Apa arti mimpi sandal putus? Apa arti mimpi pakai mukena terbalik? Apa arti mimpi gigi copot? Apa arti mimpi keluarga meninggal?
Beberapa waktu lalu saya pernah membuat artikel tentang mimpi-mimpi aneh saya yang masih saya ingat sampai sekarang. Saya kemudian iseng mengecek dari mana saja pengunjung artikel saya berasal.
Hasilnya, kebanyakan pengunjung blog saya berasal dari Google, yang semula mencari apa arti dari mimpi-mimpi mereka. Sayangnya artikel saya tersebut tidak berbicara mengenai arti dari mimpi-mimpi yang pembaca saya cari.
Maka dari itulah saya menulis artikel ini, yang akan membahas arti dari mimpi-mimpi kita yang sering kita cari di internet. Dan karena artikel ini masuk di kategori akidah, insyaAllah akan saya bahas sesuai dengan ajaran Islam.
Jadi apakah arti dari mimpi-mimpi kita itu? Apakah pertanda sesuatu yang baik, atau buruk? Bagaimana menyikapinya dalam Islam?
Saya akan membahas dari apa yang telah saya pelajari saja dari kajian-kajian fikih yang telah saya dalami. Tentu saja karena ilmu agama tidak boleh hanya berdasarkan opini saja, harus ikut hasil keputusan para ahli agama yang kita sebut dengan ijtima.
Di zaman Rasulullah saw. dulu, Beliau pun pernah mengeluarkan hadits tentang mimpi. Mungkin karena para sahabat dahulu juga mengalami banyak mimpi dan berkonsultasi apa maksudnya kepada Rasulullah.
Namun sayangnya, hadits Rasulullah yang membahas tentang mimpi itu memang tidak banyak, dan memang sudah cukup sampai sesedikit itu.
Intinya, dalam Islam, mimpi itu hanya ada tiga macam, dan hanya tiga saja macamnya. Jadi tidak ada kemungkinan macam ke-empat, ke-lima, dan seterusnya.
“Mimpi itu ada tiga macam: bisikan hati, rasa takut dari setan, dan kabar gembira dari Allah.”
(HR. Bukhari)
Kalau kita persempit lagi, berdasarkan hadits di atas, mimpi itu hanya ada tiga jenis: mimpi baik, mimpi yang sekadar bunga tidur, dan mimpi buruk.
Nah, permasalahannya, beberapa dari muslim itu sendiri terkadang masih mempertanyakan cakupan mimpi baik dan buruk yang mereka alami saat tidur.
Apakah mimpi baik dan buruk itu mempertandakan sesuatu? Misalnya, dahulu saya percaya jika mimpi gigi copot, maka pertanda salah satu anggota keluarga akan meninggal. Atau mimpi sandal putus, biasanya menjadi pertanda kurang baik dan itu mengkhawatirkan.
Jangan khawatir, Rasulullah saw., pun memberi kiat apa yang harus kita lakukan jika kita bermimpi baik atau buruk.
Berikut petuah Beliau saw. untuk mimpi yang baik:
“Jika seseorang di antara kalian bermimpi dengan sesuatu yang menggembirakannya, ketahuilah bahwa itu merupakan karunia dari Allah, hendaklah ia memuji Allah, lalu ia boleh menceritakan mimpi tersebut.”
(HR. Bukhari)
Dan berikut pula saran dari Beliau saw., untuk mimpi buruk, seperti mimpi keluarga yang kita sayangi meninggal, mimpi mendapat teror, mimpi terjatuh atau celaka, atau mimpi bencana alam,
“Jika kalian mimpi sesuatu yang tidak kalian suka, maka memohonlah perlindungan pada Allah atas keburukan mimpi tersebut dan dari keburukan setan, meludahlah tiga kali, dan jangan kalian ceritakan pada siapa pun, maka mimpi buruk itu tidak akan membahayakan pada kalian.”
(HR. Bukhari)
Lalu bagaimana dengan mimpi-mimpi itu sendiri? Apakah mereka memiliki makna atau tafsiran tersendiri dalam Islam?
Sejauh ini hanya ada beberapa kasus yang berhubungan dengan mimpi saja sejak zaman kenabian.
Seperti mimpi nabi Yusuf as. atau mimpi tahanan di tempat nabi Yusuf dipenjara. Atau mimpi Nabi Ibrahim as. yang hingga tiga kali berturut-turut mengenai perintah dari Allah Ta’ala untuk menyembelih putera Beliau sendiri, Nabi Ismail as.
Sejauh ini yang saya ingat itu saja, sisanya saya tidak ingat. Bahkan saya hampir-hampir tidak pernah atau tidak pernah sama sekali mendengar Rasulullah saw. itu sendiri yang mengungkapkan keajaiban-keajaiban dan tafsir mimpi.
Mimpi saat tidur kebanyakan hanya sebuah keajaiban yang Allah Ta’ala ciptakan sebagai fitur kepada makhlukNya. Ada pembahasan sains tersendiri untuk masalah mimpi ini.
Bukan hanya manusia, hewan pun bermimpi.
Terkadang, mimpi seringkali memiliki pemicu, yang terjadi karena istilah ‘kesengsem’ atau ‘kepikiran sampe kebawa mimpi’.
Seperti saya dahulu, yang bermimpi menjadi mahasiswa di sebuah perkuliahan saat saya baru saja lulus madrasah aliyah.
Atau sebaliknya, terkadang saya masih saja bermimpi jika saya masih menjadi murid di sekolah, sehingga saat terbangun saya sedikit kaget sebelum akhirnya saya menyadari bahwa saya tidak perlu lagi mengemas buku ke dalam tas.
Sesuatu yang luar biasa bukan? Sebuah reka ulang otak dari kompilasi atau seluruh kegiatan ‘gado-gado’ yang pernah kita lakukan semasa hidup kita. Baik kegiatan aktif yang kita lakukan sendiri, atau kegiatan pasif yang hanya kita saksikan.
Saya memahami bahwa sebagian orang, termasuk saya sendiri, pernah dalam keadaan terdesak, menginginkan sebuah pertanda keajaiban sebagai petunjuk jalan keluar.
Segala cara kita lakukan demi keluar dari kesulitan hidup yang mencekik, mulai dari tahajud, hajat, istikharah, sedekah subuh, atau apa pun sebutannya. Bahkan amal-amal yang mungkin tidak berdasar, seperti membaca ayat seribu dinar dan semacamnya hingga rela menjadikannya jimat yang dapat merendahkan alQuran itu sendiri.
Bahkan mereka mulai mengait-kaitkan mimpi sebagai sebuah pertanda-tanda, mirip seperti meminta bantuan dukun untuk meramal dan menafsirkan mimpi.
Padahal, hampir seluruh atau bahkan seluruh mimpi kita tidaklah berarti.
Kita bukan Nabi dan Rasul dan tidak pula hidup di zaman mereka. Hampir seluruh mimpi kita hanyalah bunga tidur semata.
Lebih baik tidak perlu mengharapkan keajaiban lewat mimpi, sebab sebagian besarnya tidak pernah terjadi sama sekali. Sekali pun memang terjadi, itu hanya sebuah takdir, bukan karena mimpi yang mendahului takdir tersebut.
Jadi apa arti mimpi sandal putus? Tidak ada.
Kalau arti mimpi gigi copot? Tidak ada juga.
Lalu kalau mimpi…? Sekarang daripada kita meributkan apa arti mimpi ini dan mimpi itu, perlu kita ingat bahwa masa depan adalah gaib. Kita tidak memiliki hak untuk mengetahui itu.
Banyak orang yang menginginkan keluar dari kesusahan, mendambakan agar ia memimpikan sesuatu dan mimpi itu terjadi. Itu hanya ‘kesengsem’ dan tidak perlu kita artikan lebih jauh.
Lupakanlah mengaitkan mimpi-mimpi aneh kita dengan sebuah kejadian di masa depan. Apabila kita memiliki hajat atau kebutuhan, cukup istiqamahkan saja sedekah dan tahajudnya. InsyaAllah, Allah Ta’ala akan memberikan petunjuknya tidak harus lewat mimpi.
Manusia pada dasarnya memiliki sifat keingintahuan dan rasa penasaran yang begitu tinggi.
Saya sendiri saat mendapatkan mimpi tidur yang aneh-aneh, seperti yang telah saya tulis di artikel saya pada tautan di awal artikel, itu hanya saya simpan di dalam memori otak saya.
Toh, sebagian besar mimpi saya akan saya lupakan dalam waktu yang sangat singkat.
Saya hanya menyikapi mimpi-mimpi tersebut sebagai nikmat keseruan tidur, yang mana bisa menginspirasi saya dalam melakukan sebuah kegiatan atau membuat sebuah karya.
Perlu kita tetapkan dalam hati, bahwa manusia memiliki batas yang mana tidak dapat dan tidak boleh ditembus. Mencoba-coba untuk menembus batas itu mungkin dapat mengundang murka Allah Ta’ala karena manusia tidak mendapatkan kuasa untuk itu.
Seperti tadi, mencoba menerka-nerka apa arti mimpi, atau meramal-ramal yang belum pasti selain dari prediksi manusiawi.
Yang tidak boleh itu meramal, sedangkan tidak ada masalah dengan prediksi meski sama-sama mengulik kejadian di masa depan.
Prediksi itu boleh karena memiliki dasar dan tidak pasti. Contohnya, seorang murid kemungkinan besar tidak akan naik kelas sebab ia tidak pernah belajar dan kerap bolos sekolah.
Sedangkan ramalan itu tidak memiliki dasar dan menjanjikan kepastian. Membaca sesuatu yang tidak memiliki keterkaitan dan sangat variabel atau tidak berdasar. Contoh, membaca masa depan lewat garis telapak tangan, horoskop, hingga mimpi saat tidur.
Bagaimana dengan ramalan cuaca? Tentu itu hanya prediksi, karena pastinya sudah ada dasar perhitungannya terlebih dahulu dan tidak pernah memiliki jaminan penuh.
Akhir kata, tidak perlu berkecil hati saat harapan baik kita lewat mimpi ternyata itu hanya fantasi semata. Bagaimana pun kita hidup di dunia nyata, yang mana aksi kita yang menentukan.
Tetaplah shalat hajat dan tahajud, tetaplah bersedekah, kemudian lakukan perbaikan atau improvisasi, lalu bertawakal.
Tidak perlu menunggu pertanda baik yang dikait-kaitkan, percayalah bahwa pertolongan Allah Ta’ala bisa dari mana pun yang tidak kita sangka. Saya yakin kita sudah tahu itu.
Wallahu A’lam Bishshawaab