Bakat Mentah

Pernah saya melihat di media sosial, seseorang yang memposting sebuah video yang menunjukkan kehebatan main gitarnya, dimana jarinya begitu cepat dalam memetik senar-senar gitarnya. Hal ini terjadi empat tahun lalu sejak ditulisnya artikel ini, dan saya benar-benar terkagum pada saat itu.

Tahun berganti, ternyata saya menemukan sesuatu yang berarti untuk sebuah pembelajaran. Pengalaman yang dapat dijadikan guru yang berharga adalah semua pengalaman, bukan hanya pengalaman pribadi saja. Memangnya pengalaman apa yang saya dapatkan dari orang lain tersebut?


  • Fakta, tidak dapat dispekulasi

Saya mempekerjakan seorang programmer khusus mobile, yang dia sendiri juga ternyata adalah ketua dari sebuah tim yang bergerak mengatur para freelancer binaannya. Dia bercerita kepada saya bahwa begitu sulitnya mencari seorang programmer yang bukan hanya berbakat, namun dapat diajak bekerja dalam tim.

Dia bercerita, bahwa dia sempat mendapatkan seseorang yang mengaku programmer tingkat dewa. Saat diwawancara, programmer tersebut menjawab dengan intonasi yang sedikit angkuh, seakan dia telah menguasai semuanya. Memang terbukti dia sudah pernah membuat sebuah proyek yang cukup besar, namun saat dicek kodingan (source code)nya, nyatanya cara dia mengoding masih sangat buruk, berantakan, dan sulit dipahami.

Jadilah programmer tersebut ditolak.

Pernah juga seorang teman saya yang bercerita, mengeluhkan temannya yang memiliki bakat seni yang begitu luar biasa. Tiga lukisan indah ia hasilkan dalam sehari, teman saya begitu mengagumi bakatnya. Namun sekali lagi, ia menyayangkan, sangat menyayangkan sebuah kenyataan bahwa ia hanya seorang petugas keamanan di suatu gedung.

Dan seterusnya, cerita demi cerita mengenai seseorang yang memiliki bakat, yang faktanya ia masih belum dapat dipakai untuk menghasilkan kesejahteraan bagi dirinya sendiri. Bakat mentah, begitu saya juluki.

Mari kita melihat kepada fakta. Ketika seseorang ingin bakat mereka dihargai oleh orang lain, kira-kira apakah yang mereka inginkan? Hanya sebatas pujian? Mungkin saja. Tetapi kita tidak juga menolak kenyataan lain bahwa sebagian mereka juga butuh timbal balik berupa upah yang wajar, yakni berupa uang.

Dan mari kita melihat pula kepada fakta, meskipun seseorang memiliki bakat bermain gitar seperti yang saya sebutkan tadi, mengapa ia tidak mulai menyadari bahwa kemampuannya itu harus dibarengi dengan teknik penguasaan melodi atau teknik harmoni dalam sebuah grup musik?


  • Mereka bukannya tidak cerdas

Seperti yang telah saya singgung di artikel saya yang sedikit lawas, saya menyorot mereka yang katanya memiliki bakat namun tidak diakui di daerahnya sendiri. Karena alasan itulah, mereka berbondong-bondong mencari lamaran di luar negeri.

Pertanyaannya, apakah mereka memang benar-benar tidak dapat bermanfaat di negeri mereka sendiri? Sebetulnya bisa, namun perlu perjuangan ekstra jika mengingat bahwa negeri ini masih termasuk negeri yang masih berkembang. Terkadang karena upah di luar negeri terkesan lebih wah padahal hanya sebatas staf biasa, hal ini membuat orang-orang berbakat tersebut lebih betah bekerja di negara luar.

Bukannya tidak boleh, bekerja di luar negeri memiliki gengsi tersendiri. Namun yang perlu dicatat adalah, bahwa bukan hanya orang-orang ‘terbaik’ dari negeri ini saja yang dapat bekerja di sana. Bahkan perusahaan internasional bergengsi pun memiliki pekerja yang berasal dari negara-negara berkembang lainnya, tidak hanya dari Indonesia. Jika ditelisik lebih lanjut, ternyata tidak ada yang begitu istimewa, kecuali hanya segelintir kecil, lebih kecil dari sebuah tetesan tinta dari ujung sebuah pena.

Saya pernah menjadi pembicara dalam sebuah seminar yang mana salah satu pembicaranya adalah seorang mahasiswa dari seberang pulau yang sedang menempuh kuliah di luar negeri. Yang membuat saya terklik di sini adalah, mengapa orang-orang dari pedalaman dapat menjadi begitu wah ketika telah menjadi student di luar sana, terutama ketika belajar di negara maju? Memang bagaimana standar kurikulum yang telah sukses membentuk mereka?

Akhirnya ia berkata sendiri, bahwa orientasi negara maju adalah data dan penelitian. Maksudnya bukan penelitian yang hanya menggambarkan para ilmuan sedang mengaduk-aduk cairan berwarna mencolok dalam sebuah botol kaca di laboratorium. Bukan, bukan itu.

Penelitian di sini adalah mengumpulkan semua perancanaan, menganalisa semua tindak-tanduk, menguji semua data, dan menyajikan hasil penelitian dengan visual yang menarik dan mudah untuk dicerna. Yang lebih menarik adalah, para mahasiswa di negara maju melakukan penelitian murni karena ilmu pengetahuan, bukan semata untuk bisnis. Sehingga, paper-paper penelitian begitu mudahnya ditemukan, dicermati, dan dijadikan landasan teori.

Karena kepedulian mereka dengan data itulah mereka hampir-hampir tidak memiliki waktu untuk melakukan hal yang tidak penting. Jika mereka memiliki bakat, apakah bakat mereka akan menolong mereka di kemudian hari? Jika ya, bagus. Jika tidak, apakah masih ada celah untuk membuatnya menjadi bermanfaat?

Semuanya tersusun secara sistematis, memiliki hirarki khusus.


  • Ramuan ego berlebih

Pernah saya temui orang yang ahli dalam mengukir buah-buahan menjadi ornamen cantik. Sayangnya, keahliannya itu hanya sebatas untuk dipamerkan di jejaring sosial.

Hasrat ingin dikenal orang, haus pengakuan mengenai ‘inilah gue‘, dan kandungan egosentris yang begitu tinggi, telah menjadi penyebab utama mengapa seseorang lebih peduli tentang usaha jangka pendek. Apalagi sebagian besar anak muda sulit untuk keluar dari lingkaran setan ini.

Seringkali para anak-anak muda mengambil hobi acak yang menurutnya dapat menarik keuntungan jangka pendek, mereka berbondong-bondong mendalaminya. Mereka kepanasan jika melihat orang-orang seusianya mendapatkan apresiasi berlebih atas karya yang dihasilkan dari bakat yang sama. Mereka tak dapat membendung nafsu, mereka kehilangan fokus, tampak seperti kesetanan.

Hal ini dapat berujung kepada mentahnya usaha yang telah mereka lakukan, disebabkan mereka melakukannya dengan terbalik, bahkan sangat terbalik. Secara normal, orang-orang mendapatkan apresiasi lebih karena mereka mulai menarik perhatian orang lain setelah selesai berusaha dan menemukan titik nyamannya, sedangkan sisanya hanya orang yang terburu-buru dalam meraih simpati orang lain, yang pada akhirnya mereka hanya mendapatkan sedikit, sangat sedikit, kemudian setelah itu dilupakan.

Lebih parah lagi, ide-ide mentah mereka justru diambil dan diolah oleh orang lain menjadi sebuah barang yang benar-benar jadi. Sedang pemilik ide tidak mendapatkan kredit nama sama sekali. Tragis.


  • Satelit

Satu hal yang dilupakan oleh orang-orang yang berbakat mentah tersebut adalah lemahnya penyangga mereka. Soft skill, begitu kata orang-orang. Kemampuan penunjang ini penting untuk mendapatkan kepercayaan lebih dari orang-orang.

Bagaimana orang dapat mengetahui bahwa si A memiliki bakat mendesain website yang bagus tanpa memiliki portfolio yang cukup dan idenya benar-benar berbeda dari website kebanyakan?

Bagaimana orang dapat mengetahui bahwa si A dapat bekerja sama dengan baik dengan timnya di samping bakat hebat yang telah dimiliki si A?

Bagaimana orang dapat mengetahui bahwa si A dapat membuat analisa dari setiap tindak-tanduknya, tidak sekedar memiliki bakat dan kemampuan hebat, namun selesai sebatas jangka pendek?

Bahkan, si A seharusnya memiliki satelit berupa teman-teman yang dapat menunjang si A untuk lebih mematangkan bakatnya, jadi bukan sekedar memuji-mujinya saja, kemudian sudah.


  • Penutup

Mereka yang telah benar-benar menemukan titik nyaman dalam karirnya, adalah mereka yang telah matang dalam mengolah bakatnya menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi sekitar terkhusus untuk dirinya sendiri.

Namun diluar itu, pernahkah kita mendengar ada orang yang katanya memiliki bakat hebat, namun nyatanya hingga detik ini dia tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan di luar bakatnya tersebut?

Mereka perlu dibimbing secara dekat, perlu sentuhan khusus. Saya berharap artikel ini pun juga dapat menemukan mereka-mereka yang mulai menyadari bahwa bakatnya berharga dan mulai menyadari bahwa mereka harus mulai mengolah bakatnya menjadi sesuatu yang benar-benar dapat mendatangkan kesejahteraan bagi diri mereka sendiri.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Artikel Pendek Masalah Sosial #7 : "Biasa Aja"

    Berikutnya
    "Kalau Ada Salah, Saya Minta Maaf" yang Mengganjal


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas