saya takut

Tips Lebih Bahagia Ala Anandastoon #38

Saya Takut

Sebentar, ini bukan horor atau misteri. Tapi judulnya kok gitu ya? Dan lagipula, kenapa dengan rasa takut jadi salah satu tips untuk lebih bahagia? Apakah Anandastoon masih waras?

Sebelumnya, saya yakin kita sudah tahu, rasa takut adalah salah satu jenis perasaan yang tidak bisa kita pisahkan dari jajaran perasaan manusia.

Benar bahwa perasaan takut adalah salah satu bentuk emosi negatif, seperti sedih, marah, dan kecewa. Tetapi selayaknya manusia, memiliki rasa takut adalah normal.

Sekarang yang menjadi permasalahan adalah, banyak dari manusia yang bertindak seolah berani dan berusaha untuk menganulir rasa takut itu. Meskipun, mereka sendiri cukup tersiksa dengan apa yang mereka lakukan itu karena mereka menganggap rasa takut adalah aib.

Bukan, rasa takut bukanlah aib, justru secara berlawanan, rasa takut sebenarnya adalah sebuah kekuatan yang masih mentah, dalam bentuk butiran biji.

Biji harus kita tanam agar tumbuh. Namun sebelum kita tanam ada baiknya kita identifikasi dahulu biji tersebut.

Justru yang pertama kali harus kita hilangkan adalah perasaan sok berani. Kebanyakan tindakan seolah berani itu hampir tidak pernah berakhir baik dan cenderung membahayakan.

Bertindak seolah berani mungkin akan mendapatkan reaksi positif dari masyarakat. Tetapi setelah itu orang-orang yang bereaksi positif tersebut akan kembali kepada urusan masing-masing dan tidak lagi membahas perbuatan sok berani itu.

Turunkanlah ego kita sejenak dan cobalah untuk mengakui rasa takut yang kita alami. Mengakui rasa takut itu menjadi dasar yang sangat baik agar kita dapat mengidentifikasi apa saja yang membuat kita takut.

Rasa takut yang berhasil kita identifikasi nantinya akan kita olah dan kita ‘berikan bumbu’ untuk jadi santapan kita di masa berikutnya.

Memang saya sendiri tidak mengelak kenyataan bahwa mengatasi rasa takut itu perlu waktu yang sangat tidak sebentar. Hanya saja, dengan mengakui rasa takut itu bisa membuat hati kita lebih lega daripada seluruh tekanan yang kita hasil sendiri akibat kita elak rasa takut tersebut.

Contohnya, dahulu saya begitu takut mengendarai sepeda motor. Saya baru dapat mengendarai sepeda motor di usia saya yang sudah 25 pertengahan.

Saya mengakui bahwa saya sendiri sempat memiliki dua buah rasa takut yang amat sangat akibat belum bisa mengendarai sepeda motor.

Pertama, rasa takut dalam mencoba mengendarainya. Pastinya mungkin akan sulit mencari tempat latihan dan kenyataan terpahitnya menjadi tontonan orang sekitar, apalagi jika terjatuh.

Kedua, rasa takut dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Di Indonesia, sepertinya menjadi hal yang tabu jika seorang pria dewasa tidak dapat mengendarai kendaraan bermotor.

Melakukan acceptance atau pengakuan adanya rasa takut ini setidaknya membuat saya menjadi lebih sedikit lega dan juga menjadi rendah hati. Saya tidak menampik bahwa saya mengizinkan rasa takut ini tinggal di dalam diri saya sementara.

Langkah berikutnya, saya mencari cara untuk mengidentifikasi dampak dari rasa takut ini. Bagaimana pun motivasi dan kebahagiaan saya adalah yang terpenting, jadi jangan sampai rasa takut ini mengganggu aspek tersebut.

Andaikata hal yang membuat kita takut itu dapat kita enyahkan, maka itu lebih baik. Tidak ada untungnya berusaha tegar untuk sesuatu yang menghancurkan hidup kita. Apa pun dan siapa pun.

Misalnya, saat kita sedang tidak ingin bertemu dengan seseorang, menghindari orang tersebut selagi bisa maka akan jauh lebih baik.

Nah, kemudian, hal paling ‘asyik’ saat kita dilanda rasa takut adalah mencari pengalaman serupa dari orang lain. Bertemu pengalaman yang berhubungan (relatable) dengan apa yang kita rasakan dapat membantu menghangatkan hati kita.

Beruntung, internet memiliki segudang pengalaman jujur dari orang-orang di seluruh dunia yang kita nikmati. Saya biasanya mendapatkan banyak pengalaman berharga lewat Quora dan Reddit, biasanya saya memilih yang berbahasa Inggris.

Saya lebih memilih yang berbahasa Inggris karena biasanya pengalaman serupa yang tersaji jauh lebih luas dan diskusinya jarang yang subjektif.

Masalahnya, sering sekali saya melihat saat ada orang yang mengutarakan rasa takutnya justru mendapatkan balasan yang sarat ego dari lawan bicaranya. Entah dengan menceramahi atau menuduhnya yang tidak perlu, atau sekadar berkilah bahwa lawan bicaranya merasa lebih baik darinya hanya karena tidak pernah merasakan rasa takut itu.

Ketika saya melihat pengalaman orang di internet dengan cakupan yang lebih luas, saya memiliki peluang lebih banyak untuk melihat bagaimana orang-orang yang rendah ego menghibur mereka.

Atau setidaknya, saya bisa belajar bagaimana sebagian orang pada akhirnya dapat mengatasi rasa takut mereka dan memberikan pelajaran yang sangat manis kepada banyak orang.

Nah, salah satu ketakutan terbesar banyak orang adalah masa depan.

Bahkan orang yang mendapatkan cap masa depan cerah saja sering berkutat dengan rasa takut mereka akan masa depan mereka. Apalagi yang tidak mendapatkan cap tersebut.

Di antara rasa takut itu adalah, takut apakah di masa depannya ia akan mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan layak, apakah ia akan dapat membeli rumah, apakah pasangan hidupnya akan membahagiakannya, apakah ia dapat menjaga komitmen, dan sebagainya.

Bahkan ada orang yang hingga takut kematian. Maksudnya, hampir setiap orang takut mati, namun segelintir orang menghadapi rasa takut yang luar biasa dengan kematian. Ia seolah tidak akan bisa berpisah dengan dunia mereka saat ini karena kematian bisa saja menjemputnya kapan pun.

Rasa takut ini tidak boleh kita anulir, tidak dapat kita tambal dengan polesan agama ala kadarnya kemudian kita masa bodoh dengan itu. Agama lahir untuk menjadi penyejuk hati pengikutnya, bukan sebagai penghasil trauma. Saya pernah bahas di sini.

Masa depan dapat saya ibaratkan seolah seperti lubang hitam yang mengeluarkan suara-suara menyeramkan dari dalam. Lubang hitam itulah yang akan kita masuki siap atau tidak siap.

Rasa takut adalah bagian dari ujian hidup. Yang mana dari ujian itu bisa menampakkan wujud kita yang lain di bagian akhirnya.

Saat kemudian saya telah berhasil mengendarai sepeda motor, alias telah terbebas dari dua ketakutan sebab tidak dapat mengendarai sepeda motor, saya bertemu dengan pribadi saya yang lain.

Bagi saya, ujian rasa takut ini seperti air yang membersihkan apa pun yang menutupi sebuah benda. Kita tidak pernah tahu bagaimana wujud benda tersebut sampai ia dibilas.

Lalu kepribadian yang bagaimana yang saya temui setelah ujian ketakutan sepeda motornya selesai? Saya menjadi orang yang lebih menerima dan lebih memikirkan orang lain yang mengalami masalah serupa.

Bahkan saya berhasil membuktikan bahwa sangat memungkinkan untuk hidup sebagai pria dewasa tanpa kendaraan bermotor, termasuk melakukan piknik dan sebagainya.

Apabila saya tidak pernah mendapatkan rasa takut ini, mungkin episode kehidupan yang saya rasakan tidak akan sama seperti hari ini dan mungkin saya tidak akan menyukai itu.

Hingga hari ini, rasa takut yang menyerang saya tetap ada dan silih berganti, ringan mau pun berat. Tidak menyenangkan memang, tetapi saya setidaknya telah terlatih dalam mengakui keberadaan rasa takut itu, tentunya sebelum saya ‘olah’. 😉

Suka
Komentar
pos ke FB
pos ke X
🤗 Selesai! 🤗
Punya uneg-uneg atau saran artikel untuk Anandastoon?
Yuk isi formulir berikut. Gak sampe 5 menit kok ~

  • Sebelumnya
    Tidak Benar, Tapi Tepat

    Berikutnya
    Adsense 2024 Tanpa CPC, Hidup Segan Mati Enggan


  • 0 Jejak Manis yang Ditinggalkan

    Minta Komentarnya Dong...

    Silakan tulis komentar kalian di sini, yang ada bintangnya wajib diisi ya...
    Dan jangan khawatir, email kalian tetap dirahasiakan. 😉

    Kembali
    Ke Atas