motivator

“SEMANGAT!” Seseorang berteriak menyemangati.

Kemudian setiap orang yang lesu tiba-tiba berubah menjadi giat dan ekstra. Maaf saja, tapi itu hanya kemungkinan kecil terjadi.

Sama seperti saat kita merasa sedih, kemudian ada yang berkata kepada kita, “Jangan sedih.”

Apakah kesedihan kita tiba-tiba lenyap? Kebanyakan kita pasti menjawab dengan menggeleng.

Motivator menjadi sebuah pekerjaan karena memerlukan kemampuan khusus, jadi bukan orang yang bisa sekadar mengeluarkan kata-kata bijak atau bahkan hanya berteriak “semangat!” lalu berharap para audiens meledakkan produktivitas mereka.

Motivasi, adalah hal yang jauh berbeda dengan inspirasi. Atau mudahnya, inspirasi adalah ide, motivasi adalah semangatnya.

Berapa banyak orang yang memiliki ide yang mahal, namun gagal terrealisasi hanya karena mereka tidak memiliki motivasinya.

Di sinilah peran motivator itu kita perlukan. Tapi sayangnya, beberapa orang seakan mengentengkan profesi motivator.

Apalagi beberapa orang menganggap motivator itu berapi-api, galak, bak orang tua yang siap dengan gagang sapu saat menghadapi anaknya yang malas-malasan di tempat tidur.

Padahal yang seperti itu mungkin lebih mirip diktator daripada motivator.


Jiwa bak matematika

Hari ini, masalah sosial semakin kompleks, sehingga kesehatan mental menjadi bermacam rupanya.

Yang pasti, saat mental tidak sedang dalam kondisi prima, keinginan untuk beraktivitas akan sampai ke titik terburuk.

Bahkan lebih parah, ada yang sampai tidak dapat bangkit dari tempat tidur, depresi.

Tak dapat terelakkan juga, yang sepertinya semakin hari semakin banyak saya dengar, adalah kasus bunuh diri anak-anak muda yang sepertinya kehilangan arah hidup.

Beberapa orang akan dengan kejamnya menilai bahwa orang-orang seperti itu akibat dari kurang ibadah atau sejenisnya. Walaupun, mereka sendiri tidak ingin mendengar itu saat mereka sedang terkena masalah besar.

Hidup bukanlah semata-mata “jalanin aja”. Bagaimana ingin jalan sedangkan navigasinya saja tidak punya?

Setiap manusia memiliki program universal, yang mana hal itu adalah sebuah matematika.

Di mana ada matematika, di sanalah ada masalah yang harus kita selesaikan.

Dan di mana ada matematika, di sanalah kita memerlukan bantuan ahli untuk membantu menyelesaikannya.

Setidaknya, memberikan celah untuk menuju jalan keluar, meski hanya dengan memberi sebuah ‘kompas’.


Jalan lurus tidaklah naif

Saya yang muslim, setiap salat wajib lima waktu beserta sunnahnya, setiap rakaat selalu membaca doa agar ditunjukkan jalan yang lurus.

Kita mungkin membayangkan jalan yang lurus adalah jalan yang benar-benar lurus tanpa berbelok seperti yang kita lihat di stok-stok foto yang bertebaran di internet.

Motivator

Jika jalan yang lurus semudah yang kita bayangkan, maka tidak akan ada manusia yang tersesat.

Bagaimana jika saya katakan bahwa jalan yang lurus adalah yang kebalikan dari itu.

Sekarang, saat kita ingin bertamasya ke sebuah tempat wisata, pastinya kita ingin jalan yang mengantarkan ke tempat wisata tersebut.

Tetapi apa daya, rutenya ternyata justru terlalu membingungkan. Terlalu banyak persimpangan, kelokan, rintangan, dan jalan-jalan yang jika kita salah masuk maka bukan hanya tidak akan sampai, nyawa kita bisa terancam.

Inilah saatnya kita memerlukan sebuah navigator untuk menunjukkan jalan yang lurus tersebut, yakni jalan yang menunjukkan ke tempat wisata tujuan kita, dan bukan jalan yang menyesatkan atau jalan yang membahayakan.

Motivator, dalam arti lain, mengemban salah satu tugas berat ini. Apakah hanya berakhir dengan lontaran kata-kata mutiara dan teriakan agar semangat?


Sesuatu yang kurang, padahal esensial

Sedari kecil, dari waktu duduk di sekolah dasar, saya yakin kita pernah belajar PPKn, PMP, kewarganegaraan, atau yang seperti itu.

Di dalamnya ada pelajaran budi pekerti, bagaimana kita menyikapi fenomena di sekeliling kita, belajar untuk peduli, semacamnya.

Namun sepertinya seluruh pelajaran tersebut telah berakhir di kertas ujian sebelum kelulusan. Setelah itu, kebanyakan orang kembali kepada hasrat dan egonya masing-masing, apalagi setelah difasilitasi dengan sosial media.

Salah satu yang saya pikir sudah mulai berkurang bahkan agak langka, adalah kepedulian kepada sesama. Kepedulian tanpa harus ada pemicu khusus seperti musibah atau bencana alam.

