuk melakukan aksi bunuh diri. Ah, andai tempat ini sedikit lebih dekat tanpa harus tiga setengah kilometer.

Jam berapa sekarang? Setengah empat. WHAT? Saya harus buru-buru pulang.

Well, 3.5km, I’m back!


Lelah tak jadi masalah

Saya kembali menyetel aplikasi olahraganya menjadi 3,5 km, dan mulai memecut sendi-sendi kaki saya lagi. Oh, bagi yang menemukan plang masjid berikut, perlu diketahui bahwa air terjunnya sudah sangat dekat, yahhh sekitar 700 meter lagi, bukan 2km seperti yang dibilang si bapak di awal hehe…

Curug Cikoneng

Di kilometer 1.3, saya menemukan masjid, eh, atau mushalla, jadi saya shalat Ashar dulu di sana. Dan you know? Airnya menuju wasalam, waaaa… cepetan wudhunya, pastikan semuanya terbasuh dan yup, ketika saya selesai membasuh kaki hingga ujung-ujung jarinya, kerannya sudah kehabisan H2O (bukan oksigen yaaa).

Tapi serius, tiga masjid saya jabanin, semuanya krisis air, padahal disebelahnya sungai-sungai mengalir dengan bahagianya…

Sampai di dalam mushalla, saya benar-benar takjub karena pemandangan dari jendela benar-benar biyutiful. Serius.

Curug Cikoneng

Setelah shalat, energi banyak terkumpul, saya lanjutkan perjalanan.

Sepanjang jalan pun… eh, ternyata jalanannya mulus ya? Nanti-nanti pakai ojeg saja saya kayak di Curug Kantri kemarin. Tapi… masa-masa jalan kaki ini benar-benar sebuah momen yang bittersweet. Artinya, pengalaman manis yang cukup menyedihkan hahah, mode dramanya ON!

Saya lihat banyak orang-orang, khususnya pemuda wara-wiri dengan kendaraan mereka, bersama kekasihnya. Saya mah… okay, saya adalah jomblo bahagia. Ingat, jomblo bahagia. *hiks

Setidaknya pemandangannya menghibur, betewe.

Curug Cikoneng

Akhirnya dengan perut cekat-cekot saya sampai ke tempat menunggu angkot pukul 16.38. Angkot 57 datang 10 menit kemudian dan saya happy!

Apa? Angkotnya nggak sampe Leuwiliang??? Katanya peraturannya jika sudah jam 4 ke atas hanya sampai Warung Salak saja. Ya ampun… akhirnya saya transit naik angkot BL dari Warung Salak ke Leuwiliangnya. Tarifnya sama-sama Rp5.000.

Setiba di Leuwiliang pukul 17.30 saya beli mie ayam bakso untuk mengakhiri segala sesuatunya. Perut saya kenyang, pengalaman saya kenyang, kamera saya pun kenyang. Alhamdulillah.

Sepanjang perjalanan menuju Laladon langitnya mengamuk. Bahkan hujannya membuat jalanan tergenang cukup parah. Jakarta banjir gak ya?

Saya sampai rumah pukul 9 malam lewat, tapi tidak apa, setidaknya saya puas. Ini mungkin air terjun terakhir saya di Bogor yang saya sentuh dengan angkutan umum, karena saya sudah tidak menemukan yang lain lagi kecuali harus dengan kendaraan pribadi.

Btw… setelah 7 kilometer tadi, perut saya langsung sixpack ‘kah?


Galeri

Curug Cikoneng Curug Cikoneng Curug Cikoneng Curug Cikoneng Curug Cikoneng Curug Cikoneng Curug Cikoneng Curug Cikoneng

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Dikepung Biru: Kepulauan Seribu, Pulau Tidung

    Berikutnya
    Sayang Betis: Bogor Tapos I, Curug Ciampea


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas