Sebagai kaum muda saya mengerti bagaimana perasaan para remaja pada umumnya, yang nyata-nyata sebuah lagu karya musisi H. Rhoma Irama yang berjudul darah muda memuat hampir segala sesuatunya yang berhubungan dengan generasi muda terutama untuk saat ini.
Salah satu yang membuat daya tarik anak muda adalah penampilan, khususnya bagi kaum Adam seperti saya. Kebanyakan mereka berlomba-lomba dengan penampilan dengan mengikuti ‘trend’ saat itu, mulai dari memperindah bentuk tubuh, meniru penampilan sang idola, ataupun juga dengan memakai kendaraan pribadinya. Hal itu sah-sah saja mengingat itu semua merupakan perhiasan.
Namun dari beberapa hal yang saya perhatikan, sepertinya ada sesuatu yang sangat disayangkan justru ‘hilang’ dari mereka. Di sini saya akan memaparkan beberapa kisah ‘sepele’ mengenai apa yang saya tangkap pada keseharian saya.
Cerita Pertama
Waktu itu dengan menggunakan bus Transjakarta saya menuju Kedoya untuk suatu keperluan, dan pada saat itu alhamdulillah saya mendapat tempat duduk. Di sebelah saya terdapat seseorang pria muda yang berusia sama dengan saya memakai pakaian ‘khas’ anak muda mode masa kini.
Sewaktu tiba di sebuah halte, beberapa orang langsung memadati bus, termasuk di antaranya seorang ayah yang menggendong anaknya yang masih kecil. Tadinya saya memang ‘cuek’ karena dalam pikiran saya, ‘ah, sudah pasti orang di belakangnya memberikan tempat duduk’. Namun karena ayah dan anak tersebut tetap berdiri saya juga merasa kasihan, ya sudah, saya memanggil ayah tersebut agar mempersilahkan anaknya duduk di bangku yang saya tempati.
Sembari berdiri saya menanti anak tersebut untuk duduk, ternyata anak muda yang berada di sebelah saya tadi malah menempati tempat duduk saya. Saya kaget, anak kecil itu tidak jadi duduk, kemudian cari tempat duduk seadanya di bagian lantai hingga ada orang yang benar-benar kasihan memberikannya tempat duduk. Saya hanya tidak habis pikir terhadap sifat anak muda yang menduduki bangku saya tersebut.
Cerita Kedua
Suatu malam saya pergi menuju ATM untuk melakukan sebuah transaksi. Sebenarnya bukan hal yang jarang saya melihat kendaraan roda dua yang bagus-bagus berada di dekat lokasi ATM. Pada saat itu yang saya lihat adalah kendaraan roda dua berukuran besar yang memiliki bentuk yang sangat jantan, mungkin kebanyakan kaum pria muda akan iri melihat kendaraan tersebut. Tapi tetap bagi saya hal itu bukanlah hal yang aneh, hingga akhirnya seorang anak muda keluar dari ruang ATM menuju kendaraan miliknya yang ternyata adalah yang tadi saya sebutkan, dengan perlengkapan berkendara yang boleh dibilang sangat ‘macho’ dan penampilan luar yang dapat membuat sekitarnya berdecak kagum.
Perasaan ‘wah’ melihat penampilan anak muda tersebut cukup membisukan saya selama beberapa saat, sampai akhirnya anak muda itu menjadikan kertas yang merupakan bukti transaksinya sebuah gumpalan dan membuangnya persis beberapa meter di depan saya begitu saja kemudian tancap gas. Padahal saya yakin di dalam bahkan di sebelah ATM ada tempat sampah. Saya cuma bisa diam melihat kejadian itu.
Cerita Ketiga
Kembali lagi dalam perjalanan saya tanpa arah dengan menggunakan moda transportasi BRT Transjakarta Busway, hanya pada saat itu bus sedang mengalami gangguan. Pintu belakang tidak bisa di tutup, dan saya pun berusaha untuk menutupnya karena duduk paling belakang. Sambil berusaha menutup, saya meminta tolong lagi-lagi kepada seorang anak muda agar memberitahu petugas onBoard akan hal ini.
Yang saya dapat justru perkataan ketus dan wajah yang tidak enak dipandang, sekiranya dia tidak ingin membantu ya itu hak dia, saya masih bisa minta tolong sama yang lain. Tapi yang saya permasalahkan adalah timbal balik dia itu, sehingga yang saya dapat ucapkan hanyalah kata, ‘sayang…’
Cerita Keempat
Masih menyinggung Transjakarta Busway saya turun dan keluar dari halte Sunter Kelapa Gading untuk menunaikan shalat maghrib. Setelah itu karena saya lumayan lapar saya memesan seporsi bubur ayam yang dijajakan di sekitar jembatan dekat halte. Seorang anak muda (lagi) juga memesan seporsi bubur dan bahkan makan di dekat saya. Penampilannya boleh dikatakan cukup ‘kece’ dia melahap bubur bersamaan dengan saya.
Sampai suatu ketika dia beranjak lebih dahulu, kemudian membayar porsinya, saya melihat mangkuk yang ia tinggalkan. Masya Allah, isinya masih penuh dengan bubur, mungkin setengahnya, atau kurang dari itu. Dia hanya menyendok beberapa saja, kemudian dia tinggalkan begitu saja, memang itu hak dia, cuma saya merasa sayang sekali dengan semangkuk bubur tersebut.
Kesimpulan
Inner Beauty, atau kecantikan dari dalam, tidak melulu harus mengacu kepada wanita. Pria juga perlu hal ini, penampilan luar memang penting, tapi dari beberapa cerita di atas penampilan luar hanya menjadi suatu hal yang sangat disayangkan hanya karena ada suatu komponen penting yang lupa disematkan.