Tidak benarKita selalu berhadapan dengan berbagai pilihan, yang melibatkan benar dan tepat. Jadi sebisa mungkin yang kita pilih bukan hanya benar, melainkan juga harus tepat.

Dalam hidup kita, termasuk dalam bersosial dan bermasyarakat, pilihan-pilihan yang kita temukan selalu bervariasi. Pilihan-pilihan tersebut selalu memiliki beberapa kemungkinan.

1. Ada pilihan benar, dan juga tepat. Melakukan perbuatan yang benar dan sesuai konteks.

2. Ada pilihan benar, namun tidak tepat. Ini sedikit rumit karena seseorang harus memahami konteks atau suasana yang sedang terjadi agar ia paham perbuatan benar seperti apa yang harus ia lakukan.

3. Dan sebaliknya, ada pilihan yang tidak benar, dan pastinya tidak tepat. Setiap perbuatan tercela itu tidaklah benar, apalagi tepat.

Namun apakah ada pilihan terakhir, yakni tidak benar, namun tepat?

Padahal setiap perbuatan yang tidak benar, sudah barang pasti tidak tepat. Bagaimana ada pilihan yang tidak benar, tetapi tepat?


Konteks yang rumit

Saya pernah membaca berita tentang warga desa di sebuah provinsi di Indonesia yang membakar kantor polisi. Tindakan para warga pastinya tidak benar. Mereka pun mendapat kecaman oleh warganet yang berkomentar, menyebut tindakan mereka adalah barbar dan tidak berpendidikan.

Alasan para warga berbondong-bondong membakar kantor polisi tersebut karena mereka sudah lelah dengan laporan kejahatan yang tidak pernah mendapatkan tindak lanjut.

Kejahatan yang mereka laporkan itu sudah membuat para warga resah dan tidak aman. Ternyata pihak yang menjadi tumpuan harapan mereka untuk memberantas kejahatan tersebut justru tidak mengacuhkan komplain dan keresahan warga.

Beberapa hari kemudian, saya membaca sebuah berita tentang polisi yang berhasil menindak hingga puluhan pelaku kejahatan, masih polisi di desa yang sama, yang kantornya dibakar massa kemarin lalu.

Saya hanya mengambil kesimpulan, aksi warga membakar kantor polisi ternyata berhasil membuat para polisi di daerah tersebut bekerja.

Saya tidak membenarkan tindakan warga membakar kantor polisi, tetapi jika perbuatan tersebut membuat para polisi bekerja, berarti perbuatan tersebut tepat.

Tidak benar, tapi tepat.

Atau kasus lain, seorang kenalan saya yang belum lama mendapatkan kerja.

Ada seorang rekan kerja wanita di kantornya yang sangat tidak menyenangkan. Ia merasa paling dapat menguasai segala hal, mengatur-atur dan memerintah, bahkan senang mengejek dan menghina. Hampir tidak ada rekan kerja yang menyukainya.

Kenalan saya itu kerap mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan dari seorang rekan kerja tersebut. Tetapi saya kenal ia adalah orang yang sangat sabar.

Hingga akhirnya ia memberitahu saya bahwa ia tidak lagi bekerja di sana lagi.

Dia memberitahu saya bahwa waktu itu sedang terkena masalah keluarga yang sangat pelik hingga pikirannya kacau.

Si wanita datang kepadanya di waktu yang sangat tepat, mengejek pekerjaannya dan bertindak semaunya. Teman saya itu sudah memberitahunya dengan baik bahwa itu bukan waktu yang tepat untuk si wanita berbuat seperti itu.

Namun si wanita semakin nyaring dan menjadi, yang pada akhirnya sampai kepada saat di mana pandangan teman saya menjadi gelap dan secara reflek meninjunya hingga masuk rumah sakit.

Perusahaan mendengar kejadian itu dan langsung memecat teman saya. Gajinya bulan itu dialihkan untuk pengobatan si wanita bermasalah tersebut.

Di satu sisi, teman saya justru mendapat banyak dukungan karena perbuatannya sebab sudah banyak yang tidak tahan dengan perilaku si wanita tersebut.


Selamat datang di realita

Lagi, saya tidak membenarkan perbuatan kenalan saya, seorang pria yang meninju wanita hingga masuk rumah sakit. Tetapi karena ia mendapatkan banyak dukungan, saya tidak dapat berkomentar banyak. Bahkan dalam hati terdalam saya, ada sisi di mana saya justru ikut mendukungnya.

Padahal ia adalah orang yang sabar. Bahkan selama ini saya kenal dengannya, frekuensi marah saya seringkali ia yang kurangi.

Artinya, perbuatan rekan kerjanya sudah sangat di luar batas hingga teman saya begitu berani berbuat seperti itu.

Contoh terakhir, dari teman saya yang lain, pernah bercerita kepada saya saat ia sedang berangkat kerja menggunakan bus Transjakarta.

Calon penumpang menunggu bus di halte, mengantri panjang dengan berdiri. Ada satu orang yang berdiri di antrian terdepan, tidak ingin masuk bus yang sudah agak penuh. Ia hanya ingin masuk ke bus yang lebih kosong agar dia dapat duduk.

Padahal pagi hari terkhusus pada jam kerja, hampir mustahil mendapatkan bus yang tidak penuh.

Beberapa penumpang di belakangnya menyuruhnya menepi seperti penumpang lain yang mana mereka juga ingin naik bus yang agak kosong, daripada harus memblokir jalan dari orang-orang yang ingin masuk bus. Namun dia justru berpura-pura tidak dengar dan dengan tengilnya mengabaikan keluhan orang di belakangnya.

Teman saya yang berada persis di belakangnya, khawatir akan terlambat masuk kerja, merasa kesal. Lagi, padahal ia adalah orang yang lembut.

Bus lain datang, dan masih penuh seperti bus-bus sebelumnya. Teman saya spontan langsung mendorong si penumpang bermasalah tersebut masuk ke dalam bus. Membuatnya sama-sama masuk ke dalam bus.

Si penumpang bermasalah marah, “Masnya ini nggak sopan ya main dorong-dorong!”

Teman saya membela diri, “Si mbaknya bodoh ya, sudah tahu di belakang banyak orang ingin buru-buru masuk kerja, malah sengaja ngeblokir jalan.”

Mendorong orang lain secara kasar itu tidak benar. Namun setelah bermacam cara yang baik justru tidak membuat lebih baik, maka cara yang kasar itulah yang tepat.

Perlu kita sadari bahwa hari ini dunia penuh dengan orang-orang yang hanya memikirkan diri mereka sendiri. Mereka berbuat semaunya tanpa memikirkan orang lain karena menurut mereka perbuatan egois tersebut dapat menyuburkan gengsi mereka.


Dukungan tidak langsung

Mengapa sebagian orang gemar membuat masalah dan mengganggu orang lain? Sekali lagi, itu karena tidak adanya gengsi positif yang dapat mereka banggakan untuk menarik simpati orang lain.

Setiap manusia memiliki gengsi, memiliki sesuatu untuk membanggakan diri mereka dari orang lain. Atau bahasa mudahnya, gengsi itu untuk bertujuan untuk meraih simpati atau perhatian orang lain, dan gengsi adalah bagian dari kebutuhan tersier manusia.

Saya punya prinsip, orang yang tidak (berusaha) memiliki manfaat sudah pasti akan menyusahkan orang lain. Karena dari sanalah mereka meraih gengsi mereka.

Beberapa orang yang bermasalah dengan beraninya mereka berbuat onar dan mencari gara-gara karena mereka tahu masyarakat secara tidak langsung mendukungnya.

Tindakan permisif masyarakat ini semakin membuat mereka menjadi-jadi. Orang yang bermasalah itu tahu bahwa masyarakat naif akan membela mereka dan menghindari keributan.

Maling akan berani melancarkan tindakannya di sebuah daerah yang masyarakatnya terlalu pasrah dan menerima keadaan.

Sejujurnya saya pernah melihat ada orang yang sepeda motornya dicuri, kemudian temannya hanya berkata ‘ikhlasin aja…’.

Di cerita yang lain, korban pencurian sudah berkali-kali menebar laporan kepada polisi hingga ia putus asa karena tidak kunjung ada tindak lanjut.

Pada akhirnya karena banyak orang yang hanya mengambil tindakan pasrah dan cenderung mendiamkan perbuatan buruk, orang-orang bermasalah akan semakin kuat dan berani.


Tindakan kecil

Jangan lupakan fakta bahwa para biang onar memiliki komunitas sesama pencari gara-gara yang saling mendukung. Mereka tahu masyarakat tidak akan menggubrisnya karena masyarakat hanya mencari aman.

Kita sendiri mungkin sudah tahu mengenai orang-orang yang, saat kita beritahu baik-baik mereka malah semakin menjadi atau ngelunjak. Tetapi saat kita mulai beritahu dengan agak tinggi, justru galakan mereka.

Saya masih memberikan rasa salut kepada sebagian orang yang berani melawan orang-orang bermasalah tersebut sekali pun ia kalah.

Gertakan kecil yang kita berikan saya harapkan dapat memberikan sinyal bagi para pencari masalah tersebut bahwa kita pun memiliki kuasa untuk bertindak.

Jika tidak kita mulai, maka kemungkinan jatuhnya korban yang berasal dari orang yang kita cintai akan semakin besar.

Menghindari keributan itu baik, tetapi membiarkan para pencari keributan semakin menjadi-jadi itu tidak tepat.

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Membunuh Sifat Naif

    Berikutnya
    Tips Lebih Bahagia 38: Saya Takut


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas