Pebisnis dan Startup di IndonesiaPerusahaan rintisan, umumnya disebut startup (atau ejaan lain yaitu start-up), merujuk pada semua perusahaan yang belum lama beroperasi. Perusahaan-perusahaan ini sebagian besar merupakan perusahaan yang baru didirikan dan berada dalam fase pengembangan dan penelitian untuk menemukan pasar yang tepat. Istilah “startup” menjadi populer secara internasional pada masa gelembung dot-com (dot-com bubble), di mana dalam periode tersebut banyak perusahaan dot-com didirikan secara bersamaan. (Wikipedia)

Dari pengertian di atas, kita mengetahui bahwa startup adalah perusahaan baru beroperasi dan biasanya mereka berjualan teknologi. Saya sudah terlalu banyak kenal banyak mengenai startup-startup yang membuka bisnisnya sendiri dari mulai e-commerce atau situs jualan/memfasilitasi penjual online, teknologi finansial (fintech) seperti pemberi pinjaman online dengan bunga tertentu, hingga online-online lain (transportasi online, pesan makan online, kursus online, dst).

Saya sendiri menjadi CTO dari startup yang dibuat oleh tim saya yang berhubungan dengan IT Manajemen Proyek (manpro.id) di mana sistemnya adalah Bisnis ke Bisnis (B2B). Bisnis IT Manajemen Proyek saya dapat dikatakan cukup unik karena sebagai programmer utama dan satu-satunya kemudi di tim, saya membuat builder saya sendiri dan melayani banyak customer di bidang monitoring proyek. Termasuk UI dan Bekraf.

Namun, setelah sekian banyaknya startup yang teregister di negeri ini, tidak semua yang sukses. Selain hanya bertahan sebentar kemudian tutup total, sisanya menjalankan bisnis ‘tidak pada tempatnya’. Mengapa demikian? Saya sepertinya membuat daftar saya sendiri sebagai penyebabnya.

Dapat dicek di mari ~


Kebanyakan startup yang saya cermati…

  • Tidak memiliki keunikan

Teman saya yang sudah berusia dua kali lipat dari saya sampai mengeluh, “Orang kita kalo bikin startup itu banyak yang tidak kreatif ya. E-commerce lagi, fintech lagi, transport online lagi… atau yang lain yang serupa.”

Di sini siapa yang masih ingat dulu sewaktu baru-baru ada transportasi ojeg online, tiba-tiba banyak yang menyuburkan aplikasi serupa? Kemudian sekarang kemana mereka? Ya sudah musnah begitu saja. Sisanya yang masih bertahan, menjalankan bisnis B2B secara diam-diam dan mencari pelanggan dengan susah payah karena persaingan usaha serupa yang super ketat. Yang benar-benar bertahan paling hanya satu, dua, dan kita tahu siapa saja mereka.

Di Korea Selatan, startup bukanlah sebatas aplikasi yang begitu-begitu saja. Mereka kebanyakan justru memanfaatkan teknologi untuk menjajakan barang-barang terobosan yang unik, yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Beruntung, startup apliakasi monitoring yang saya buat, tidak memiliki saingan yang berarti.


  • Tidak memiliki banyak fitur

Beberapa orang membuat startup justru hanya berlandaskan ego. Mereka ingin mengatakan bahwa diri mereka juga dapat buat startup. Modal yang dikeluarkan akhirnya ludes seketika setelah mereka merasakan pahitnya berbisnis.

Ketika ada sebuah bisnis startup baru dengan kategori yang sudah banyak dipakai seperti e-commerce, fintech, atau transportasi online, saya sering bertanya mengenai apa kelebihannya dibandingkan dengan pesaing-pesaing besarnya. Jangan sampai mereka hanya menjawab dengan jawaban umum seperti What You See Is What You Get (Apa yang kamu lihat ya itulah yang kamu dapat), tanpa adanya fitur unik yang lain.

Teman saya ada yang seorang biker ingin membuat aplikasi touring. Ketika saya tanya apa saja fiturnya, dia menjawab agar mencari orang-orang di sekitar atau memberi notifikasi bagi siapa saja yang inginΒ nebeng turing.

Kemudian saya tanya, apa bedanya dengan Facebook dan Whatsapp? Apa menurutnya kita akan semudah itu berpindah-pindah aplikasi? Apa kita tidak malas mendownload aplikasi yang sebenarnya dapat dilakukan dengan aplikasi umum yang kita pakai sehari-hari? Dia terdiam.

Beruntung pula, hampir setiap minggu saya selalu mendevelop fitur-fitur baru untuk aplikasi manajemen proyek saya demi memanjakan dan memudahkan user, dan agar semakin sulit dibalap saingan lain, jika memang ada.

Bahkan blog saya ini, banyak fitur yang saya develop sendiri setiap periode tertentu.


  • Tidak menuruti customer

Customer adalah raja. Dan itu memang benar adanya. Dan juga sepertinya saya sudah mulai lelah menuliskan postingan-postingan mengenai betapa pentingnya pelayanan kepada customer karena itu adalah hal-hal yang sangat krusial.

Jika tanpa customer, dari mana uang yang kita dapat? Jangan remehkan customer meskipun itu hanya pengunjung atau penumpang. Bahkan para pembaca blog ini sudah saya anggap sebagai customer saya.

Maka dari itu, kepuasan dan kenyamanan pelanggan adalah suatu hal yang amat dikramatkan. Pelanggan akan dengan sangat mudah berpaling ke saingan lain dan kemudian citra kita menjadi semakin buruk di mata bisnis jika kita tidak memuliakan mereka.

Sejujurnya saya mencintai perusahaan yang begitu mementingkan pelanggan dan secara cepat merespon keluhannya.


  • Tidak melakukan inovasi

Cukuplah keangkuhan Nokia dahulu menjadi pembelajaran bagi kita untuk terus berusaha terus memperbaharui kecanggihan bisnis kita.

Terkadang ‘mentok’nya ide menjadi alasan utama kita untuk tidak berkembang. Padahal, kita dapat berinovasi dengan mengikuti kemauan customer dan tren pasar. Semua berlomba untuk menciptakan inovasi demi tetap mempertahankan pelanggan mereka.

Bahkan tidak sedikit aplikasi yang saya temukan di mana mereka seperti ogah-ogahan mengembangkannya. Jangankan untuk inovasi, aplikasinya pun memiliki bug yang banyak, tampilan (User Interface) yang tidak ramah mata, tombol-tombol yang sulit terlihat atau User Experience yang buruk, membuat pengalaman pelanggan semakin tidak menyenangkan.

Aplikasi manajemen proyek saya misalnya, berinovasi bukan hanya fokus untuk manajer konstruksi saja, melainkan mengembangkannya ke ranah kontraktor, owner, hingga keuangannya. Memanfaatkan teknologi terbaru seperti GPS dan Voice Recognizer demi memudahkan aktivitas pelanggan.


  • Tidak merasa memiliki bisnis

Ini sering terjadi di kalangan anak muda yang sedang mencoba membangun startup baru. Mereka kebanyakan selalu banyak alasan menjauh dari pertemuan rutin mengenai bisnis startup mereka serta tidak begitu percaya akan masa depan bisnis mereka, meskipun mereka sudah memiliki bayangan atau proyeksi bisnis mereka di masa depan dengan mantap.

Di antara alasan-alasan yang paling disorot adalah, mereka memiliki kesibukan lain dan tidak memiliki manajemen waktu yang klop.

Pada akhirnya, startup tersebut berjalan setengah-setengah dan tidak maksimal. Kita sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya pada startup-startup di mana timnya tidak merasa memiliki bisnis tersebut.

Tidak masalah jika memang sudah memiliki pekerjaan, kuliah, dan lain-lain. Saya pun memiliki jadwal untuk mengupdate blog ini dan membuat fitur-fitur baru tanpa mengganggu jadwal kerja saya dan kegiatan saya yang lain.


  • Tidak memiliki manajemen finansial yang baik

Ini sebenarnya agak berbahaya dibandingkan dengan yang lain. Perlu diketahui, kita agak dikenal selalu mengambil resiko tinggi/nekat dalam menjalankan sebuah bisnis, tanpa pematangan strategi terlebih dahulu.

Pernah tahu banyak perusahaan merugi karena terlalu jor-joran memberikan promo kepada customernya hingga investasinya habis dan customer mereka tidak menemukan apa-apa di dalam bisnis mereka setelah promonya habis?

Tidak apa bahwa startup disebut masa-masa bakar uang, namun proyeksi keuangan dan keuntungan harus jelas ke depannya baik di mata pelakor bisnis, maupun para investor. Serta, harus memiliki analisa-analisa SWOT yang mantap untuk membuat bisnis bertahan.


  • Tidak independen

Mohon maaf sebelumnya, boleh saya berbicara kasar? Kita sepertinya lumayan dikenal dengan bangsa pengekor hingga pernah dibilang bodoh oleh orang Jepang karena sedikitnya kita yang independen. Bahkan startup pun banyak yang demikian.

Sudah lelah saya beserta teman saya mendengarkan, bahwa banyak pameran startup yang selalu berpresentasi dengan menyebut-menyebutkan startup lain yang jauh lebih sukses sebagai panutan. Pada akhirnya, karena terlalu fokus kepada saingan yang lebih sukses, kita secara tidak langsung mempersilakan mereka untuk lebih jauh meninggalkan kita.

Ingat, jantungnya sebuah perusahaan adalah customer, bukan saingan. Kita boleh berkaca kepada saingan dalam porsi yang wajar dan tidak mengorbankan identitas serta keunikan startup kita.


  • Tidak mengikuti perintah agama

Plis, jangan alergi dahulu mendengar kata agama hehe… tidak ada aksi ekstrimis di sini. Justru yang ada adalah sebaliknya. Saya yakin agama kalian juga menuntun bagaimana agar menjadi orang sukses bukan hanya di akhirat saja, melainkan di dunia tempat kalian sekarang hidup pun.

Saya sebagai muslim selalu membaca literatur bagaimana Rasulillah Muhammad saw. yang merupakan seorang pebisnis milyuner ketika beliau masih muda, dalam menjalankan bisnis beliau.

Saya bahkan pernah menulis bagaimana Islam, Al-Qur’an dan Hadits, secara blak-blakan membahas masalah pelayanan kepada para pelanggan/customer. Silakan agar dibaca, terima kasih. πŸ™‚


—<(Wallaahu A’lam Bishshawaab)>—

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
πŸ€— Selesai! πŸ€—
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    3 in 1 + Puas Pol: Bogor, Curug Jatake

    Berikutnya
    Diari #9: Negeri Ini dan Dua Kubu yang Selalu Bersebrangan


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. πŸ˜‰

    Kembali
    Ke Atas