Candi Borobudur

Setelah kemarin coba-coba ke Wonosobo yang akhirnya nyasar di puncak Gunung Prau, saya mulai menikmati piknik lintas alam. Ehm, maksudnya lintas provinsi. Jadilah saya tembak Yogyakarta tanpa berpikir macam-macam. Eh, mau ke mana tapinya? Kalibiru? Imogiri yang banyak bukit-bukit itu?

Oh iya, Candi Borobudur ajjah! Sebentar, tapi itu bukan lagi Yogyakarta, sudah Magelang. Yasudalah, yang penting cuss. Akhirnya mendadak saya beli tiket untuk perjalanan sabtu depan tanpa pikir panjang. Saya memilih Bogowonto yang berangkat 21.45 dari Pasar Senen untuk pergi dan Gajahwong yang berangkat 18.08 dari stasiun Yogyakarta Tugu untuk pulangnya, hari itu juga hahah.

Total tiket sekitar 550ribuan… namun dapat cashback 30ribu dari OVO karena beli tiketnya di Tokopedia hehe… *promosidadakan

Dah, tinggal cuss!


Norak maksimal

Naik Transjakarta setelah shalat Maghrib menuju Stasiun Pasar Senen, rute 6H yang benar-benar langsung tiba di depan stasiunnya. Asikk… Sampai stasiun jam 8 teng, bisa shalat Isya dulu. Abis itu, cetak tiket masukin kode tiket yang 6 karakter itu. Swing, tiket di tangan.Di samping ada CFC, karena lapar saya makan dulu, ambil paket paling murah jadi cuma bayar Rp28rebu hehe… Oh, sudah 21.15, ta masuk peron saja langsung, lagipula keretanya sudah datang. Bermodal KTP, petugas menyamakan nama saya dengan tiket.

Yes, masuk kereta! Gerbong 1 mana gerbong 1? Ketemu. 10D mana kursi 10D? Ketemm… what?! Sudah ada yang menempati?

“Maaf, ibu… ini 10D ya?”

“HAH?! Nomor kita sama?!” Si ibu kaget.

Suaminya yang di belakangnya juga ikut bangun. “Apaaa??!” Sambil ada kamera juum.

Saya yang kebingungan akhirnya menenangkan mereka, “Barangkali saya yang salah… Coba kita cek lagi tiketnya.”

Akhirnya sang suami mengecek dengan teliti tiket-tiket itu.

“Ini ekonomi!!!” Sang suami melihat muka saya, gondok. Saya baru sadar berada di gerbong eksekutif. Kabooorrr! Wahahahah. Maaf ya… Padahal si ibu sudah siap-siap menurunkan semua barangnya.

Sampai di 10D dan di kereta yang benar, saya mendapatkan teman mengobrol yang kaget melihat saya sendirian tanpa dosa ingin berkelana ke negeri nun jauh di sana dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Setelah itu saya tidak bisa tidur hingga pagi. AH! Kursinya terlalu tegak! Irinya melihat mereka yang pakai bantal leher…

Bete… bete… bete… jam berapa ini? Oh jam 1. Saya berusaha untuk tidur, tetap tidak bisa karena tidak nyaman maksimal.

Bete… bete… bete… jam berapa ini? Ya ampun setengah tiga! Makin bete. Saya kemudian ke kamar kecil dan tragedi pancuran air yang berantakan kemana-mana karena keretanya terus bergoyang terulang kembali.

“Stasiun Kebumen, Dear Passanger…”

Tiba-tiba orang-orang berebut turun. Ada apa ini? Saya melongo karena tiba-tiba melihat banyak manusia yang berbondong-bondong keluar kereta. YESSS!!! Tidur ala hotel bintang 5 dimulai! Tapi sudah jam 4 subuh… AH biarin, yang penting bisa bobok!

Setengah 5 lewat saya bangun, kereta sudah mau sampai stasiun Yogyakarta Tugu. Tapi kereta berakhir di Stasiun Lempuyangan yang cuma beberapa ratus meter. Saya lihat lebih di Maps lebih baik turun di Stasiun Tugu YK karena lebih dekat ke Malioboro. Okay, ta melayang ke nirwana ~

Jam 6, yowis ta Shalat Shubuh dulu.


Bolang maksimal

Saya belok ke kiri stasiun untuk keluar menuju Malioboro. Trotoarnya bagus ya, saya lihat banyak orang sarapan di trotoar dengan para pedagang. Ngemper, kira-kira begitu istilahnya. Lalu tak lama, saya menyebrang dan menemukan ini:

Oh! Jadi ini jalan yang suka dijadiin spot foto tuh! Di sebelahnya ada halte busway Trans Jogja, adek iparnya Transjakarta. Sebenernya sih, gak ada buswaynya seperti Transjakarta, jadi harus bercampur dengan kendaraan lain.

