Tempat rekreasi berupa wisata alam di Jakarta dengan nuansa hutan? Rasanya seperti mustahil di tengah banyaknya gedung dan asap knalpot. Yang paling dekat itu adanya di samping Universitas Indonesia Depok, hutan di pinggiran Jakarta. Sedang yang lainnya adalah di Taman Hutan Mangrove di Pantai Indah Kapuk, tempat di mana keasrian hutan bakau masih menyelimuti pinggiran ibu kota. Apakah ada wisata alam yang lainnya, yang kira-kira agak lebih di tengah kota selain taman-taman biasa?
Yes, tentu saja ada. Hutan Kota Srengseng jawabannya. Dan yang lebih membuat kaget, lokasi yang amat hijau ini berada di wilayah Jakarta yang paling gersang, yaitu Jakarta Barat, tepatnya di daerah Srengseng (bukan Srengseng Sawah, karena sangat berbeda tempat). Mengapa gersang, mungkin jalan Daan Mogot sudah lebih dari cukup untuk mewakili jawabannya.
Seperti biasa saya menggunakan angkutan umum untuk menggapai lokasi-lokasi yang dapat menyegarkan pikiran. Dan kabar buruknya adalah, tidak ada angkutan umum yang melewati lokasi hutannya! O Mi Got! Halte busway terdekat adalah Kelapa Dua Sasak, dan itupun jaraknya masih 1,1 KM lagi. Sedangkan kendaraan umum terdekat dapat menggunakan Kopaja 609 Blok M – Meruya dan Mikrolet 24 Slipi Kemanggisan – Srengseng (naiknya dari bawah Flyover Slipi Kemanggisan sebelah Slipi Jaya). Kedua-duanya turun di jalan Haji Kelik. Dan kalian tahu, jaraknya masih 600 meter lagi! Akhirnya banyak yang memutuskan untuk menggunakan kendaraan pribadi ke tempat yang katanya bebas polusi itu.
Akhirnya dengan bermodal busway saya turun di halte Slipi Petamburan, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan ojek online ke lokasi tujuan karena pada saat itu saya sedang berpuasa Ramadhan (padahal memang sedang malas jalan hehe).
Gerbang masuknya ada dua, barat dan timur, di mana sebenarnya semuanya mengarah ke gerbang utama yang sama, mungkin untuk memudahkan pengunjung yang berjalan kaki dari sisi barat maupun timur. Saya berjalan masuk sambil mencari loketnya, yang katanya pejalan kaki dikenakan biaya 1.000 rupiah. Loketnya agak ke dalam dan berupa bangunan seperti pos ronda, penjaganya pun ramah dan mengucapkan terima kasih. Wah pelayanan yang sangat bagus sekali.Tidak seperti di tempat wisata alam lainnya, loketnya memberikan tanda bukti berupa tiket masuk yang tertera 1.000 rupiah. Dan dengan itulah perjalanan saya menyelusuri hutan kota itu kemudian dimulai.
Pemandangan yang pertama kali terlihat adalah toilet dan mushala samping loket, jika langsung mengambil arah kiri. Namun jika lurus, terdapat bundaran kecil dengan sebuah pohon besar di tengahnya dan halaman awal seperti tempat parkir mobil dan orang berjualan.
Oke, saya ambil lurus, melewati sarana bermain anak-anak dan mulai menyelusuri jalan setapak masuk hutannya, di mana hal inilah yang dari tadi ditunggu-tunggu. Sewaktu masuk pun seperti berada di Kebun Raya Bogor, versi mini. Penatnya hiruk-pikuk ibukota binasa di sini. Jujur saya masih menyayangkan lokasinya yang tidak ada angkutan umum satupun yang lewat persis di depannya walaupun hanya angkot.
Hal berikutnya yang saya temui adalah danau, di mana yang unik dari danau ini adalah adanya sebuah pulau kecil yang tidak dapat dijangkau di tengahnya. Saya benar-benar tidak tahu di Jakarta ada tempat seunik ini. Di sekeliling danau pun disediakan beberapa tempat istirahat bagi yang ingin menikmati pemandangan super ini.
Sejauh saya berkeliling danau, saya mulai merasa bosan. Apakah area hutan ini hanya sebatan danau saja? Terlebih di sekeliling danau bagian ujung sudah perbatasan antara hutan dan jalan umum. Jujur saya agak kecewa…
Namun tetap saya lanjutkan perjalanan saya mengelilingi danau sambil mencari-cari objek kecil seperti bunga dan serangga. Tetap saja saya tidak menemukannya kecuali hanya satu, namun itu sudah membuat saya cukup puas.
Saya berkeliling danau hingga hampir ke titik saya masuk pertama kali, namun pemandangannya berubah karena banyaknya orang yang memancing di sini. Dari yang memakai baju biasa, hingga yang memakai baju dinas. Tadinya saya berpikir untuk mengakhiri perjalanan hingga sampai sini saja jika tidak ditemukan sesuatu yang lain, tetapi ternyata ada jalan yang lain…
Di jalan itu saya melihat tempat outbound yang sudah tidak terpakai bahkan diberi pagar dan larangan masuk. Terlihat menjadi horor dan sangat angker, ditambah pencahayaannya hanya seberkas sinar matahari yang masuk melalui celah-celah daun, membangkitkan imajinasi tentang suatu tragedi mengenai ini di masa lalu. *lebay
Setelah itu saya tidak ingat apa yang ada selanjutnya karena tidak begitu menarik. Ujung jalan ini ternyata mushalla dan toilet. Itu berarti saya balik ke awal lagi. Lalu apakah saya memutuskan untuk pulang? Ternyata ada satu spot yang masih tertinggal, dan saya masuk ke jalan itu. Jalan yang langsung belok kanan dari loket pembayaran.
Sepanjang jalan itu hanya ada jalan setapak. Sisanya hanya pepohonan biasa hingga ditemukan danau lagi. Selesai.
Ngomong-ngomong ada catatan menarik, di jalan yang ini berhimpitan langsung dengan rumah penduduk biasa, tembok pembatasnya pun hanya sekitar 1 meter lebih, mungkin dapat membuat seseorang melompat masuk tanpa sepengetahuan petugas. Dan jalan yang terakhir saya tempuh ini terdapat beberapa tanaman baru yang memakai atribut sponsor, seperti perusahaan nirlaba.
Sebenarnya ada satu lagi jalan setapak yang belum saya tempuh karena saya sudah lelah, yang mana saya tidak tahu persisnya akhir dari jalan itu…
[flexiblemap address=”Hutan Kota Srengseng” width=”100%” height=”500px” zoom=”15″]