Mungkin di kehidupan saya yang sekarang, saya biasanya bertemu dengan orang-orang normal dengan kehidupan normal mereka yang sepertinya tidak ada yang perlu saya khawatirkan.

Tetapi saya mencoba menurunkan ego dan mulai memasuki pedalaman belantara sosialita yang jarang masyarakat ketahui.

Apa yang saya temukan, membuat saya sangat terkejut, wow.

Mirip seperti kerumunan serangga di bagian tergelap rumah kita. Mereka banyak, namun hampir tidak ada dari kita yang tahu. Bahkan kebanyakan kita tidak peduli dengan itu.

Seperti itulah sisi gelap sosialita yang saya temukan, beberapanya di ranah yang masih satu negara, satu provinsi, bahkan satu distrik yang lebih sempit dari itu.

Mereka tidak pernah tampak ke permukaan karena untuk apa juga? Apakah hanya untuk mendapatkan penilaian sepihak dari masyarakat yang justru memperparah suasana hati?

Sekali lagi, hanya orang peduli yang dapat menemukan keberadaan mereka yang ternyata jumlahnya sangat, sangat tidak sedikit tersebut.

Mereka bahkan bisa saja hidup berdampingan dengan kita, tersenyum bak segala sesuatunya baik-baik saja. Tetapi siapa tahu salah satu dari mereka hingga memiliki rencana untuk menghilang selamanya.


Beragam rupa di dasar jurang

Kata insecure atau perasaan tidak aman, anxiety atau kecemasan berlebih, datang karena suatu sebab. Sebenarnya kedua istilah tersebut sudah ada dari zaman dulu kala, hanya saja hari ini keduanya semakin merebak dan semakin mengkhawatirkan.

Saya kembali memakai analogi tempat wisata sebelumnya, mereka yang memiliki peralatan navigasi lengkap tidak akan pernah dapat merasakan repotnya orang yang tidak memiliki navigasi.

Dan orang yang tidak memiliki navigasi, besar kemungkinan mereka akan memasuki jalan yang salah, berputar-putar di jalan tersebut, bahkan hingga berujung kematian seperti keluar dari tebing.

Begitulah orang-orang yang tidak memiliki navigasi. Mereka yang sadar bahwa mereka tidak akan sampai ke tempat tujuan, akhirnya melakukan pelarian ke tempat lain karena depresi.

Beberapa kehilangan harapan untuk hidup, beberapa mengonsumsi narkoba, yang masih bertahan akan ‘kehabisan bensin’ sehingga sangat sulit beraktivitas.

Di mana sang motivator yang jasanya kita perlukan? Kita mungkin bisa mendatangi psikolog, namun jika belum terlalu parah, kita dapat menyewa seorang motivator.


Sang koki peracik jiwa

Dalam sebuah lift, dua orang petugas layanan kebersihan atau cleaning service, berbincang. Telinga saya tidak dapat saya arahkan kepada suara lain selain dari perbincangan mereka.

Oh, ternyata mereka mengeluhkan kehilangan semangat kerja, yang kira-kira seperti ini,
“Kalau lagi sedih begini mau kerja jadi susah tau. Suka bingung…”

Jika kita mendengar keluhan seperti itu, bagaimana cara kita menanggapinya?

Tanggapan terbaik adalah diam, setidaknya memasang wajah empati dan biarkan mereka berbicara. Sebab jika kita bukan ahlinya, segala sesuatu ucapan yang kita keluarkan hanya akan memperburuk suasana.

Motivator mengemban tugas dan tanggung jawab yang cukup berat seperti ini. Karena motivator pun rentan kehilangan motivasi, sama seperti psikolog yang rentan depresi, atau dokter yang rentan terkena penyakit.

Tantangan terberat motivator bukanlah sekadar membuat orang lain meraih semangat mereka kembali, melainkan adalah bagaimana menjaga suasana meski sang motivator itu sendiri sedang berada dalam keadaan jiwa yang sangat buruk.

Jika kita memang ingin menyemangati teman kita, tidak apa semangati semampu kita. Tetapi jangan menuntut yang kita semangati harus tiba-tiba bangkit dan menjadi cerah.

Motivasi tidak melulu harus berapi-api, bisa lewat curahan hati, sampai bisa lewat alunan melodi.

Bahkan beberapa seniman yang legendaris, meski termasuk desainer atau komposer video game, dapat memotivasi pemainnya lewat alunan nada atau tampilan grafis video game tersebut. Di sanalah letak harga dari sebuah karya seni.

Motivator saya dari segi seni kebanyakan berasal dari ABBA, Disney, dan Nintendo. Tetapi itu hanya pilihan subjektif alias selera pribadi.

Setiap orang bebas memilih seniman inspirator dan motivator andalam mereka sendiri selama yang mereka pilih terbukti dapat memberikan inspirasi dan motivasi.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    5 Hal yang Selalu Jadi Sasaran Politik

    Berikutnya
    Minimalisme, Ancaman Bagi Kreativitas?


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas