Depresi

Pengetahuan mengenai kesehatan mental ternyata masih banyak yang terlewatkan dari kalangan muslim itu sendiri.

Para muslim seolah dipaksa untuk selalu berbahagia. Sebab jika tidak, itu tandanya ada yang salah dengan keimanannya.

Tidak heran banyak muslim yang berusaha menepis setiap emosi negatif mereka, khawatir itu adalah tanda bahwa Allah Ta’ala sedang marah kepada mereka atau bahkan meninggalkannya.

Apalagi jika membahas masalah depresi.

Tidak sedikit muslim yang menganggap bahwa depresi adalah akibat dari kurangnya rasa syukur.

Lebih parah lagi, ada pemuka agama yang mengaku relijius, namun dengan teganya menuduh orang yang sedang depresi sebagai salah satu bentuk dari azab Allah Ta’ala.

Memahami kondisi mental sangat penting dalam Islam, karena itu bisa termasuk ke dalam ibadah horizontal (hablun min annas).


Perasaan itu bagian dari sunnatullah

Saya pernah menemukan sebuah saran yang bagus dari Quora.

Don’t invalidate your feeling.
(Jangan menolak perasaanmu)

Saat seseorang terkena depresi, ia mungkin akan bertanya-tanya apa yang salah darinya. Ia mungkin akan mengatakan,

“Mengapa saya depresi? Padahal saya punya kehidupan yang baik, keluarga yang menyayangi, rumah yang layak, dan pekerjaan yang menyenangkan.”

Pertanyaan seperti itu akan mengundang hasrat untuk menghakimi bahwa dirinya kurang bersyukur.

Sebenarnya tidak ada yang salah dalam kegiatan merenung untuk membuat diri lebih baik, bahkan kegiatan tafakur atau muhasabah itu sangat dianjurkan dalam Islam.

Hanya saja, banyak orang yang pada akhirnya melakukan diagnosis mandiri mengenai kesehatan mental yang dirinya tidak memiliki pengetahuan akannya, dan tidak bertanya kepada yang lebih paham.

Islam bukanlah agama yang menampik perasaan negatif manusia, termasuk rasa sedih. Bahkan, rasa sedih yang menyesakkan bisa menjadi salah satu kabar gembira.

Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang sabar.
QS. Al-Baqarah: 155

Jadi saat rasa sedih tersebut datang, tidak perlu kita kaitkan dengan apa pun. Rasa sedih adalah bagian dari hal yang tidak menyenangkan, yang mana bisa jadi itu adalah ujian.

Menghakimi diri sendiri dengan menuduh bahwa rasa sedih yang kita alami adalah akibat dari rasa kurang bersyukur atau bagian dari azab merupakan bentuk menyiksa diri sendiri.

Berbuatbaiklah meski hanya kepada diri sendiri, sebab itu bagian dari syariat.


Nikmat atau azab?

Seseorang yang sedang depresi sebenarnya tidak bisa melontarkan pernyataan untuk mengubur rasa depresinya. Seperti mempertanyakan mengapa bisa depresi padahal memiliki rumah layak, keluarga yang menyayangi, dan penghasilan yang mencukupi.

Setiap orang memiliki celah depresi, bahkan Nabi dan Rasul pun tidak selamat dengan ini.

Pernah dengar kisah Nabi Yaqub a.s yang menangis hingga buta ketika kehilangan Nabi Yusuf a.s? Banyak sekali kita melihat kisah Nabi yang bersedih karena suatu hal.

Bahkan Rasulullah saw itu sendiri pernah sampai berdoa dengan bertanya kapan pertolongan Allah Taala akan tiba.

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”
QS. Al-Baqarah: 214

Begitu dahsyatnya ujian kepada Nabi dan Rasul seolah hingga memaksa mereka untuk terus memohon pertolongan dari Allah Ta’ala.

Padahal, seorang Nabi dan Rasul pastinya sudah memiliki jaminan surga dan mereka mengetahui bahwa kehidupan dunia adalah sementara, tetapi rasa sedih dan kesengsaraan justru paling pedih mereka rasakan dan mereka tidak menampik itu.

Depresi hanyalah tools atau alat bagi kita supaya kita dapat mengetahui yang kita dapat nanti apakah anugerah atau azab.

Artinya, hasil dari ujian itulah yang menentukan, bukan ujiannya itu sendiri.

Jika karena depresi ia kemudian tidak sabar memilih jalan yang melanggar syariat seperti menenggak miras, mengalihkan perhatiannya kepada yang haram, membuat hatinya beku, hingga bunuh diri, maka itu bisa menjadi azab baginya.

Tetapi apabila depresinya ia olah dengan kesabaran yang membuat hatinya lembut (peka dengan sekitar) dan semakin salih, maka itu bisa jadi anugrah baginya, derajatnya insyaAllah bisa menjadi lebih baik dan lebih berwibawa.


Identifikasi masalah

Sebelum kita membahas bagaimana kita bersabar dengan depresi yang sedang kita alami, yang pertama kali kita lakukan adalah mencari penyebabnya sebisa mungkin.

Seperti yang kita bahas baru saja, jangan menampik rasa depresi kita dengan nikmat yang sebenarnya tidak berhubungan sama sekali.

Saat kita berkata, “mengapa saya depresi padahal saya memiliki kenikmatan ini dan itu?”, itu adalah upaya menolak perasaan yang sebaiknya tidak kita lakukan.

Pertama, tidak baik memaksakan diri untuk bersyukur. Mengakui sesuatu yang membuat kita depresi justru sangat penting untuk mencari titik hitam dalam hati kita yang menyebabkan kita menderita.

Para pengusaha yang kaya-raya pun masih bisa depresi padahal kehidupan dunia seolah sudah mereka miliki. Tetapi mereka mengakui yang menyebabkan mereka depresi ternyata adalah sulitnya mengurus perizinan hingga mendapatkan teror yang merusak keberlangsungan bisnisnya, misalnya.

Ada orang yang membenci melihat orang lain berbahagia karena kehidupannya yang tidak pernah mendapatkan rasa kasih sayang orang tua. Ada pula yang membenci melihat karyawan karena dirinya tak kunjung mendapatkan pekerjaan.

Tidak mengapa kita mengakui sebab-sebab yang membuat kita marah demi menyembuhkan kemarahan itu.

Identifikasi masalah adalah tahap sabar yang pertama kali.

Kemudian dengan adanya gangguan-gangguan itu, kita bersabar dengan tidak pasrah, melainkan terus berusaha atau berikhtiar. Ini pernah saya bahas khusus di postingan saya beberapa waktu lalu.

Dan bukan, ini bukan tentang orang lain banyak yang lebih sulit dan lebih parah dari kita, tetapi ini adalah keadaan batin kita sendiri untuk kita selamatkan.

Kebalikannya, dengan melihat kepada orang yang bernasib lebih buruk dari kita demi menggaet rasa syukur justru seringnya membuat kita tambah depresi. Kita tidak perlu itu karena saat depresi, kita tidak sedang mengejar rasa syukur, tetapi ingin membangun rasa sabar.

Semakin kita berbohong kepada diri sendiri, semakin parah depresi yang akan kita alami.

Depresi terparah salah satunya memiliki ciri apabila seseorang sudah tidak lagi memiliki kepekaan dengan orang lain, hatinya menjadi mati karena seringnya ia mengabaikan keadaan emosional dirinya sendiri.


Solusi terbaik

Ketika kita berada di tahap depresi karena masalah yang sangat sulit kita ubah, alangkah baiknya kita mencari orang-orang yang mengerti atau setidaknya berjuang dengan masalah serupa.

Kita diperbolehkan mendatangi psikolog atau psikiater setidaknya agar kita dapat melepas salah satu benang yang mengikat dada kita hingga kita sesak.

Perlu kita catat di sini, sangat wajar apabila di tahap depresi ini bisa melemahkan iman kita. Allah Maha Mengetahui.

Bagaimana pun penyakit mental ini tak ubahnya seperti penyakit fisik, yang membuat penderitanya kehilangan masa produktivitasnya.

Kita sulit untuk melakukan apa-apa saat depresi sebab tidak ada motivasi yang bisa masuk. Bahkan, sampai-sampai menjalankan kewajiban pun menjadi terasa tugas yang sangat berat.

Saat depresi, beberapa muslim merasakan beratnya perjuangan mengerjakan shalat wajib yang tadinya itu begitu ringan.

Inilah pentingnya bergabung dengan orang-orang yang bisa saling memotivasi, seperti yang tertera pada akhir surat al-Asr.

Ketika seseorang merasa berat melaksanakan shalat jamaah, ada orang yang bersedia menuntunnya hingga berhasil melaksanakan shalat berjamaah.

Bisa jadi, kewajiban yang ia jalankan dengan sabar di tengah badai kesehatan mental yang ia alami, pahalanya akan semakin besar.

Dan padahal, orang yang sedang depresi bisa menjadi ladang amal bagi para muslim yang ingin berburu kebaikan.

Orang yang paling Allah cintai adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia. Dan amalan yang paling Allah cintai adalah engkau memberikan kebahagiaan kepada seorang muslim.
HR. Ath-Thabarani

Sayangnya, kebanyakan muslim hari ini sepertinya lebih memilih untuk saling menghakimi daripada saling memotivasi. Entah karena mereka merasa lebih hebat saat menilai orang lain, atau karena hati mereka sudah mati sebab depresi mereka yang selalu mereka anulir.

Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari muslim yang seperti itu.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas