Sebagai orang Jakarta, saya udah agak bosen ngeliat gedung-gedung perkotaan yang terlalu kaku dan geometris. Maksudnya bangunan yang awalnya keliatan futuristik, tapi semakin kesini cuma keliatan kotak dan biasa aja.
Sebenernya ada beberapa jenis bangunan di luar gedung perkantoran yang saya suka banget.
Jenis bangunan yang saya maksud di sini bukan ke teknik arsitektur atau desainnya, tapi lebih ke peruntukannya, bahkan bisa jadi sebuah landmark.
Nah, yang saya suka dari bangunan-bangunan ini adalah uniknya dan nggak biasa. Mereka nggak kaku dan terlalu geometris sehingga punya charmnya sendiri.
Bahkan saking uniknya, bangunan-bangunan itu bisa jadi tujuan healing para anak kota yang nggak punya waktu buat mampir ke gunung. Atau seenggaknya bisa jadi tempat foto-foto instagrammable.
Apa aja sih?
Nggak tau kenapa, saya ngerasa mercusuar ini lumayan punya daya tarik sendiri ya. Mulai dari bangunannya yang tinggi di tepi laut seakan gagah dan tegar dengan rumah mini yang menghiasi.
Mercusuar di Indonesia yang paling terkenal nggak jauh-jauh dari mercusuar di pulau Belitung. Sebenernya deket Jakarta ada mercusuar yang tinggi banget dari zaman Belanda, tepatnya di Anyer.
Di Jakarta ada sih mercusuar, ada dua malah. Tapi terlalu kecil dan agak susah diakses. Akhirnya dibangun juga di kawasan PIK buat healing.
Kalau saya liat bangunan kincir angin tradisional yang kayak di Belanda itu, entah kenapa punya nuansa magis tersendiri. Mungkin karena kincirnya berputar perlahan ya?
Putaran yang pelan namun pasti, bagi saya punya efek relaksasi yang cukup syahdu.
Dulu waktu saya masih suka naik Metromini, setiap saya liat H*lland Bakery di pinggir jalan yang ada kincirnya itu, saya suka terlena sendiri natap dari balik jendela bus. Apalagi pas putaran kincirnya seirama sama musik yang lagi saya denger pada saat itu.
Andaikata suatu saat ada kafe bertema Belanda lengkap sama kincir anginnya, saya mungkin bisa betah nongkrong di sana seharian penuh. Tapi harus muter lho kincirnya ya… Mosok kalah sama H*lland Bakery wakakak.
Kadang apakah saya harus berterima kasih sama penjajah? Peninggalannya itu lho banyak yang jadi tempat healing hehe. Seperti Kota Tua… terus apalagi ya?
Cagar budaya nggak harus kota tua atau bernuansa Eropa. Jenisnya yang lain bisa Pecinan, bekas kampung zaman dulu, atau kompleks pemukiman suku yang unik seperti rumah Badui atau Kasepuhan. Yup, Wae Rebo termasuk kategori ini.
Kalau bicara menara jam atau clock tower, pikiran kita langsung tertuju sama Big Ben di London atau Makkah Royal Clock Tower (Abraj Al-Bayt).
Tapi sebenernya, banyak banget menara-menara jam unik bahkan di Indonesia pun ada. Jam Gadang sama menara masjid Kudus langsung jadi sorotan. Di Jakarta ada juga di Bunderan deket Bank Indonesia sama yang lebih modern dikit di Gedung Menara Palma.
Menara jam ini sebenernya di zaman sekarang fungsinya cuma buat estetika aja. Tapi coba kalau kita pikir, zaman dulu pemerintah bangun menara jam supaya orang-orang mudah ngenal waktu karena masa itu keberadaan jam masih jarang.
Biasanya, bangunan-bangunan museum memiliki bentuk yang estetik. Meski tidak semua, namun desain bangunan yang berbeda dari kompleks bangunan lainnya ternyata masih memikat pesona tersendiri.
