Rumah Masa Kecil

Saya sebetulnya kangen dengan cerita-cerita horor jadul yang nuansanya benar-benar ekstrem.

Kebanyakan cerita-cerita horor yang saya dengar sekarang-sekarang ini mungkin bisa dikatakan kurang greget. Karena memang banyaknya hanya cerita sebatas suara-suara saja, atau sekalipun penampakan pun bukannya membuat saya merinding tetapi malah membuat saya skeptis.

Entah penampakan yang ia lihat itu asli atau cuma paranoid.

Kemudian saya memiliki teman yang pernah mengerjakan sebuah proyek IT bersama. Dan seingat saya, saya belum pernah mengulik database cerita horornya.

Begitu malam itu saya sedikit memaksa dia agar bercerita horor dan mengorek-koreknya, ternyata yang saya dapat justru di luar dugaan saya. Bagi saya, ceritanya layak untuk saya publikasikan.

Sebut saja namanya Ahmad. Jadi ini tentang cerita rumah di masa kecilnya yang kini sudah dipugar.

Sebagai gambaran, rumah Ahmad adalah sebuah rumah keluarga besar dengan taman terbuka di tengahnya. Rumah Ahmad hanya satu lantai, namun memiliki pekarangan depan dan belakang yang luas.

Rumahnya memiliki pagar besi tinggi tertutup, tetapi ada celah horizontal di tengahnya. Jadi dapat sedikit terlihat teras depan dari luar.

Ini kejadiannya awal tahun 2000-an.


1

Di suatu sore menjelang magrib, di rumah hanya ada ibunya Ahmad dan adiknya. Adik Ahmad yang masih kecil duduk di pekarangan belakang rumah memanggil-manggil ibunya yang sedang berada di dapur.

“Ibu, bu… itu kok ada bantal guling di pager…?”

Saat ibunya mendatangi sang adik, ia melihat anaknya tengah menunjuk ke pagar belakang, memperhatikan sesuatu yang ia sebut sebagai guling tersebut.

Ibunya langsung tanggap saat menyadari langit yang sudah mulai gelap. Ia langsung menggendong dengan ketakutan sang adik dan tidak berani melihat ke pagar.

Adik Ahmad yang masih dapat melihat ke pagar saat digendong, masih berkata-kata.

“Gulingnya ada dua…”


2

Di suatu hari yang lainnya, kali ini siang hari. Ibunya Ahmad sedang menidurkan keponakan Ahmad yang masih sangat kecil di atas tempat tidur. Keponakannya itu sudah dapat berbicara dengan kata-kata yang sangat terbatas.

Saat sedang menepuk-nepuk dan mengelus-elus si ponakan agar tidur. Sang keponakan tiba-tiba menunjuk ke atas. Telunjuknya berputar-putar seolah mengikuti apa yang sedang ia lihat di langit-langit.

“Ittu… di ataasss…” Sedikit kata diucapkan oleh si keponakan dengan nada datar.

Si Ibu berhenti menepuk, merinding.

Langsung saja ia dekap si keponakan dan membawanya keluar kamar.


3

Lalu apakah Ahmad sendiri pernah melihat sesuatu? Ia menjawab mungkin, tetapi ada satu hal dari ingatan masa kecilnya yang begitu menempel hingga sekarang.

Jadi sewaktu Ahmad yang masih kecil ini digendong oleh ibunya di sore hari menjelang magrib di teras depan, Ahmad melihat ayahnya pulang kerja dari pagar depan, namun masuk rumah lewat pintu samping.

Sebuah ingatan yang kuat dari Ahmad adalah, ada sesuatu yang mengikuti ayahnya pulang hingga masuk ke pintu samping.

Kemudian Ahmad bertanya kepada saya, “Mas Nanda, tahu kuda lumping?”

Saya mengangguk, “Iya, tahu.”

Ahmad menjawab, “Itu yang mengikuti ayah saya mas. Sesuatu mirip kuda lumping, warnanya hitam, tapi kepalanya aja.”

Saya agak bingung, “Maksudnya ada jin tanpa kepala menunggangi kuda lumping yang ngikutin ayahmu atau gimana?”

Ahmad membalas, “Bukan, kepala kudanya aja. Warnanya hitam.”


4

Kemudian di masa kecilnya, Ahmad kerap dipukuli oleh ayahnya jika pulang main tepat menjelang magrib. Maka dari itu, Ahmad kecil ketakutan jika di atas jam lima sore ia belum tiba di rumah.

Di belakang rumah Ahmad ada tanah lapang warga yang biasa dipakai oleh anak-anak main sepak bola.

Hari itu, Ahmad begitu asyik main bola. Saat hari sudah gelap, ia melihat ke celah pagar, was-was jika ayahnya sudah pulang kerja.

Ia melihat dari lapangan, ada ayahnya sedang berjalan mondar-mandir seperti menunggu Ahmad pulang, siap memukulinya. Terlihat ayahnya memakai celana pendek yang biasa ia kenakan.

Ahmad yang ketakutan langsung meninggalkan lapangan, masuk lewat pintu samping.

Ia mandi, dan keluar. Ia mendapati kakeknya sedang duduk-duduk di luar.

“Ayah mana, Kek?” Ahmad bertanya.

“Belum pulang.” Jawab kakeknya.

“Tapi tadi Ahmad lihat lewat pagar, Ayah lagi mondar-mandir di halaman. Celananya ingat banget kok itu punya ayah. Siapa lagi yang pakai?”

“Salah lihat kali.” Kakeknya menjawab dengan tenang.

Benar saja, ayahnya baru pulang setelah magrib. Padahal Ahmad yakin, ia melihat ayahnya lewat celah pagar dari luar, celananya sama persis dengan yang dipakai oleh ayah.

Tetapi karena celah pagar hanya sepinggang orang dewasa, apa mungkin yang Ahmad lihat hanya celana ayahnya saja yang melayang mondar-mandir di balik pagar?


5

Masih ingat cerita keponakan Ahmad yang menunjuk-nunjuk langit-langit kamar seakan melihat sesuatu? Keponakan tersebut adalah anak dari bibi Ahmad yang juga tinggal satu rumah.

Sewaktu hamil, bibinya Ahmad pernah di sore hari menonton televisi, setengah berbaring di sofa.

Ia melihat suaminya pulang, masuk ke rumah.

“Udah pulang nih?”

Suami bibi Ahmad terus berjalan menuju kamar, seperti tidak mendengar pertanyaan sang bibi.

Pintu kamar tertutup, sang suami berjalan masuk ke dalam pintu, seolah menembus.

“Pelan-pelan dong, masa pintu ditabrak begitu!” Ucap bibi Ahmad, dengan polosnya.

Bersamaan ia kembali melihat ke arah televisi, ia melihat suaminya baru pulang dari pintu depan.

“Kok, pulang lagi? Itu tadi yang jalan nembus pintu siapa?”


6

Semenjak itu, bibi Ahmad ketakutan. Dan parahnya, setelah melahirkan ia yang dapat dikatakan paling sering menerima gangguan oleh… kalian sudah tahu.

Dari berbagai gangguan, ada satu gangguan yang cukup parah.

Pukul 4 pagi, menjelang subuh, bibi Ahmad terbangun ingin buang air kecil. Sebenarnya di samping kamarnya ada kamar kecil, namun ia entah kenapa memilih kamar mandi yang di seberang taman.

Jadilah ia memutari rumah yang mana sebenarnya ia mengitari juga taman yang dilingkari oleh rumahnya.

Saat selesai buang air, dengan mata yang masih sangat mengantuk, ia menengok ke arah taman.

Ia melihat lampu taman ada dua. Padahal seingatnya lampu taman hanya ada satu di tengah taman.

Ini sekarang ada dua lampu taman, yang satu kuning, dan yang satunya merah. Bersebelahan.

Penasaran, ia mendatangi kedua lampu taman tersebut, mendekatinya.

Yang satu benar lampu taman. Namun yang satunya…

Yang satunya, yang berwarna merah, itu adalah pocong, dengan wajah yang sangat berantakan.

Menyadari itu, bibinya langsung sadar seketika, namun justru tubuhnya menjadi terkunci. Ia tidak dapat bergerak dan berteriak. Hanya menatap pocong merah yang sedang mengangguk-angguk di depannya.

Hingga beberapa saat, pocong tersebut melayang dan mulai terbang dengan cepat dan menghilang. Barulah bibi Ahmad dapat teriak dan berlari sekuatnya.

Kemudian di malam lainnya, bibi Ahmad melihat seseorang memakai baju putih, tidak jelas siapa, sedang duduk di atas pohon sambil goyang-goyang kaki.


7

Terakhir adalah pembantunya, yang ditinggal di rumah sendirian karena keluarga Ahmad sedang ada acara di luar sekeluarga.

Sore itu, sang pembantu sedang menutup-nutupi gorden kamar satu persatu, ia melihat seorang gadis berbaju pink yang ia tidak terlalu kenal masuk ke dalam kamar adik perempuan Ahmad.

“Neng, udah pulang?” Tanya sang pembantu.

Tidak ada jawaban.

Akhirnya sang pembantu masuk ke kamar sang adik dan tidak menemukan seorang pun. Padahal tadi ia dengan jelas sekali melihat seorang gadis yang mirip adik Ahmad masuk ke kamarnya.

Ia kemudian pelan-pelan menunduk dan memeriksa kolong kasur.

Kosong.

Setelah itu ia pelan-pelan memeriksa belakang lemari…

Kosong juga.

Akhirnya ia sadar jika keluarga Ahmad sedang bepergian seluruhnya dan ia sendirian. Ia akhirnya teriak dan meninggalkan rumah saat itu juga.

Saat keluarga Ahmad pulang, sang pembantu mengadu kepada orang tua Ahmad tentang gadis itu.

Tiba-tiba ibunya Ahmad menyahut, “Jangan-jangan itu tuh yang sama juga kayak waktu itu.”

Lalu ibunya Ahmad bercerita bahwa waktu itu suaminya, yakni ayahnya Ahmad, pulang larut malam.

Dan waktu itu keluarga Ahmad sedang tidak memiliki pembantu dan memang sedang mencarinya.

Saat masuk ke rumah, ayah Ahmad bertanya jika sudah dapat pembantu. Ibunya Ahmad menggeleng.

Ayahnya Ahmad kembali bertanya, “Terus itu tadi ada mbak-mbak pakai baju pink pakai celemek lagi nenteng keranjang pakaian masuk ke kamar belakang itu siapa?”


Inilah mengapa saya sangat menyenangi cerita-cerita horor jadul…

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Pengalaman Horor Teman Terbaik #13: Kerasukan

    Berikutnya
    Cerita Horor Quora 7: Penghuni Rumah Baru


  • 2 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    1. Boleh ijin artikelnya buat konten youtube saya gak yaa ? sya mau coba bikin konten tentang cerita horor

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas
    Pakai tema horor