Curug Cimahi

Setelah ketagihan ngebolang pake sepeda motor sekaligus ngelancarin ngendarainnya, saya berencana ingin main ke rumah teman SMP saya yang berada di Bandung Barat. Oh iya, kemarin saya baru bikin SIM C lho. Apa itu SIM C? Jelas Surat Izin Mencari Cinta hehe. Boong, jangan didengerin. Enough with those Jombs jokes already! No more Jombs jokes and/or jokes of this desperate jombs.

Yep. Akhirnya saya punya SIM juga, jadi saya bisa mengeluarkan kartu andalan saat bertarung dengan pak polisi nanti ala Yu Gi Oh.

Apakah saya ke Bandung Barat hanya untuk silaturahmi? Nggak dong! Indonesia itu indah cuy, tapi mending di rumah aja sih lagi pandemi begini. Si bangor yang demen keluyuran bak genderuwo ini jangan ditiru ya adik-adik yang manis. Ah, tapi kan mumpung lagi pandemi, biar lebih aman saya nggak pake angkot jadi beralih ke sepeda motor…

…itu pun saya baru belajar ngendarainnya, moga-moga nggak ada insiden apa-apa.

Oh iya, bagi pembaca yang belum kenal, mari kenalan sama si Pirikidil, nama sepeda motorQuh yang sering daku siksa dan daku korbankan.


Setali dua uang

Berapa jaraknya dari indekos saya di Jakarta? 130-an km, masih jauh lebih deket daripada kemarin saya ke Sawarna. Sendirian? Yo-A! Gaskeun!!! Eh, wait! Tapi kok artikel ini malah dilabeli dengan “wisata dengan angkot“? Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, bahwa sebagai alumni angkoters lulusan tahun jebot, saya paham tentang kebutuhan wisata para ngetengers lainnya. Jadi silakan dicari mutiaranya di tumpukan paragraf artikel ini ya wahai para angkoters ~

Oh iya, beberapa hari yang lalu si Pirikidil baru aja jajan ban yang mereknya “Ngeselin” (iya, yang itu) seharga 600 rebu. Wuwuwu! Enak ya jajan! Pakek acara ngerampok dompet orang lagih. Karenanya sehabis ganti ban dua-duanya, si Pirikidil langsung saya tendang habis-habisan. Ciyyeee ban baru…

Oke, saya harus berangkat pagi nih, jam 6an ya. Sip, sang alarm sudah saya serahkan sebuah tugas yang begitu berat untuk dipikul. Yang mana setelah shalat Shubuh saya memiliki kewajiban untuk bobok lagi.

Jam 6, sang alarm tiba masanya untuk menjerit-jerit karena tugas yang ia pikul sangatlah dahsyat, bunyinya menyayat hati, meminta siapa pun yang menjadi sasaran rintihannya untuk segera bangun dari kasur yang telah memperdayainya.

Berisik! Berisik!Β Berisik! Saya pilih opsi ‘Abaikan’ di alarmnya… dan lanjut boboqqq ~

Buset hampir jam setengah sembilan! Telat deh gueh! Langsung akhirnya saya mandi ganti baju, oh iya, buang dulu hajat yang mengganjal di perut agar di perjalanan lebih plong. Oh, tidak lupa pula saya bawa baju ganti, sarung, kolor, powerbank, kamera, perban, kipas, obat maag, kalkulator, lampu, dan barang-barang satu kontrakan.

Cusss, jadi lewat mana kita? Sama mbah ditawarin lewat Puncak. Ehm, nggak, makasih. Sabtu pagi lewat puncak? Bisa tepar saya kekubur kemacetan para zombie dari Jekardah yang haus darah liburan. Eh, ada alternatif ternyata lewat Bekasi dan Karawang, saya pilih yang itu.

Ternyata beneran, di Bekasi daerah Tambun ada sekelompok polisi yang siap duel ala YuGiOh! Kartu andalan saya siap saya keluarkan jika dia mengajak saya berduel karena kartu yang saya punya ini defensenya unlimited. Yup, kartu SIM C yang kemaren baru saja turun dari zaman mesir kuno ke dalam dompet saya yang mengenaskan ini.

Eh, ternyata saya nggak diberhentiin, yang jadi target orang-orang yang nggak pake helm, sama yang pajaknya mati juga mungkin ya… Baguslah saya selamat. Lagipula saya menyetir di tengah hingga kanan jalan, jadi persentase lolosnya besar ya hehe…

Ok saya lewat Tanjung Pura dan putar balik di Kosambi menuju jalan Industri yang nyambungnya langsung ke Purwakarta. Aspalnya kadang-kadang nyebelin, aspal tambelan yang bikin si Pirikidil ndut-ndutan. Aduh moga-moga jangan sampe si doi ngerengek minta diservis. Belom lagi di jalan yang dari namanya saja sudah jalan industri, truk dan kontener besar siap bertebaran di sepanjang jalan.

Yaudah sih itu truk dan kontener saya salip-salipin aja. Alhamdulillah treknya nggak brutal, masih level 3 lah untuk tingkat kesulitannya.

Dan yang lebih brutal tuh di daerah Ciganea, Sukatani, sampe Cikalong! Jalanan meliuk-liuk udah kayak uler encok, ditambah lagi adanya festival truk dan kontener sepanjang jalan. Aduh mamak, aye di tengah-tengah cuma bisa ngeliatin ban-ban raksasa mondar-mandir di kanan-kiri. Kalo sampe jatuh ke kolongnya dan kegiles bisa bakal jadi penkek instan.

Curug Cimahi Curug Cimahi

Jam 11.30, saya sudah sampai Padalarang, akhirnya tinggal satu jam lagi setelah saya bertingkah kayak cacing kepanasan di jalanan ekstrem tadi. Tak terhitung kontener dan truk yang saya salip-salipin sepanjang jalan. Ujung-ujungnya saya menghirup angin segar di KBP, apa itu? Kota Baru Parahyangan. Wah, jalanannya mantap buk!

Saya memutuskan untuk shalat Zhuhur di masjid Al-Irsyad yang bentuknya geometris itu dengan kearifan wabah. Disemprot desinfektan, shaf distancing, dan ditembak pacar, eh, ditembak suhu.

Curug Cimahi

Jadilah saya mengabari teman saya bahwa saya sudah sampai dan dia kaget bukan kepalang karena dia pikir saya akan datang jam 5-an. Jadi dia belum jemur pakaian, belum menyelesaikan tektek-bengeknya. Dia juga bingung kok cepet amat? Iya dong, saya kan aktor pelem Fast and Hilarious!

Kemudian tentu saja saya menginap di kontrakannya.


No pain no gain

Saya ditraktir seblak, nasi kuning, sampai gorengan. Sisanya saya disuruh bawa ke air terjunnya. Saya kaget ternyata Curug Cimahi dari kontrakannya cuma 19km! Asik gas daah…

Saya tiba di Curugnya jam 10 pagi, dan kabar gembiranya? Air terjunnya benar-benar tepat di samping terminal bayangan yang banyak angkot terpatri di dalamnya. Terminal Cisarua namanya, bukan Cisarua yang di Puncak Bogor ya. Saya beritahu bahwa sepanjang jalan itu angkot-angkot berkeliaran kesana kemari jadi nggak perlu khawatir angkotnya jarang. Selamat ya para angkoters ~

Oh, dari Stasiun Padalarang, Stasiun Cimahi, Stasiun Bandung Hall, Terminal Leuwipanjang bisa sambung angkot dua kali kok ke air terjunnya. Bisa naik dari Pasar Atas, Ledeng, Lembang, dan Parongpong. Wah pilihannya seabrek! Tengkyu deh siapa pun yang udah bikin tempat wisata yang sangat ramah angkutan umum ini. Dari terminal Cisarua itu sudah tinggal kepleset ke pintu masuknya.

Curug CimahiCurug Cimahi

Wah ada anak yang ngasih makan onye!

Oh iya, Curug Cimahi ini terkadang dijuluki sebagai Curug Pelangi. Saya nggak ngerti kenapa banyak air terjun yang pakai embel-embel pelangi di namanya kayak Curug Putri Pelangi, Curug Lembah Pelangi, dst. Mungkin embunnya yang bikin pelangi begitu.

Kalau malam saya lihat di simbah Gugel bahwa air terjun ini mengeluarkan cahaya warna-warni bak pelangi karena petugasnya niat banget pasang lampu LED panjang di belakang air terjunnya. Keren sih, gitu dong! Saya yakin dari sini embel-embel Pelangi di pasang untuk nama air terjun yang satu ini.

Saya kemudian ditembak kembali oleh pistol suhu dan selamat, serta membayar Rp20.000 sebagai tiket masuk.

Eh, sumpe baru aja masuk pemandangannya udah begini,

Curug Cimahi

Yaudah langsung ambil langkah sejuta untuk langsung turun di tangga-tangga yang meliuk untuk sampai ke gazebo melayang tak beratap itu. Saya apresiasi sih tempat duduknya diolah dari ban bekas hhe. Ada yang pasang hammock buat bobok, ada yang bobok beneran di atas kursinya.

Sampai bawah setelah tangga yang meliuk-liuk, terlihat musala dan toilet beserta tempat ganti bajunya. Aliran air terjunnya totalitas bok…!

Curug Cimahi

Saya langsung ke tengah dan memperhatikan manusia-manusia yang berhilir-mudik mencari spot foto yang pas dan bergaya seekspresif mungkin sampai-sampai saya pikir itu adalah pasien pekaburan dari rumah sakit jiwa terdekat. Tapi coba lihat kegembiaraan orang-orang yang berada di depan air terjunnya. Semuanya berlomba-lomba memutilasi memori hapenya demi mendapatkan gambar sebanyak mungkin.

Bermacam-macam manusia, hadir dalam area yang begitu sempit ini. Dan di sinilah letak sensasi yang menyenangkan itu.

Curug Cimahi Curug Cimahi Curug Cimahi

Saya nggak tahu, saya cuma asal jepret aja. Oh, saya iseng mendekat ke air terjunnya dan sengaja berpapasan dengan si akang yang pake baju merah itu dan menunjukkan hasil fotonya. Jelas dia mau, bahkan mau tebus fotonya. Ya ampun serem amat pake acara tebus-menebus segala, siapa yang akan jadi korbannya memang?

Sudah, saya katakan kepada si akangnya cukup follow akun Instagram saya dan fotonya akan mendarat sempurna di hapenya. Yah, hitung-hitung teknik marketing untuk menambah follower Instagram dong ~

Setelah itu ingin apalagi? Ya pulang, ke Jakarta. Mau lewat Subang ah pulangnya.

Jadilah saya kembali pulang dan melewati anak-anak tangga yang BUSET GUE NGGAK KUAT NANJAK!!! Saya nggak tau kalau semenjak saya udah naik motor kekuatan kaki melorot drastis. Aduh aduh aduh kasihan pengunjung juga banyak yang nggak kuat naik, apalagi ada emak-emak yang dibopong suaminya karena kecapekan, agak romantis sih lihatnya.

Nah saya? Ayo yang udah pernah daki Gunung Prau dan Gunung Lembu sendirian, udah pernah lewatin trek Curug Seribu, udah sering berjalan berKaEm-KaEm untuk hunting air terjun di Bogor, semangat! Saya benar-benar payah waktu itu, mana saya belum sempat duduk lagi selama saya turun dari atas ke air terjunnya. Duh tersiksa banget ya…

Sesampainya saya di atas, benar-benar sudah tidak sadar lagi saya ada di mana, berdiri lunglai bak orang mabok, seakan tinggal tunggu tulisan “Finish Him” muncul ke permukaan.


Dipaksa pulang

Saya ambil trek via Lembang dan macet banget mobil-mobil plat “D” dan “B” memenuhi turunan arah Lembang. Namun saya memilih lewat Gunung Tangkuban Perahu via Cikole daaannn… saya tuh galau saat ingin mampir ke Kawah Tangkuban Perahu. Saya sampai mematung di depan gerbang meski dirayu-rayu petugas untuk masuk kawasan itu.

Entah kenapa saya memilih “No”.

Saya kembali ke jalan pulang dan dihadapkan dengan plang “Hati-Hati! Turunan tajam sejauh 3 kilometer!” Wew, panjang amat turunannya, dan sambil meliuk-liuk lagi! Gue demen nih, bring it on!

AAAAAAAAA!!! Saya kelimpungan di turunan yang saya nggak gas plus bejek rem aja kecepatan masih 40 kilometer per jam, mana tikungannya lebih sadis dari ibu tiri lagi! Aduh asyik sih, apalagi treknya kebun-kebun teh dan pohon-pohon pinus. Mau treknya berjam-jam begini juga nggak apa-apa hehe…

Jadilah saya tiba di Subang dan langsung tembus ke Purwakarta dan kembali pulang ~

Sampai di Jakarta jam 4 lewat, setelah jam 1 siang saya cari masjid di Purwakarta untuk bobok siang bada solat zhuhur. Entah perjalanan yang cuma makan waktu 4 jam, atau saya yang kesetanan di jalan…

Oh iya, di antara kalian ada yang tahu Tanjakan Emen nggak? Iya, tanjakan yang sering makan korban dan dikenal serem itu bahkan hingga dijuluki dengan “Tanjakan Surga”. Ternyata itulah yang saya lewati tadi, yang turunannya benar-benar konsisten hingga berkilo-kilometer ke depan. Wew. Baru beberapa kali naik motor aja udah dapet pengalaman yang enggak-enggak.


Galeri

Curug Cimahi Curug Cimahi Curug Cimahi Curug Cimahi Curug Cimahi Curug Cimahi Curug Cimahi Curug Cimahi

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
πŸ€— Selesai! πŸ€—
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Modal Nekat: Sawarna, Pantai Tanjung Layar

    Berikutnya
    Derita Pirikidil: Lebak, Curug Rame & Curug Munding


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. πŸ˜‰

    Kembali
    Ke Atas