Biasanya museum-museum besar yang memiliki daya tarik, bangunannya pun biasanya termasuk cagar budaya. Yah meski nggak setiap museum yang besar, karena ada beberapa bangunan museum yang seadanya dan nggak menarik sama sekali atau bahkan menyatu dengan gedung-gedung di sekelilingnya.
Kembali ke menara, yang kali ini lebih memiliki sebuah fungsi. Seperti menara air, menara pemancar, hingga cerobong pabrik. Kedengerannya nggak menarik ya?
Cuma, ada beberapa menara-menara fungsional yang desainnya unik dan futuristis. Saya sendiri cukup kagum sama desain menara-menara itu yang terpaku di antara gedung-gedung kaku di sekitarnya.
Misalnya kayak Space Needle di Seattle buat keperluan observasi, atau Kuwait Towers yang sebenernya cuma toren air doang.
Apalagi kalau ada tour khusus kunjungan menara untuk melihat pemandangan dari ketinggian.
Instalasi seni adalah objek yang paling sering dan paling mendekati bagi orang-orang kota untuk healing.
Cuma, cuma… nggak setiap instalasi seni itu menarik. Beberapa orang kadang nempel sesuatu yang kita nggak paham itu apa, nggak ada estetikanya juga, kemudian langsung disebut sebagai instalasi seni. Tak semudah itu, Paidjo…
Saya biasanya lebih suka instalasi seni yang praktikal, atau punya estetika yang nggak ngerusak pemandangan sekitar. Kita ke Singapura lagi, yang disana ada beberapa bangunan unik seperti Supertree Grove yang bukan cuma unik, tapi punya tujuan untuk nampung air hujan.
Bahkan masih di Singapur, terkadang ada event yang melibatkan seluruh seniman dari mancanegara untuk masang instalasi yang bener-bener bisa dinikmatin satu negara.
Saat saya bilang monumen, pikiran saya langsung menuju ke Monas. Yoi, monumen mana lagi buat para Jakartans yengga, yengga?
Monumen ini awalnya dibangun buat mengenang sesuatu, tapi karena beberapa ada yang anggap monumen ini punya estetika dan fungsi lain, jadinya beberapa monumen bisa jadi tempat piknik.
Tugu pun termasuk monumen yang saya maksud, dan tidak semua tugu bisa jadi tempat healing. Kadang banyak pemerintah yang have no idea atau nggak kepikiran bikin sesuatu yang bermanfaat tapi pengen ludesin anggaran, jadinya dibangunlah tugu atau monumen kecil di tengah jalan yang kita nggak peduliin itu apa.
Meski di Jakarta masih banyak perkampungan, sayangnya sudah begitu padat dan beberapa terkesan kumuh. Jadi jangankan mau susur-susur kampung di Jakarta, situasinya aja banyak yang rawan kriminal.
Saya masih menaruh wonder untuk perkampungan-perkampungan asri yang rumahnya masih terpisah satu sama lain. Apalagi kalau bentuk rumah atau catnya unik dan warna-warni.
Di Singapura (lagi), negara kecil yang isinya cuma perkotaan aja, masih nyisain satu buah perkampungan yang bernama Kampong Lorong Buangkok. Literally perkampungan, dengan nuansa jadul yang kental di tengah tingginya pencakar langit. Begitu tenang, begitu syahdu.
Lagi-lagi ke menara. Bangunan tinggi nan tipis itu memang banyak yang punya daya pikat. Kali ini jenis menara yang saya sorot adalah menara masjid.
Waktu saya masih hobi keliling-keliling Jakarta pake bus Transjakarta, kadang dari sela-sela pemandangan gedung atau pemukiman suka ada satu bangunan yang nonjol dari antah-berantah.
Yup, menara masjid. Menyembul secara ajaib entah dari mana, dan tersebar secara merata setiap lima ratus meter sekali dengan desain yang rupa-rupa warnanya.
Ya gitu deh.