Saya masuk, tap pakek E-money yang ternyata kalau pagi tarifnya Rp2.700. Terus ini kemana? Peta rutenya tidak terbaca, serius, semakin saya baca rutenya semakin kepala saya kembang-kempis. Syukurlah ada penumpang yang menyapa saya mungkin melihat saya planga-plongo maksimal depan peta rute.

Belum lagi, di karcis tertera bahwa halte yang saya naiki adalah halte Garuda A. Lho?! Jadi sekarang saya di halte Malioboro 1 atau bukan?

Saya berbincang dengan sang penumpang yang menyapa tadi cara untuk ke Terminal Jombor untuk lanjut ke Borobudur. Oh ternyata dia sama-sama ingin ke Jombor, alhamdulillah bisa nebeng hehe. Lalu datanglah bus ke Candi Prambanan, rutenya 1A, tapi saya mau ke Borobudur. Akhirnya lewat rute 2A, saya tidak tahu ke mana tapi oleh penumpang tersebut saya disuruh naik. Yaudaok.

Pengalaman naik TransJogja ini seperti jadi aktor pelem Fast N Furious. Ciung… ciung…! Ckiittt! Bus berbelok di perempatan sambil menggas, terlihat pula bus TransJogja jurusan lain pun demikian. Ini kayak tikus lagi dikejar kucing? Masuk gang sini, keluar gang sana, masuk lagi belokan sini, keluar entah di mana, terus belok lagi masuk…

Yaampun. Haltenya pun banyak yang tidak memiliki nama dan bahkan portable hanya undakan tangga saja (disebutnya TPB. Btw, apa itu TPB? Tempat Pemberhentian Bus?).

Saya disuruh transit di Ngabean baru lanjut rute ke Jombor, nomor trayeknya 8 kalau tidak salah. Yasudah ikut saja lah, tiba-tiba saya sampai di Terminal Jombor saja. Dari sana saya disambut banyak nanyian merdu yang memiliki lirik, “Ayo, Borobudur! Borobudur!”

Yes, saya ngebut ke bus abu-abu 3/4 mirip Metro Mini itu. Jam 07.00.

Tarifnya Rp20.000,- langsung sampai Terminal Borobudur via Muntilan. Setidaknya saya bisa bobok. Eh, nggak bisa deng. Saya melihat langit tiba-tiba mendung. Ya Allah, plis jangan berawan, saya maunya cerah… 🙁

Eh bener cerah lagi. Alhamdulillah.

Setibanya di Terminal Borobudur, saya disambut banyak nyanyian lagi. Kali ini dari tukang becak dan ojeg. Saya pikir Candinya sudah dekat jadi… ta melenggang mengacuhkan nyanyian merdu mereka hehe… Btw, trotoarnya bagus.

Dan benar, hanya bermodal 300 meter-an, saya sudah berada di pintu masuk Candinya. Yeyy!


One of the wonders

Yang jadi PR bagi wisatawan di sini adalah mencari loket masuk. Soalnya kanan kiri pasar buat oleh-oleh sama warung makan sih hehe… Untung ada ‘sedikit’ petunjuk yang cukup membantu.

Saya lihat banyak bule yang sudah mondar-mandir entah mencari rombongan mereka atau sekedar melihat-lihat. Semoga bukan karena tersesat hahah. Loket masuk telah di muka tapi… terhalang lautan manusia sepertinya. Untung loket kasirnya ada banyak, sampai 12 jika tidak salah.

Nah, di depan saya persis, orang-orang yang mengantri pada pindah ke antrian lain. Ada apa? Ada apa? Loketnya tutup? Oh bukan, ada dua orang bapak galau menentukan berapa banyak rombongan mereka. Menghitung lagi, menyocokkan dengan jumlah uangnya. Kasir sudah berkata bahwa total biaya masuknya Rp1,4juta, tapi si bapak sepertinya salah menghitung dan membuat saya menarik nafas panjang.

Kasirnya pun terlihat seperti bete maksimal. Saya akhirnya berkata kepada si bapak agar bergeser terlebih dahulu karena antriannya semakin panjang, namun tidak digubris. Kasirnya ikut buka suara dengan logat Jawa kental, dia bilang,

“Ya kalo gitu geser dulu dong pak, banyak yang antre di belakang…”

Tiketnya Rp40ribu. Wew, lumayan ya… tidak tahu untuk tarif khusus orang asing berapa. Di sana juga disediakan tiket terusan ke Candi Prambanan, namun saya tidak tertarik.

Tiket telah di tangan, kini di depan saya banyak lautan manusia yang mengantri di pintu masuk. Alamak. Antriannya ada 4, namun pintunya ada 3, karena yang satunya khusus pengguna kursi roda. Belum lagi dipisahkan dengan yang membawa tas dan yang tidak. Semrawut maksimal pokoknya.

Saya tidak tahu apa yang diperiksa oleh petugas, tas saya hanya diobok-oboknya sampai mabok kemudian saya dipersilakan masuk. Dilarang membawa drone, begitu peraturannya. Sekarang mana candinya? Oh, masih 500 meter di depan.

Candi Borobudur

Padet bangettt…

Di pintu masuk ada mesin pengecekan namun sudah tidak digunakan. Saya mulai meniti tangga hingga stupa, bersenggolan dengan orang-orang. Rame amat yakk?

Jam 8. Skip-skip, saya cari spot foto. Habisnya di atas mau apa lagi? Tidak ada yang bisa dilakukan selain berfoto. Banyak tulisan dilarang duduk di stupa tapi orang-orang semuanya duduk, termasuk bule. Bhahahah. Saya yang sendiri mau difoto siapa? Akhirnya dengan mode memelas saya membujuk seorang pengunjung untuk memfoto diriqquh yang dilanda kesendirian maksimum ini.

Lumayan lah hehe…

Kemudian di atas saya kesulitan mencari spot foto karena setiap stupa sepertinya sudah ‘dibooking’ oleh para pengunjung. Saya bahkan rela menunggu hingga pengunjungnya pada kabur dulu sehingga keinginan saya untuk mendapatkan tema sebuah foto bisa terkabul. Dan yess, pengunjung yang satu sudah kabur, lalu datanglah ribuan pengunjung lain semakin memenuhi spot foto keinginan saya. Huaaa!

Ya mau bagaimana lagi. Resiko bhehehehe…

Saya ingat ada mitos kalau bisa memegang kepala patung yang berada di dalam stupa, maka keinginan kita terkabul. Ya Allah ini bisa musyrik hahah, tapi apa daya, banyak patung yang kepalanya sudah dipenggal oleh manusia-manusia kurang ajar. Sedih saya jika ingat itu…

Candi Borobudur

Kesannya jadi horor. Kaciaan de pengunjung yang capek-capek masukin tangan cari kepala patungnya ternyata zonk.

Oh iya, seingat saya, candi ini adalah tempat sakral umat Budha. Jadi di sini ada mushalla tidak? Ya kali tempat ibadah bisa dobel gitu. Tapi kata teman saya ini sudah masuk ke dalam lingkup konservasi alam dan dibuka untuk umum. Seharusnya sarana penunjang seperti toilet dan mushalla tersedia di sekitar candi.

Wah, sudah jam 10. Saya ingin turun, mengingat saya belum sarapan juga. Semakin ke sini jumlah pengunjung semakin brutal. Saya tidak bisa gerak lho. Kalau macet manusia ya begini.


Benar-benar di negeri orang

Ini tangga menuju pintu keluar penuh sesak dengan manusia-manusia.

Eh, ada gajah jugakk…!

Oke, saya pulang via pasar yang tadi awal, dengan 50x lebih padat. Aduh mungkin dapat kecepatan setengah km/jam sudah syukur kali. Kanan kiri pasar menjajakan baju, makanan khas Jogja, dan brem. Ada juga warung tempat makan, tapi akhirnya saya makan di warung terluarnya saja. Mencicipi gudeg Rp15ribu.

Jam 11. Saya ke toilet dulu dan membayar 2.000. Toiletnya bersih.

Ternyata jalan keluar itu lebih jauh daripada jalan masuk. Ditambah lautan manusia bikin tambah capek. Ya sudah, intinya saya sudah keluar dan di luar macet kendaraan. Untung saya jalan kaki.

Sesampainya di terminal Borobudur, busnya kosong. Aduh jangan-jangan jam trayeknya sudah selesai lagi. Saya tanya ke Dishub katanya masih banyak. Saya juga diarahkan orang terminal untuk menunggu di tempat yang ternyata banyak orang yang juga menunggu bus Jogja. Jika memang jamnya sudah habis, pilihan satu-satunya naik angkot ke terminal Magelang dan lanjut bus ke Jogja.

Alhamdulillah busnya datang tak lama. Itu jurusan terminal Jombor atau Giwangan? Kalo saya sih terserah yang penting ke Jogja saja hahah. Bisa lanjut Trans Jogja kok dari terminal mana pun.Sesampainya di Jombor jam 1 siang, saya shalat Zhuhur di terminal Mushala. Eh, masih keburu ke Candi Prambanan gak ya? Mengingat saya sudah harus ada di stasiun minimal jam setengah 6.

Saya nekad naik bus Transjogja ke Prambanan dari Jombor, transit di Janti kata petugasnya. Aduh mana jalanan macet lagi… akhirnya jam 2 lebih saya sampai Janti. Btw Halte Janti yang mana? Utara apa Selatan? Ya ampun. Rutenya ribet ya hahah.

Di halte Janti utara sudah puluhan orang mengantri ke Prambanan. Busnya tidak lewat-lewat hingga 15 menit kemudian. Begitu lewat pun hanya mampu angkut dua orang karena sudah sesak dan kembali kabur. Oh. Saya akhirnya bilang ke petugasnya bahwa saya ingin kembali ke Malioboro, akhirnya saya diarahkan ke taman pintar. Apa itu taman pintar? Tamannya bisa bikin nilai ujian mentereng begitu?

Saya sadar gap antara pintu bus Transjogja dengan haltenya kebanyakan jauh-jauh. Kasihan amat orang yang susah lompat ya? Atau setidaknya bisa melangkah panjang begitu.

Sampai di taman pintar. Saya tidak tahu nama haltenya apa. Saya jalan ke KM 0 Jogjakarta dan istirahat sebentar. Banyak orang narsis di sana. Ya memang tempatnya instagrammable sih hehe…

Ternyata dari sini ke Stasiun tinggal lurus via jalan Malioboro. satu setengah kilo, hajarrr!

Di sini… agak… semrawut? Saya jadi teringat Tanah Abang. Trotoar isinya pedagang semua, banyak orang-orang lalu lalang dan beli pula. Jalanan pun macet parah. Ya sudahlah, yang penting saya ngarungin bakpia dan brem sampai saya pikir gak bakalan muat saya taruh di tas.

Setelah itu saya makan lotek deh… Bahagianya hidup.

Saya tidak ke Keraton Kesultanan, meski hanya 400 meter, saya sudah terlalu lelah. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali ngadem di stasiun sekalian shalat Ashar. Lalu? Saya ngemper sambil buka lappy ~


Spor jantung

Eh, di sini magribnya jam setengah 6. Alhamdulillah shalatnya gak jadi di-jamak hehe… ya sudah saya bersiap menunggu kereta jam 17.57. Tapi keretanya belum datang juga? Bogowonto kan? Jalur 3 kan?

Akhirnya saya belanja di minimarket dan membeli bantal leher seharga 60 rebu rupiah.

Jam 18.07. Keretanya mana??? Saya nunggu di jalur 3 lho…! Katanya mau berangkat jam 18.08?

Saya akhirnya mendengar speaker yang berkata,

“Untuk para penumpang kereta Gajahwong jurusan Pasar Senen, diharapkan segera menaiki kereta di jalur 5 karena kereta ingin diberangkatkan.”

WHATTT??? NOOOO!!!!

Saya menggas kaki saya hingga kecepatan 100km/jam (halah) menerobos kerumunan orang-orang. Masuk ke kereta, dan kereta langsung berangkat. Hampir… hampir! Alhamdulillah masih diberi kesempatan hahah.

Padahal saya tidak pakai headset, tapi kenapa tidak dengar ya announcer dari tadi. Apa mungkin saya menyangkanya kereta yang saya naiki adalah Bogowonto di jalur 3? Aduh, seceroboh ini ogut.

Ya sudah, kali ini dengan bantal leher saya bisa bobok. Bukan, bukan dengan cara mengalungkan bantal ke leher, melainkan menaruh bantalnya di tempat untuk menaruh minuman yang tersedia di gerbong dan saya langsung tepar.

Sampai stasiun Jatinegara jam 3. Saya tidak ingin ke Pasar Senen karena lebih jauh. Pesen ojol deh jibrek bobok tidur abis shalat Isya.

Saya bisa mimpi maksimal di atas bantal yang sesungguhnya.


Galeri

Candi Borobudur Candi Borobudur Candi Borobudur Candi Borobudur Candi BorobudurCandi Borobudur Candi Borobudur Candi Borobudur Candi Borobudur Candi Borobudur Candi Borobudur Candi Borobudur

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Horor Pendek 28 : Tetangga Kontrakan

    Berikutnya
    Penuh Drama: Bogor, Devoyage


  • 2 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    1. waaw nekat sekali 😀

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas