pelayanan toko

Sumber: inet

Jika ada toko warga berdampingan dengan toko swalayan seperti minimarket dan sejenisnya, kira-kira kalian akan lebih memilih belanja dimana? Saya yakin jawabannya akan bervariasi. Yang memilih toko kelontong, alasannya tidak jauh dari hal menghargai usaha rakyat kecil dan menengah, namun yang memilih toko swalayan, maka alasannya dapat beragam.

Saya tertarik untuk bahas hal ini mengingat banyak konflik yang terjadi seputar hal ini, baik dalam bentuk toko kelontong itu sendiri maupun yang lainnya. Intinya, ada gejolak dan kesenjangan khusus antara pasar warga dengan pasar pengusaha.


  • Pembeli/customer, catat bahwa mereka adalah manusia

“Selamat datang, selamat berbelanja…”

Perkataan tersebut tidak asing lagi didengar oleh setiap orang yang berbelanja ke minimarket. Walaupun tidak selalu karena karyawan yang sedang sibuk, setidaknya masih cukup sering didengar. Lihat? Sapaan yang dilayangkan menandakan kehadiran para pembeli sangat dihargai.

“Terima kasih, selamat berbelanja kembali…”

Bahkan ketika selesai berbelanja pun tetap mendapatkan suatu apresiasi dan undangan agar para customer sudi untuk datang berbelanja kembali padanya. Betapa sebuah pelayanan yang diberikan! Maka jangan heran mereka kemudian kembali berbondong-bondong berbelanja di minimarket tersebut.


  • Baper, ciri khas negeri ini

Jika negara lain mengandalkan logika dan rasionalis, negera kita justru mengedepankan ideologi perasaan. Maka dari itulah tidak aneh apabila ada sedikit sindiran yang ditujukan kepada seseorang, maka setiap orang yang membaca atau mendengarnya juga akan ikut tersindir.

Para marketer dan pengusaha cerdas paham akan hal ini sehingga dijadikanlah usahanya dapat memberikan pelayanan yang dapat menyesuaikan suasana hati para customer. Karena customer adalah raja, maka berbahaya jika perasaannya terganggu atau tidak nyaman selagi menggunakan sebuah jasa.

Lalu apa akibatnya jika customer merasa tidak nyaman?

Customer tersebut akan berpindah ke lain pihak dan menyebarkan testimonial mengenai jasa usaha tersebut kemudian mempengaruhi customer lain hingga akhirnya terjadi gejolak pemasukan di perusahaan yang mengakibatkan dipotongnya gaji karyawan atau diberlakukannya PHK.


  • Customer resek, nyebelin!

Saya pernah mendatangi sebuah gerai modem internet. Yang ternyata ada seorang customer yang sedang memaki-maki para karyawannya. Si customer ingin dipanggilkan supervisornya untuk ganti rugi sedangkan pada saat itu supervisornya sedang tidak ada di tempat. Alhasil para karyawan yang menanganinya cukup kelelahan dan telah berubah air mukanya, namun tetap menjaga ekspresinya sebagai bentuk dari pelayanan.

Wah, hebat. Pikir saya.

Sesekali para karyawan masuk ke sebuah ruangan kemudian berdiskusi dan berusaha menemukan solusi yang lain, namun semua saran mereka ditolak oleh customer tersebut yang berujung kepada makian yang keluar dari mulut si customer. Kali ini saya benar-benar sangat kasihan kepada karyawan-karyawan tersebut. Sesekali muncul ekspresi kekesalan pada muka para karyawan dan mereka tetap berusaha mempertahankan emosinya sebagai bentuk pelayanan.

Akhirnya para karyawan tersebut kembali berunding di ruangan tadi dan customer yang menyebalkan tadi mulai bercerita kepada para pelanggan lain, yang kira-kira seperti ini,

“Saya hanya ingin mereka tahu bagaimana resiko menghadapi customer yang seperti ini. Karena saya juga melayani customer, tidak jarang saya mendapatkan customer yang seperti saya sekarang ini.”

Kalian sudah tahu, bagaimana sebuah perusahaan mati-matian memberikan pelayanan kepada customernya. Kadang banyak kita temukan usaha warga yang sedikit sepi karena memang tidak ada sambutan hangat kepada customer, tak ada senyum, pelayanan yang ogah-ogahan, dan sebagainya seakan-akan kita tidak membutuhkan mereka.


  • Kesenjangan harusnya tidak berakhir kerusuhan

Seorang driver ojeg online berkata kepada saya mengenai tragedi bentroknya ojeg online dengan para angkot. Saya hanya mengomentari,

“Pak, baru kali ini mungkin dalam sejarah umat manusia, dimana yang murah mendemo yang mahal.”

Sang driver tertawa.

Para customer memiliki sifat tidak mau tahu. Dia bayar, wajib dapat jasa beserta pelayanannya. Para customer sekali lagi tidak ingin tahu banyak alasan, apapun. Apalagi customer yang jenisnya penumpang tidak ingin dengar masalah perjuangan uji keur, plat kuning, pajak kendaraan, dan lain-lain. Customer hanya butuh pelayanan. Dan terbukti, demonstrasi tersebut terjadi.

Lihat, Transjakarta masih penuh sesak, padahal lebih murah lho dari angkot.


  • Negara berkembang! Negara berkembang!

Negara berkembang, itulah Indonesia. Karena maju tidaknya suatu negara didorong oleh pemikiran dan akhlak yang maju. Lihat Jepang, Swedia, yang memiliki akhlak atau etika yang sangat baik dan budaya disiplin serta kebersihan yang ketat. Karena sebab itulah mereka akhirnya memiliki pemikiran yang luar biasa hebat karena struktur pendidikannya juga sistematis.

Negara kita? Hanya berputar dari segi SARA, apalah namanya solidaritas, geng, atau semacamnya yang mendominasi, tidak peduli apakah hal itu salah, atau tidak, yang penting solidaritas.

Akibatnya, ketika mereka memutuskan untuk menjadi keras seperti batu kali, maka batu kali tersebut menjadi bertumpuk-tumpuk dan semakin sulit untuk dibuat lapuk karena kesolidaritasan mereka. Yang pada akhirnya, budaya nenek moyang yang sudah harus berubah karena zaman, mereka terus pertahankan dengan sebab banyak yang membela dan mendukung sampai-sampai saingan pun mereka anggap musuh yang setara dengan penjajah.

Lalu apa yang kita harapkan? Masih perlu penghargaan lebih dari hasil karya kita yang bermanfaat bagi umat?


  • Kesimpulan

Saya pernah membaca buku mengenai sebuah hotel bintang 1 yang terlihat seperti tidak layak, namun ternyata pegunjungnya banyak walaupun dia patok harga semahal hotel bintang 5. Akhirnya sang pengusaha beberkan rahasianya bahwa yang dia lakukan selama ini hanyalah meningkatkan pelayanan. Contohnya, ketika mobil pengunjung yang baru datang, ditawarkan cuci mobil dan laundry gratis, disediakan fasilitas yang membuat mereka nyaman seperti di rumahnya sendiri. Terharu saya.

Mengapa tidak segera kamu ubah sistem pelayananmu jika memang kamu memulai usaha kecil-kecilan seperti jualan online, dst? Jika memang kualitas dan pelayanan sudah mumpuni, kalian tidak perlu khawatir masalah persaingan.

Udah itu aja.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Pengalaman Saya Melaksanakan Shalat Hajat

    Berikutnya
    Dilema Hukum : Beraninya Cuma Sama Anak Kecil!


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas