Gila Kerja

Beberapa dari kita saya yakin pernah mendengar istilah “workaholic” yang artinya adalah “gila kerja”.

Kebudayaan “workaholic” biasanya dapat dengan mudah kita temukan di Asia Timur.

Saya pernah kenal dengan seseorang yang curhat bahwa ia tidak sanggup bekerja di Korea Selatan. Durasi ia bekerja bahkan lebih dari 12 jam bahkan pernah beberapa kali ia wajib masuk kembali pukul 3 pagi.

Saya bilang itu gila, karenanya kita sebut dengan “gila kerja”.

Tetapi apakah peristiwa gila kerja itu baik, atau justru sebaliknya?


Hak untuk siapa?

Seorang pengemudi transportasi online pernah bercerita kepada saya, bahwa ia memiliki teman yang juga berprofesi serupa.

Hanya saja, temannya bekerja mengantar para penumpang tidak ingat waktu. Bahkan sebagai muslim ia tidak pernah shalat karena terlalu sibuk mementingkan pekerjaannya.

Tidak jarang pula beberapa orang begitu mencintai pekerjaannya sehingga mereka lupa mencintai diri mereka sendiri.

Mereka lupa makan, lupa minum, bahkan hampir-hampir lupa dengan waktu tidurnya.

Padahal setiap tubuh memiliki hak. Mereka yang abai hak-hak tubuh mereka sendiri tidak bisa kita sebut dengan kebaikan.

Dapat saya simpulkan bahwa gila kerja yang seperti itu sebaiknya tidak kita lakukan. Sebab tentu saja, kita ingin kerja untuk berbahagia, bukan untuk menjadi wayang dari nafsu yang tidak peduli dengan kita sendiri.

Biasanya memang orang yang gila kerja karena tuntutan hawa nafsunya dan mengabaikan hak-hak tubuhnya, tidak akan pernah berakhir baik. Lebih parah lagi, berbagai masalah kesehatan fisik dan mental akan mengancam orang-orang yang seperti itu.


Asumsi salah sasar

Tetapi, saat ada orang yang gila kerja, memang sebaiknya agar tidak langsung mencap mereka sebagai budak nafsu atau dunia.

Selagi orang-orang yang workaholic seperti itu memenuhi hak diri mereka sendiri hingga tidak lupa kewajiban mereka kepada Tuhan mereka, maka tidak pantas kita sebut dengan gila kerja.

Saya punya rekan yang pernah bekerja di konstruksi di mana konsultannya adalah orang Jepang.

Bayangkan, saat mendesain sebuah gedung, pastinya sebelum tahap pembangunan, ada tahap desain dulu bentuk gedungnya akan seperti apa.

Di tahap desain itu pastinya banyak aspek yang menjadi perhitungan. Mulai dari desain pintu, jendela, denah ruangan, pipa, kelistrikan, tangga, dan lain sebagainya.

Rekan saya bercerita jika konsultan Jepang itu benar-benar ketat. Bahkan tiga bulan hanya membahas desain pintu saja.

Terkadang pembahasan itu berakhir dini hari, kemudian pada pagi harinya rekan saya wajib masuk kantor kembali. Dan coba tebak, si konsultan Jepang sudah berada di kantor dan bersiap untuk membahas desain kembali.

Meski berbulan-bulan hanya bahas desain pintu, tetapi sang konsultan tidak pernah terlihat bosan. Justru rekan saya yang sudah sangat jemu, berharap pembahasan pindah ke desain yang lain.

Tetapi cantiknya di sini. Desain yang begitu matang akan menghasilkan gedung yang rapi, cepat, dan bahkan hingga tahan bencana semisal gempa atau kebakaran.

Dari sini kita telah mengetahui perbedaan orang yang gila kerja karena budak nafsu dengan orang yang giat bekerja, disiplin, dan banyak memperhitungkan demi hasil terbaik.


Alasan terdekat

Beberapa orang tidak mengerti mengapa seseorang bisa begitu gila bekerja. Seperti saya, yang sering sekali pulang malam dan menghabiskan waktu liburan di kafe, hanya untuk membuka laptop dan lanjut ‘bekerja’.

Jangan khawatir, saya sendiri masih menyadari hak-hak yang saya sebutkan di atas. Saya pun melakukan liburan seperti yang dapat kalian lihat di kategori Tamasya di situs Anandastoon ini.

Saya pun masih memiliki kesempatan untuk bersilaturahmi, entah kepada keluarga jauh, atau teman-teman saya yang mengajak bertemu. Semuanya memiliki agenda masing-masing.

Semenjak saya memiliki perusahaan sendiri, saya memiliki tanggung jawab dua arah. Bukan hanya tanggung jawab eksternal kepada pelanggan, tetapi juga tanggung jawab internal kepada tim-tim saya.

Belum lagi di luar itu, saya sudah menganggap situs Anandastoon ini adalah “kerajaan” saya sendiri.

Saya mungkin begitu asyik membangun sebuah produk atau karya, mementingkan kenyamanan pelanggan atau pengunjung, sampai tidak sadar orang lain mungkin menganggap saya ‘gila kerja’.

Saya tidak tahu, saat ada orang yang berbahagia dengan apa yang telah saya bangun dengan sepenuh hati, itu menjadi salah satu faktor kebahagiaan saya juga.

Maka dari itu sebisa mungkin saya ingin memanfaatkan waktu saya untuk membuat sesuatu yang mungkin bermanfaat, setidaknya bagi diri saya sendiri.

Waktu saya memang selalu saya habiskan untuk mencoba atau belajar hal-hal baru, entah yang berhubungan dengan bidang kerja saya atau tidak.


Melihat celah positif

Siapa yang tidak suka jika ada orang yang bekerja untuk kita?

Misalnya, kita mungkin memiliki film atau game favorit yang kita selalu tunggu-tunggu.

Perlu kita ketahui, sesuatu dapat menjadi favorit banyak orang saat sesuatu tersebut dibuat dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati.

Ketika sebuah produk hanya “asal jadi” atau “yang penting ada”, kemungkinan besar akan menorehkan kekecewaan di hati pemirsa atau penggunanya.

Saya pernah menemukan seorang seniman yang membuat gambar digital, yang karyanya bisa mendapatkan tempat di latar-latar film. Seniman tersebut mengungkapkan, untuk membuat sebuah gambar bisa memakan waktu hingga 20 jam.

Pastinya 20 jam ini tidak terus-menerus. Seorang seniman membagi waktunya untuk masing-masing bagian.

Misalnya, empat jam pertama untuk pegunungan, kemudian istirahat. Lalu ia teruskan empat jam berikutnya dengan tanah atau ladangnya, kemudian kembali istirahat.

Padahal sebenarnya, seniman tersebut dapat menyelesaikan gambarnya dalam waktu dua hingga tiga jam saja. Namun karena banyaknya sentuhan dan detail yang ia masukkan, itulah yang membuatnya jauh lebih lama dalam menyelesaikan karyanya.

Tetapi, tentu saja, karya 20 jam dengan sepenuh hati pastinya akan jauh lebih berkesan daripada karya yang hanya dua jam saja.

Contoh lain yang lebih ekstrem, siapa yang tidak mau pemerintah bekerja untuk rakyatnya?

Jika pemerintah hanya bekerja sekadarnya saja, selalu menunggu waktu pulang kerja, tidak produktif, dan cenderung berdrama, apakah rakyat akan menikmati hasilnya dengan maksimal?

Di sinilah saatnya “gila kerja” telah menjadi sebuah keperluan.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    5 Permintaan Maaf yang Saya Tolak

    Berikutnya
    Saya Benci Orang Berisik, Tapi...


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas