Saya adalah tipikal penggemar musik intrumental. Saya lebih memilih menyukai musik instrumental untuk membantu saya lebih fokus dan lebih liar dalam mencari ide.
Secara mengejutkan, ternyata hampir seluruh musik instrumental yang berada di laptop saya adalah musik video game, dan seluruhnya berasal dari Jepang. Sisanya hanya musik instrumental dari Disney, atau lagu-lagu favorit saya semisal ABBA.
Saya memiliki koleksi banyak musik-musik game dari Mega Man. Meskipun tidak semuanya saya koleksi, namun setidaknya hampir 80% saya menyimpan musik-musik Mega Man di gadget saya.
Hingga saat ini, saya ternyata masih dapat menggemukkan gadget saya dengan musik-musik video game dari Jepang.
Bahkan banyak dari musik video game tersebut yang menjadikan saya menghasilkan banyak karya-karya berupa game yang dapat kalian mainkan langsung di browser kalian di sini. Hampir seluruhnya terinspirasi dari musik-musik video game itu, dari mulai desain, animasi, hingga gameplaynya.
Lalu mengapa banyak sekali musik-musik game legendaris yang berasal dari Jepang?
Saya ingat memang ada beberapa musik video game yang bagus dan dibuat dari komposer non-Jepang atau dari Barat. Namun komposer dari Jepang jauh lebih mendominasi daripada sisanya.
Dan memang betul tidak semua komposer Jepang itu legendaris, namun jika dibandingkan dengan apa?
Jika orang Jepang berkata bahwa mereka membuat sebuah karya dengan “sepenuh hati”, itu adalah ‘peringatan’ untuk setiap orang bahwa karya tersebut akan menjadi sebuah masterpiece.
Orang-orang Jepang telah menghargai frasa “Sepenuh Hati” di tingkat yang sudah tidak terjangkau oleh banyak orang.
Bagi orang Jepang, “sepenuh hati” benar-benar mereka artikan sebagai seluruh waktu dan kemampuan sungguh mereka korbankan untuk itu.
Berbeda dengan kebanyakan orang yang tidak menganggap serius atau bahkan meremehkan frasa “sepenuh hati” di sini. Masih sangat banyak yang menganggap “sepenuh hati” itu hanya sebuah karya yang sekedar bagus dan emosional semata.
Meski memang anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah, namun orang Jepang selalu memadatkan banyak hal di karya-karya yang mereka buat dengan “sepenuh hati”. Tentu saja itu membuat karya-karya orang Jepang (terutama game) yang semakin kita nikmati, semakin banyak detail yang kita tidak sadari.
Karya “sepenuh hati” bagi orang Jepang bukan hanya membuat karya bagus nan emosional, namun juga menyisipkan banyak detail yang inspirasional.
Pada akhirnya, saya sendiri yang mengalami manfaat dari musik-musik dari video game Jepang itu. Bukan hanya membangkitkan mood dan produktivitas saya, namun juga seakan memaksa saya untuk berbuat sesuatu sesuai tema yang saya dengarkan pada saat itu.
Saat saya mencari tahu mengapa orang-orang Jepang banyak yang menghasilkan musik video game yang legendaris (why Japanese video game music is so good), beberapa jawaban yang saya dapat sepertinya tidak berkaitan.
Banyak orang yang bilang jika itu disebabkan karena keterbatasan instrumental saat video game generasi awal dilahirkan. Contohnya seperti Super Mario Bros. yang memiliki musik super legendaris yang hampir setiap orang di dunia tahu.
Padahal musik-musik game konsol itu hanya 8-bit. Artinya, hanya ada instrumen utama, instrumen pengiring, bass, dan drum saja. Itu pun jenis instrumennya hanya tiga, dan tet-tot-tet-tot semua.
Karena keterbatasan itulah orang-orang Jepang akhirnya tertantang untuk mencoba untuk melewati berbagai keterbatasan dengan menciptakan musik yang bagus. Itu menurut jawaban orang-orang yang saya temukan di internet.
Sorry, saya memilih untuk tidak setuju.
Jika keterbatasan itu menjadikan orang-orang Jepang menghasilkan musik yang bagus, itu secara tidak langsung berarti semakin instrumennya bervariasi maka kualitas musiknya akan berkurang.
Tetapi saya temukan banyak video game Jepang yang dirilis di atas tahun 2010 masih memiliki soundtrack yang ‘nendang’.
Komposer musik legendaris ini sepertinya memahami bahwa musik adalah seputar melodi dan imajinasi, bukan yang lain.
Misalnya, saya banyak mendengar musik game yang entah dengan instrumen 8-bit, 16-bit, atau bahkan instrumen realistis, yang menggiring saya untuk terbawa kepada atmosfer tertentu yang saya bahkan belum berada di dalamnya.
Semuanya memiliki melodi yang inspirasional, membuat pikiran seseorang menjadi liar.
Pernah saya bahas di artikel saya yang lain, bahwa masyarakat di negara maju begitu pandai mengolah alam sekitar. Maksud saya mengolah di sini bukanlah menambang atau bercocok tanam.
Namun mengolah alam sekitar di sini adalah menangkap inspirasi dari alam sekitar untuk diterapkan dalam karya mereka.
Manusia pada dasarnya menyenangi untuk berada di alam terbuka, dan orang-orang di negara maju dapat mewakilkannya lewat karya-karya mereka.
Seperti saat kita benar-benar menonton film animasi Disney lawas dengan penghayatan, kita seakan-akan terbawa dalam atmosfir film yang disajikan.
Atau saat kita membaca novel atau cerpen sebagian penulis, kita dapat terbawa suasana seakan-akan kita berada langsung di dalam lokasi cerita.
Atmosfer inilah yang bersifat mahal. Jika sebuah karya dapat menebar atmosfer kepada para penikmatnya, karya tersebut adalah masterpiece.
Jadi bukan hanya sekedar cerita atau karya yang emosional, namun pemirsa juga diikutkan ke dalam karya tersebut.
Bahkan di Jepang ada stasiun kereta yang ditujukan hanya untuk menikmati keindahan alam dan mendulang inspirasi darinya.
Orang-orang di negara maju tidak hanya menikmati alam hanya dengan selfie, selfie, dan selfie semata, namun mereka bersungguh-sungguh menyatu dengan alam, mengumpulkan ide, dan mereka sisipkan semuanya di pekerjaan mereka.
Inilah mengapa banyak karya Jepang dengan sentuhan-sentuhan yang kita tidak pernah menduganya.
Benar bahwa banyak musik-musik dari Jepang yang terpengaruh dari budaya musik dari barat. Saya sendiri banyak menemukan lagu-lagu Jepang yang sepertinya terinspirasi dari lagu-lagu ABBA, terutama dari pola dan plot melodinya.
Namun tipikal Jepang yang kita kenal, mereka selalu mempelajari dan menghormati berbagai referensi dari luar, kemudian mereka sempurnakan menjadi sesuatu yang lain.
Bukankah kita sering mendengar jika kendaraan bermotor dari Jepang awalnya terinspirasi dari Amerika dan Eropa? Tetapi, karena buatan Amerika dan Eropa memiliki struktur yang sulit dan kurang efisien pada saat itu, Jepang membuatnya menjadi jauh lebih baik dan jauh lebih efisien.
Jepang bukanlah negara pencipta atau penemu, namun negara pengolah sesuatu.
Saat ada produk Amerika dan Eropa yang sulit dan merepotkan, Jepang membuat versi yang jauh lebih mudah dan efisien.
Begitu dengan musik, meskipun hanya musik untuk video game. Orang Jepang mengambil kultur musik barat yang kompleks, mereka ekstrak dan mereka terapkan hingga di video game.
Saat pengembang lain membuat video game berlomba-lomba untuk menjadi keren dan realistis, Jepang sebenarnya demikian, tetapi dengan banyak hal lain yang dipertimbangkan.
Bagi orang Jepang, keren dan realistis sepertinya hanya “finishing” atau polesan terakhir. Mereka lebih memilih untuk mengembangkan aspek-aspek penting lain seperti atmosfer dan imajinasi.
Tidak heran jika saya menemukan layout, penempatan, atau desain level di video game Jepang yang begitu eksentrik dan tidak biasa. Setiap levelnya memiliki tema dan tantangan tersendiri, yang menyenangkan lagi kompleks.
Mereka sepertinya sangat menghargai nilai dari atmosfer dari produk itu sendiri daripada berapa jumlah keuntungan yang mereka hasilkan dari produk tersebut. Dan itulah yang membuat sebuah karya menjadi berkesan dan legendaris.
Orang-orang Jepang sudah mencapai tahap dimana produk yang memiliki jiwa jauh lebih penting daripada produk yang menghasilkan uang.
Persis seperti beberapa kata bijak (quote) dari Walt Disney:
I donβt make pictures just to make money. I make money to make more pictures. (Saya tidak membuat kartun untuk uang, saya mencari uang untuk membuat banyak kartun)
Disneyland is a work of love. We didnβt go into Disneyland just with the idea of making money. (Disneyland adalah hasil dari cinta, bukan bisnis)
Money doesnβt excite me, my ideas excite me. (Bukan uang yang membuat saya bersemangat, melainkan ide saya)
You reach a point where you donβt work for money. (Kau mencapai tujuanmu saat kau tidak bekerja untuk uang)
Kata-kata bijak itulah yang membuat kartun-kartun Disney menjadi legendaris sepanjang masa. Dan itulah yang menjadi prinsip orang Jepang dalam membuat karya.
Sebab jika seseorang melakukan sesuatu hanya demi uang, apalagi hanya demi gengsi, maka setelah mendapatkan uang yang ia inginkan, ia tidak tahu apa yang harus ia evaluasi dan impovisasi.
Tidak heran jika banyak hari ini karya-karya yang begitu membosankan, sebab saya anggap banyak pengembang yang sepertinya hanya membuat karya demi industri dan popularitas semata.
Jepang memiliki budaya kesopanan yang sangat tinggi. Bahasa Jepang hingga memiliki frasa dan partikel khusus yang berlapis untuk berbicara kepada orang yang lebih tua, meski hanya dalam jarak satu tahun.
Lagi, orang-orang Jepang sangat menghargai ruang personal. Mereka tidak berisik, tidak mengganggu orang lain, dan tidak senang berdebat.
Kebanyakan dari orang Jepang begitu menghargai seluruh aspek dari seorang manusia, hingga yang paling terkecil sekali pun.
Inilah mengapa inovasi-inovasi orang Jepang cenderung mudah dan memudahkan.
Mereka terpikirkan untuk berbuat baik dari hal yang paling remeh sekali pun seperti memiliki indikator di elevator apakah di luar sedang hujan atau tidak agar para pekerja dapat kembali sebelum benar-benar turun dan pulang.
Atau yang paling kita kenal adalah toilet yang berbunyi. Hal itu untuk menyembunyikan suara “plung” yang buat mereka malu dan tidak nyaman.
Sepertinya mereka sudah diajarkan sedari kecil untuk menghargai orang sebab tidak ada yang tahu apa hal hebat yang sedang berada di dalam pikiran setiap orang.
Jika mood seseorang sudah rusak, maka motivasinya akan hancur dan inspirasi yang ia dapat akan berantakan. Akibatnya ia menjadi tidak dapat bekerja dengan maksimal dan produktivitasnya anjlok.
Inilah sebabnya mengapa mood atau suasana hati itu adalah sesuatu yang sangat mahal.
Sayang sekali, banyak negara yang katanya memiliki masyarakat yang ramah, namun tidak memahami akhlak yang paling dasar seperti ini.
Apalagi negara yang penduduknya sebagian besar muslim, sudah ada hadits yang mewanti-wanti untuk memberikan rasa aman. Tetapi apakah syariat dasar tersebut sudah diterapkan oleh para penganutnya yang katanya cinta Baginda Rasulullah saw.? Wallahu A’lam.